Share

Bab 5. The Demon

Pada hari-hari tertentu, Dreyfus mengizinkan anak buahnya untuk berpesta. Hal ini dilakukan agar mereka tidak terlalu tertekan dalam melaksanakan tugas masing-masing. Carnicero memang bukan organisasi resmi yang didirikan oleh pemerintah. Namun, pekerjaan yang mereka ambil terkadang lebih berat dari pekerjaan badan intelijen pemerintah atau pasukan elit angkatan bersenjata di bawah naungan NAVY SEAL.

Bagi anak buah Dreyfus, meski pesta semacam itu hanya diadakan di bar yang ada di markas, namun terasa sangat menghibur. Mereka bisa merilekskan otak dan otot setelah menjalankan misi yang bahkan beberapa dari mereka melakukan misi selama berbulan-bulan. Kembali dan disambut dengan pesta sederhana seperti itu, membuat hubungan di antara mereka semakin erat. Tak hanya sebagai rekan kerja namun juga sebagai keluarga.

Candaan dan tingkah konyol beberapa orang membuat yang lain turut tertawa terbahak-bahak. Satu-satunya orang yang tampak tak menikmati pesta tersebut hanyalah Joseph. Pria itu duduk di sudut ruangan dengan sebotol bir di tangan yang masih utuh sambil memandangi kegilaan anak buah Dreyfus yang membaur dan setengah mabuk. Sampai tiba-tiba terdengar suara seorang wanita menyapa indera pendengaran pria tersebut.

“Menyendiri, hum?” Wanita itu berdiri di samping Joseph sambil menggenggam gelas berkaki berisi wine.

Joseph berpaling dan mendapati Jill dengan pakaian seksinya sedang menyesap cairan berwarna merah dalam gelas. Pandangan wanita itu mengarah pada rekan-rekannya yang sedang menikmati pesta.

Tak menjawab, Joseph menenggak bir dari botol sambil memalingkan wajah.

“Ini adalah hadiah dari Dreyfus setelah kami semua melaksanakan misi,” ujar Jill memberitahu.

Masih tak menanggapi, namun Joseph adalah pendengar yang baik. Matanya boleh saja fokus pada orang-orang yang sedang bercanda di depan sana tapi telinganya tetap mendengar apa yang disampaikan Jill dengan baik.

Jill terkekeh. Sama sekali tak tersinggung meski dirinya tampak seperti sedang bermonolog. Sebelum membawa Joseph ke ruang konferensi, Dreyfus telah menceritakan semua tentang pria tersebut kepada Gladiator-gladiatornya. Termasuk tentang Camila yang tewas pada malam itu.

“Kau merindukannya?” tanya Jill, “istrimu.” Wanita itu menambahkan seraya berpaling pada Joseph.

Sayangnya, si pria masih membungkam mulut rapat-tapat, tak berniat menanggapi ucapan ataupun pertanyaan Jill meskipun dia sangat merindukan sang istri yang telah tiada.

“Aku mengerti. Dreyfus sudah menceritakan semuanya kepada kami sebelum kau datang. Dan … oh, aku turut berduka cita. Sungguh,” ucap wanita itu lagi sambil setengah memutar badan ke arah Joseph. Ekspresi yang tergambar di wajahnya menunjukkan seolah Jill sangat bersedih dengan apa yang menimpa Joseph, meski sebenarnya itu hanya gimmick.

Kendati berbulan-bulan telah berlalu, namun sesungguhnya rasa sakit karena kehilangan sang istri masih terasa begitu mencabik hati. Joseph menggenggam botol bir di tangannya dengan kuat ketika Jill menyinggung tentang Camila. Percayalah, pria itu sedang berusaha keras menahan diri untuk tidak membungkam mulut Jill agar tak membicarakan masalah ini lagi di hadapannya.

