“Harti, ada apa dia menelpon?” gumam Radit sambil berjalan keluar dari ruang ATM, kemudian menggeser tombol hijau untuk menerima telpon. “Halo dek, ada apa ?” tanya Radit pura pura tidak tahu padahal dia sudah menduga kalau istrinya menanyakan keberadaannya. “Kamu di mana mas, udah sampai?” jawab Harti dengan nada cemas. “Aku belum sampai di kota Tegal, mobil yang ku pakai tiba tiba mogok padahal baru saja aku isi bahan bakar full,” ucap Radit mencari alasan. “Gawat mas, bapak ke tangkap polisi .” kata Harti panik. “Kok bisa lha wong saya saja belum ketemu bapak,ini saya sedang ke Tegal setelah memperbaiki mobil di bengkel,”ujar Radit lagi. “Terus gimana ini, apa mas Radit balik lagi aja lagian percuma kalau di teruskan ke Tegal bapak sudah di bawa ke Jakarta.” Kata Harti nada putus asa. “Ngga dek, mas lanjutkan ke Tegal ke villa, kamu jangan percaya berita itu dulu siapa tahu hoax,sebelum mas tahu kenyataannya di villa,” jawab Radit kemudian mematikan sam
Pardi menatap Radit tak berkedip, dengan pandangan menyelidik membuat Radit merasa risih. “Benar pak, saya menikah dengan Suharti anak satu satunya pak Bahrudin, karena dia sedang hamil jadi Suharti tidak ikit ke sini,” jawab Radit meyakinkan Pardi. “Begini pak, pak Bahrudin memberikan kunci cadangan pada saya karena setiap hari saya yang di tugaskan untuk merawat dan membersihkan villa ini. Apalagi pak Bahrudin jarang sekali ke sini. “Saat ini bapak ada masih ada di villa kan, bisa antar saya ke dalam villa menemui bapak?,”tanya Radit. Pardi geleng geleng kepala sabil kebingungan. “Lho bukannya bapak dari kemarin berada di villa itu?” tanya Radit dengan dahi mengernyit. “Bapak sudah pergi dengan dua orang anggota polisi yang menangkapnya kemarin,sebelum bapak pergi bapak menitipkan amplop coklat berukuran besar dan tebal.” “Isinya apa pak, dan mana amplop itu?,” berondong Radit penasaran. “Kalau isinya saya tidak tahu, tapi sebentar saya ambilkam amplopn
Waktu terus berjalan hari pun terus berganti kini sudah dua bulan sejak kepulangan Ricard dan Miranti dari bulan madu. Semua kembali ke aktivitas semula. Ricard pergi ke Mini market dan Miranti pergi ke butik setelah sekian lama di handle oleh orang kepercayaannya. Mami Yuliana juga sudah kembali ke rumahnya setelah lama menemani cucunya juga mendaftarkan cucunya sekolah.Saat ini Desy sudah sekolah di taman kanak kanan. Setiap pagi pergi ke sekolah di antar oleh pengasuhnya.Hari sudah menunjukkan pukul tujuh tapi Miranti belum juga bangun, dia masih meringkuk di bawah selimut. Ricard yang baru pulang olah raga pagi kaget karena ngga biasanya istrinya masih bermalas malasan. “Sayang, kok belum bangun, katanya mau ke butik sana mandi dulu nanti kita sarapan bareng, kasihan Desy sudah nungguin di meja makan,” kata Ricard sambil mengoyang goyangkan tubuh istrinya. “Aku lagi kurang enak badan, kelapa ku pusing dan perutku mual,” jawab Miranti kemudian menarik selimut menutupi s
“Assalamualaikum,” salam yang diucapkan oleh bi Idah saat memasuki gerbang rumah bu Hilda. “Waalaikumsalam, eh Saidah, sama siapa?” tanya bu Ismi yang berjalan tergopoh gopoh membukakan pintu. Desy yang sedang asyik makan es cream cuek saja mendengar sapaan dari bu Ismi.Bu Ismi melihat keberadaan cucu yang di rindukannya di depan mata, beliau tidak menyangka akan di pertemukan kembali. “Desy!.. cucu nenek, apa kabar sayang?” tanya Bu Ismi berjongkok dihadapan cucunya itu. Namun Desy bukannya menyambut sapaan neneknya malah bersembunyi di belakang tubuh bi Idah. “Bi dia siapa,kenapa panggil Desy cucu?, Desy ngga kenal Desy takut bi,” rengek Desy sambil menarik tangan bi Idah minta pulang. “Sebentar kita kan baru sampai lagian Bunda juga ngga ada di rumah, nanti Desy sendirian”.Melihat tamunya ngambek bu Ismi yang tidak lain adalah nenek Desy mengajaknya duduk di sofa. “Dah ajak Desy duduk dulu,” kemudian Bu Ismi masuk ke dalam dan mengambilkan puding coklat dari
