“Apa kau bilang?” tanya Joseph saat tak begitu jelas mendengar apa yang diucapkan oleh Jill. Pria itu lantas mengangkat badan, duduk sambil melepas napas panjang seolah merasa begitu lega bisa bernapas kembali dengan baik.Wanita itu berpaling dengan bibir yang setengah terbuka. Kemudian dia menjilat bibir bawah dan menjawab, “Bukan apa-apa. Aku hanya mengatakan kau harus banyak berlatih. Kemampuan bertarungmu masih perlu diasah lagi. Fokusmu juga kurang baik. Dan satu lagi! Dalam bertarung, jangan pernah menggunakan hati. Empati bisa membuatmu mati!”Sungguh pandai Jill bermain kata-kata. Meski dari sikap dan tatapannya, wanita itu terlihat sangat jelas mengagumi Joseph. Namun, lidah wanita tersebut tetap terkontrol untuk memainkan kata.Mungkin benar, Joseph sudah tidak asing lagi dengan perkelahian jalanan. Namun secara teknik, melawan Jill saja dia masih kuwalahan. Ya, Joseph menyadari hal itu.“Aku tahu,” sahut Joseph.“Berlatihlah lebih banyak. Jadi ketika perintah untuk melakuk
Meninggalkan Joseph di ruang berlatih, Jill masih mengenakan pakaian latihan kala menemui Dreyfus. Wanita itu melangkah dengan anggun. Dadanya tampak membusung, punggung tegak, dan dagu terangkat. Jill mengayun kaki jenjangnya menuju ruang kerja Dreyfus yang terletak cukup jauh dari tempatnya berlatih bersama Joseph.Ruang kerja Dreyfus terlihat jauh dari tempat berlatih karena untuk menuju ke sana, perlu melewati beberapa pintu serta lorong yang bisa menyesatkan siapa saja yang belum hafal dengan markas Carnicero. Oh, dan jangan lupakan bahwa Jill harus menaiki lift untuk dapat menjangkau tempat tersebut. Bahkan Joseph sekalipun belum pernah datang ke ruang kerja Dreyfus. Hanya beberapa orang yang memiliki akses khusus yang bisa datang ke sana. Para Gladiator adalah salah satunya.Setelah berjalan melewati jalur yang berputar-putar, Jill tiba di depan sebuah pintu besi dengan kunci digital yang ada di samping pintu. Dia harus menekan beberapa kombinasi angka untuk membuat pintu itu t
Semua sudah diserahkan kepada Jill. Pelatihan yang akan dia berikan kepada Joseph, tentu tak hanya dalam hal beladiri. Seorang Gladiator tak hanya harus memiliki kemampuan bertarung yang mumpuni. Tak jarang mereka harus melakukan aksi spionase yang mana itu membutuhkan keahlian menyamar dan membaur yang baik.Setelah pembicaraannya dengan Dreyfus, Jill kembali ke kamar untuk membersihkan diri. Letak kamar yang bersebelahan dengan milik Joseph, membuat gerak kaki wanita itu terhenti ketika tiba di depan pintu. Dia tidak tahu apakah Joseph sudah kembali ke kamar atau belum. Namun, ada hal yang menggelitik di dalam batin Jill hingga wanita itu nekat mengayun kaki ke kamar yang bukan miliknya, yaitu kamar Joseph.Perlahan, dia gerakkan tangan ke arah gagang pintu dan menyentuhnya dengan hati-hati. Saat sudah mendarat di sana, Jill tak langsung memutarnya. Wanita itu menipiskan bibir sambil mengumpat dalam hati.“Apa yang terjadi padaku?” gumam Jill seraya melepaskan tangan dari gagang pin
“Apa yang kau lakukan di kamarku?” Joseph melipat tangan di depan dada sambil menatap Jill dengan mata menyipit. Menelisik alasan wanita itu masuk ke kamar bahkan berani merebahkan tubuhnya di atas ranjang.Jill tampak membuka dan menutup mulut seperti seekor ikan. Ingin mengatakan sesuatu namun tak ada sepatah kata pun yang mampu terucap dari lisan. Ini sangat bukan Jill yang biasanya. Tertangkap basah saat menyelinap ke tempat yang tidak seharusnya dia datangi adalah hal biasa. Namun dia selalu mendapatkan cara untuk mengelak dan mencari alasan untuk menutupi maksud yang sesungguhnya.Hanya saja … saat berhadapan dengan Joseph, apalagi tertangkap basah oleh pria tersebut, Jill mendadak kehilangan kemampuan itu. Tubuhnya seakan lumpuh, tak dapat bergerak ataupun berbicara.“Kenapa kau ada di sini?” tandas Joseph lagi dengan tatapan kian menajam. Pria itu menggulir pandangan ke sekeliling, seperti sedang mencari sesuatu yang dirasa tak biasa ada di sana atau sesuatu yang sekarang leny