Beruntung wanita itu segera mengalihkan pembicaraan. Netra satin grey wanita itu begitu jeli menangkap mikro ekspresi yang ditunjukkan oleh Joseph. Dia mengerti, dia tahu bahwa pria tersebut tidak suka jika dia membicarakan tentang hal ini. Kematian Camila masih menjadi topik yang sangat sensitif bagi Joseph.

“Kabarnya, Dreyfus menerima tawaran untuk bekerja sama dengan pemerintah. Sepertinya ini akan menjadi kasus besar yang harus diselesaikan,” kata Jill yang lantas menyesap cairan berwarna merah dalam gelas berkaki di tangannya.

Saat itu, Joseph berpaling dengan raut penasaran.

“Pemerintah?” tanyanya, kali ini dia terlihat tertarik dengan topik pembicaraan.

Jill menoleh hingga sesaat pandangannya bertemu dengan netra biru Joseph yang mengantarkan getaran aneh tersendiri di dalam dadanya. Rasa kagum akan sosok pria itu membuat wajah cantik Jill tampak merona. Sampai-sampai dia harus segera memalingkan wajah karena salah tingkah.

Sudah banyak pria yang singgah dalam hidup Jill. Namun, Joseph terlihat berbeda. Jill merasakan aura yang begitu kuat dari pria tersebut yang membuat wanita itu terpesona bahkan sejak pertama kali dia melihatnya.

Jill berdehem untuk menetralkan perasaan. Dia juga menyibak rambut yang menutup dahi untuk mengusir rasa gugup yang tiba-tiba menyerang. Sungguh, Jill tak pernah merasa seperti ini sebelumnya pada seorang pria. Joseph adalah satu-satunya pria yang mampu menyalurkan debaran aneh dalam dadanya. Membuat jantung di dalam sana berdetak dengan seenak hati, tak peduli pada si Pemilik raga yang merasa kuwalahan menahan sensasi yang dihantarkan.

“Ya. Pemerintah,” jawab Jill membenarkan sesuai dengan informasi yang dia dapat.

“Apa selama ini kalian juga bekerja sama dengan pemerintah?” Joseph semakin terlihat ingin tahu.

“Tidak. Maksudku … selama aku bergabung di sini, Dreyfus tidak pernah sekalipun menerima kerjasama dengan pemerintah. Karena mereka … ah, maksudku … terkadang mereka bisa menjadi klien yang tidak menyenangkan,” terang Jill.

“Andrew Reyes. Apa kalian pernah bekerja sama dengannya?” tanya Joseph lagi.

Pria itu mengira bahwa Dreyfus mengetahui segala sesuatu tentang dirinya dari ayah mertua yang tidak mengakui dirinya tersebut. Dreyfus memang menyelamatkan dirinya dari kematian. Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa pemimpin Carnicero itu tidak berbuat licik terhadap dirinya. Bisa saja anak buah Andrew yang menyerang dirinya usai pernikahan sederhananya dengan Camila, sebenarnya adalah anak buah Dreyfus. Menyerang lalu berpura-pura menyelamatkan. Terdengar familier, bukan?

“Andrew Reyes. Siapa yang tidak kenal dengan pria berkuasa itu? Aku bahkan pernah ber—umh … maksudku … aku pernah bertemu dengannya dalam sebuah pesta. Dan ya … sekali lihat saja aku tahu pria itu sangat berbahaya. Namun ….” Jill menjeda ucapan, menatap Joseph dengan penuh arti lalu melanjutkannya, “Aku salut padamu yang berani mencuri harta paling berharga dari pria itu. Camila Reyes.”

Joseph dan Camila pertama kali bertemu dalam acara bazar amal. Pada saat itu, keduanya saling jatuh cinta sejak pertama mata mereka berjumpa. Menjalin hubungan secara diam-diam hingga akhirnya Andrew Reyes mengetahui hal tersebut. Berbagai cara Andrew lakukan untuk memisahkan Joseph dan Camila. Termasuk dengan membawa Camila ke luar negeri.