“Tentang bapakmu?” tebak bu Ismi. “Ya salah satu di antaranya, ada lagi yang ngga kalah penting dari itu bu,” jelas Radit menatap ibunya. “Apa, jangan bikin teka teki Radit, ibu lagi pusing,” Tegas bu Ismi, dirinya kecewa atas sikap Radit yang tidak bisa merayu anaknya untuk bisa lebih dekat dengannya. “Bahrudin tertangkap, dan semua harta miliknya jatuh pada saya, Radit,” ucap Radit bangga sambil membusungkan dada. “Ibu ngga percaya, bukannya kamu selalu bikin kecewa ibu?, sudahlah jangan berhalu,” Ibu beranjak dari tempat duduknya , tapi Radit menarik tangan bu Ismi untuk duduk kembali. “Apalagi ibu memanggilmu ke sini agar bisa bertemu dengan anakmu dan kalian bisa lebih dekat tapi nyatanya apa?, kau hanya diam saja,dan tak berbuat apa apa. Sudah lah Radit ibu masih banyak pekerjaan,”ucap ibu kesal. “Bu dengerin Radit dulu. Aku mau mengajak ibu menemui bapak karena hari ini bapak bebas.” “Benarkah bapak bisa bebas?, alhamdulillah akhirnya kita bis
Pagi pagi Miranti sudah bangun,dia melihat kesebelahnya yang biasa ditempati suaminya kini kosong kemudian dia turun dari ranjang pelan pelan, melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri sekaligus mengambil air wudhu untuk sholat subuh.Walaupun keadaan perutnya yang semakin membuncit membuat geraknya sedikit kesulitan tapi tidak menyurutkan niat Miranti untuk tetap beribadah. Setelah selesai sholat dan melipat sajadahnya kemudian menaruhnya diatas nakas, dia bergegas ke dapur untuk membuat sarapan. “Kamu sudah bangun nak?” tanya ibu mertuanya yang sudah lebih dulu berada didapur. “Iya bu maaf miranti bangun kesiangan”, jawab Miranti lirih sambil meringis memegangi perutnya. “Ngga apa apa, kamu duduk saja biar ibu yang bikin sarapan”, jawab ibu mertunya dengan lemah lembut. Miranti merasa bersyukur mempunyai ibu mertua yang baik, tidak seperti yang selama ini dia lihat di sinetron sinetron. Walaupun kehidupan yang dia jalani selama berumah tangga dengan Radit ekonominya pas p
“Apa menyesal?, seharusnya aku yang menyesal, aku yang sedang bekerja dengan penghasilan yang lumayan harus menikahimu dan dikeluarkan dari kerjaan. Aku kira menikah dengan orang kaya hidupku akan enak, tapi ternyata malah sebaliknya.Harapan dan impianku hancur berantakan, semua ini gara gara kamu, kamu yang membuat hidupku jadi seperti ini”,kata suamiku . Aku menggigit bibirku untuk menahan sakit yang ku rasa saat ini. “ Aku harus kuat”, gumamku dalam hati. Aku tidak mengindahkan omongan suami ku yang semakin ngelantur kemana mana. Dan bergegas ke kamar. Aku berpikir sejenak untuk mengambil langkah selanjutnya. Kemudian bergegas mencuci muka dan memoles sedikit make up diwajahku agar bisa menutupi wajahku yang sembab kemudian berganti baju dan mengambil tas. Memasukkan semua perhiasan yang masih ku miliki untuk dijual. “Tapi dengan siapa aku ke toko perhiasan, sedangkan perutku semakin sering kontraksi”. Diluar terdengar suara deru motor yang menjauh.Ku tengok dari jendela
“Aauuw sakit”, jeritku saat perut terasa melilit. Ibu dan Laura langsung berlari ke kamar. “Kamu kenapa nak, sakit?” tanya ibu mertuaku melihat keadaanku. Aku mengangguk sambil meringis menahan sakit keringat sudah membasahi seluruh tubuh dan dahiku. “Ranti kita ke rumah sakit sekarang ya”, kata Laura meringis seolah ikut merasakan apa yang aku rasakan. Laura memegang tanganku dan memeluk pinggangku membantuku berjalan tapi tetap saja kesulian karena aku sulit untuk berdiri. Satrio yang berdiri diambang pintu langsung sikap meraih pingang dan mengangkat tubuhku. Aku tak kuasa menolak karean kondisi darurat.Laura berlari membukakan pintu mobil. Ibu menenteng tas berisi perlengkapan bayi mengikuti dari belakang. “Ibu masuk dulu biar miranti tidur dipangkuan ibu”, kata Laura merebut tas yang dibawa bu Ismi dan mempersilahkan perempuan itu masuk mobil lebih dulu. Kemudian Laura menutup pintu dan duduk disamping Satrio yang menyetir. Mobil melaju dengan kencang menembus kegel