“Lebih cepat! Gunakan tenagamu, Hunter! Kau terlihat seperti anak kecil yang merajuk dengan pukulan semacam itu!” teriak Jill dari tepi ruangan.Sementara itu terdengar suara Joseph yang sesekali akan berteriak saat sedang mengeluarkan tenaga yang lebih banyak. Setelah satu bulan berlatih Wing Chun, kini Joseph mulai bisa menguasai ilmu beladiri yang menekankan pertarungan jarak dekat, pukulan cepat, dan pertahanan yang ketat untuk mengalahkan lawan.Di tepi ruang berlatih, Jill tersenyum puas melihat kemampuan Joseph yang sudah berkembang dengan sangat pesat. Dia tahu Joseph memiliki motivasi yang sangat kuat untuk bisa segera menguasai semua yang dia ajarkan. Jadi, tidak heran jika pria itu sekarang sudah bisa mengimbangi kemampuannya dalam bertarung.Tak hanya seni beladiri Wing Chun, Jill juga mengajarkan beberapa keahlian lain dalam menggunakan senjata. Senjata api, busur, pedang, dan juga belati adalah senjata-senjata yang harus dikuasai oleh Joseph. Untuk senjata api, menurut J
“Kau yakin?” Joseph mengerutkan alis, merasa tidak begitu yakin dengan ide Jill.“Hehem.” Wanita itu mengangguk. “Aku bisa meminta izin kepada Dreyfus untuk kita keluar dan bersenang-senang malam ini,” lanjutnya.Selama berbulan-bulan setelah insiden itu terjadi, Joseph sama sekali tidak pernah meninggalkan markas Carnicero. Bukan karena dia senang tinggal di sana, namun karena dia tidak memiliki pilihan lain. Dia harus tetap berada di markas itu jika ingin apa yang menjadi tujuannya segera tercapai.Joseph menjilat bibir bawah, menatap Jill beberapa saat lalu memalingkan wajah.“Kenapa? Kau takut?” tanya Jill dengan ekspresi mengejek. “Kau tenang saja. Aku tidak akan melakukan hal yang ilegal di Carnicero. Dreyfus pasti akan mengizinkan kita keluar dari markas asalkan kau mau berjanji satu hal.”“Apa itu?” Joseph mengangkat dagu, tampak begitu ingin tahu.“Kau tidak akan melakukan hal yang sia-sia seperti … melarikan diri misalnya,” jawab Jill.Melarikan diri?Terdengar cukup familie
Hanya satu malam, dan Jill berharap Joseph tidak akan menyia-nyiakan waktu bebas mereka ini hanya untuk meratapi rumah yang sudah tidak ada di sana lagi. Wanita itu mencoba menawarkan hal lain untuk bersenang-senang.Berpikir beberapa saat, Joseph akhirnya setuju untuk mengikuti ide Jill. Tak menampik bahwa sebenarnya dia masih memiliki satu keinginan lagi, yaitu datang ke tebing di mana sang istri tergelincir dan tertelan dalam ganasnya ombak. Namun, dia mengerti. Tidak akan ada kesempatan untuk keluar malam ini jika bukan karena Jill yang meminta izin kepada Dreyfus untuk bersenang-senang di luar markas. Jadi, dia tidak akan bersikap egois dengan menjadi melankolis.“Apa kau punya ide?” Joseph menanggapi.Senyum yang terukir di bibir Jill semakin lebar ketika melihat Joseph tertarik dengan ajakannya.“Kau hanya perlu memejamkan mata, dan … wuuush! Kau akan tiba di sana,” jawab Jill yang terlihat begitu antusias.Wanita itu membalik badan dan berjalan cepat menuju mobil. Dia akan men
Mata sayu itu menatap semakin dalam meski kekosongan begitu jelas tergambar di dalamnya. Perlahan, hampa dalam pandangan itu mulai terisi dengan rindu yang membiru. Dengan kedua alis yang berkerut samar, Joseph terlihat begitu merindukan sosok yang seolah dia lihat di depan mata.“Camila …,” lirih Joseph penuh rindu.Jill terkesiap mendengar pria di bawahnya ini memanggil nama mendiang sang istri. Dia pun menahan napas. Tak hanya karena keinginan yang semakin membara di dalam dada, namun juga karena setitik ketidaksukaan kala lisan si pria menyebut nama wanita selain dirinya dengan tatapan begitu memuja.“Aku sangat merindukanmu, Sayang,” lirih Joseph masih dengan tatapan mengarah lurus pada netra satin grey milik Jill. “Lensa kontak yang cantik. Aku selalu suka dengan apa yang kau pilih,” racaunya lagi sembari menyipitkan mata, berusaha fokus pada warna mata wanita di hadapannya ini yang tampak berbeda dari warna mata sang istri.Tak hanya lisan saja yang terus meracau. Melepas sebel