Seolah Joseph dan Camila memang sudah ditakdirkan untuk bersama. Ah ralat! Joseph adalah pria yang sangat gigih dalam memperjuangkan cinta. Sehingga pria itu pun melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan cintanya kembali. Dia bahkan rela mengejar putri Andrew itu hingga ke tempat di mana wanitanya disembunyikan.

Kegigihan itu Joseph tunjukkan dengan cara menculik Camila dari rumah persembunyian dan membawanya ke Florida untuk kemudian dinikahi, sebelum akhirnya wanita itu tewas dengan tragis saat berusaha melepaskan diri dari orang-orang yang dikirim oleh ayahnya.

“Apa yang diminta pemerintah dari Dreyfus?” tanya Joseph untuk mengalihkan pembahasan tentang Camila.

Jill terkekeh dengan merdu. Rambut brunette bergelombangnya tampak mengayun saat wanita itu menundukkan kepala. Dia merasa cara Joseph mengalihkan pembicaraan sangat lucu. Entah di mana lucunya, yang jelas dia hanya ingin tertawa mendengar pria itu bertutut kata.

“Bisa dikatakan Dreyfus yang merampok pemerintah untuk misi ini,” jawab Jill.

Kerutan di dahi Joseph menunjukkan seberapa besar rasa penasaran pria itu terhadap apa yang diucapkan Jill.

“Kau tidak akan percaya jika aku mengatakan berapa banyak Dreyfus meminta bayaran untuk misi ini. Aku rasa Dreyfus sudah gila dengan meminta nominal sebanyak itu.” Jill menggeleng dengan satu sudut bibir terangkat.

Sejenak kemudian Jill menghela napas panjang. Melepasnya dengan sedikit keras hingga bahunya terlihat ikut melorot.

“Tapi cukup sepadan dengan misi yang harus dijalankan,” ujar wanita itu kemudian.

Jill berpaling pada Joseph, menatap pria itu dengan serius. “Kau pernah mendengar siapa penguasa perdagangan senjata ilegal dan obat-obatan terlarang di negara ini? Oh, dan bahkan di sebagian besar wilayah Amerika Selatan.”

Joseph menggeleng. Dia memang pernah mendengar mengenai kartel-kartel yang memperjual-belikan senjata ilegal dan obat-obatan terlarang di negaranya. Namun, selama ini Joseph tidak pernah memberikan perhatian lebih untuk hal itu. Dia lebih suka berkutat dengan dunianya sendiri.

“Kau tahu pemilik The Great Palace? Zen Aberdein. Tidak banyak yang tahu bahwa pria itu sangatlah berbahaya. Dia adalah salah satu pemimpin kartel besar yang selalu lolos dari investigasi pemerintah,” ungkap Jill.

Ya, Joseph tahu hotel yang dimaksud oleh Jill. Hotel bintang lima yang tersebar di berbagai negara, tapi dia tak pernah tertarik untuk mengulik siapa sebenarnya sosok pemilik hotel tersebut.

“Apakah pria itu yang menjadi targetnya?” tanya Joseph.

“Tidak ….” Jill menggeleng sambil menggerakkan telunjukanya ke kanan dan kiri. “Bukan dia, tapi saingannya. The Demon.”

“The Demon?” Untuk nama ini, Joseph baru pertama kali mendengarnya.

“Ya. Hanya saja … tidak pernah ada yang tahu siapa pemimpin kartel itu sebenarnya. Keberadaannya seperti hantu yang tidak terdeteksi. Bahkan pemerintah kesulitan untuk mengungkap siapa orang nomor satu di kartel itu.”

“Karena itu pula Dreyfus meminta bayaran tinggi untuk misi ini,” tebak Joseph.

“Tepat sekali!” Jill membenarkan. “Dan kau tahu apa kejutannya?”

Joseph menyipitkan mata, menatap penuh tanya pada Jill yang menggantung ucapan.

“Kita,” ucap wanita itu dengan satu sudut bibir yang terangkat. “Dreyfus akan menyerahkan misi itu pada kita.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status