Share

Ketahuan

"A- Apa ini Julia! Ternyata selama ini kamu membohongi ku? Ternyata kamu sering pergi keluar untuk menemui lelaki biadab ini!" amarahku tak bisa ku bendung lagi.

Aku pun menarik Julia ke kamar kami, aku tak menyangka Julia tega mengkhianati pernikahan kami. Aku melihat aplikasi hijau yang memperlihatkan chat percakapan mereka berdua. Sapaan mesra dan emoji yang luar biasa tanda merah berbentuk animasi hati.

"Mas, itu bukan selingkuhanku. Kamu salah sangka Mas, gak mungkin aku macam-macam di belakang kamu Mas," rengek Julia, dengan begitu banyak keringat dingin yang bercucuran.

"Apalagi yang mau kamu tutupi Julia, ini juga banyak pesan yang sudah kamu hapus!" sergahku, sambil menunjukkan beberapa pesan dengan tanda hapus.

"Nak, tolong jangan kelewat emosi Nak. Ingat Ibu sama Deta Nak, Ibu mau lakukan apa aja asal kamu gak marah lagi Nak," ibu berjongkok sambil memohon-mohon di kakiku.

"Ibu, ini bukan salah Ibu. Jangan melibatkan diri Bu, tolong bawa Deta ke kamarnya Bu. Cepat," ucapku, sambil menggenggam tangan Julia yang meronta-ronta.

"Ibu, tolong Julia Bu. Julia gak salah Bu," sambung Julia memelas.

"Ibu, tolong bawa Deta dari sini Bu, aku masih waras Bu," ungkapku, dengan penuh keyakinan.

"Istighfar Nak, istighfar. Ibu mohon jangan apa-apakan Julia Nak, Ibu mohon," sahut ibu dengan suara lirih.

Ibu pun keluar dari kamarku, dengan mengajak Deta keluar. Aku pun segera mengunci pintu kamar, dan menginterogasi Julia. Aku tak ingin rumah tanggaku hancur karena orang ketiga.

"Mas, tolong jangan pukul Julia. Aku minta maaf Mas, Julia khilaf. Tolong jangan siksa Julia Mas," Julia memohon dengan bersimpuh di kaki ku.

"Mana semua barang belanjaan mu kemarin! Cepat keluarkan sekarang juga, kemasi kemudian kamu bakar, atau kamu aku talak sekarang!" titahku dengan suara tinggi.

"Tapi Mas itu mahal harganya, sayang bila dibakar Mas," teriak Julia tak kalah hebat.

"Cepat kataku, cepat! Atau kamu mau aku cerai!" bentakku, sambil menunjuk wajah Julia.

Kemudian Julia beranjak ke lemari, dan mengeluarkan semua barang belanjaan yang kemarin ia bawa pulang. Dengan pandangan sayangnya melihat barang-barang baru, ia terpaksa mengumpulkan satu per satu untuk dibakar.

"Bawa keluar, ikuti aku. Jangan ada yang tinggal sedikitpun di rumah ini," titahku lagi.

Tanpa suara Julia menjalankan perintahku. Ia memboyong semuanya ke belakang rumah. Walaupun ia terlihat sangat menyukai barang-barang tersebut, yang bagiku sangat menjijikkan.

Ibu terlihat sedang mengamati kami dari pintu dapur, kulihat ibu memeluk Deta anakku. Anak yang paling kusayangi, yang tidak pernah Julia sadari bahwa Detalah korbannya jika terjadi apa-apa.

"Aku tak tau lagi mau berbuat apa Julia, aku ingin sementara waktu kamu pulang ke kampung atau kemana terserah. Daripada aku khilaf terhadap mu," ungkapku, sambil memijit-mijit kepalaku.

"Mas," seru Julia, sambil memegang pundakku.

"Jangan sentuh aku Julia, tolong menjauhlah dariku!" gertakku, sambil mendorong tubuhnya dariku.

"Tolong Mas, maafin Julia Mas. Aku gak akan mengulanginya lagi Mas," lirihnya memohon.

"Ini keputusanku Julia, tidak bisa aku rubah!" ucapku dengan nada sedikit ketus.

"Tapi Mas, gimana dengan Deta?" sahutnya.

"Kamu tidak perlu mengkhawatirkan anakku, toh selama ini sering kan kamu tinggal. Jadi jangan banyak alasan untuk tidak pergi, aku bisa mengurus Deta!" sergahku, lantang.

"Mas," lirihnya dengan tersedu-sedu, sambil duduk berjongkok.

"Sudahlah, kemasi pakaianmu. Dan jangan juga aku melihatmu di rumah Mbak Neti, aku tidak mau Mbak Neti terbeban dengan kamu!" titahku lagi, sambil menunjuk pintu masuk dapur.

Dan Julia pun beranjak masuk, dengan berurai air mata. Sepertinya saat ini hatiku berubah dingin dan tidak peduli dia akan kemana. Segera aku menghubungi teman kami se komplek, seorang ibu ustadzah yang sering membimbing seseorang yang tergolong menyimpang dari jalan yang benar. Dan Julia pun pernah dekat dengan beliau.

"Assalamu'alaikum, Bu ustadzah. Ini Riyadi, suaminya Julia Bu," ucapku dengan penuh kesopanan.

"Waalaikumsalam, Pak. Iya, saya ingat dengan Bapak," sahutnya, ramah.

"Bisa saya ke rumah Ibu? Ada yang ingin saya bicarakan Bu. Terkait rumah tangga saya, nanti saya jelaskan persoalannya setelah saya sampai di rumah Ibu," tanyaku.

"Oh, silahkan Pak. Dengan senang hati kami menyambut Bapak. Pintu terbuka, hehe," jawabnya dengan tawa ramah.

Aku pun beranjak ke dalam rumah, kulihat ibu mertuaku sedang menasehati Julia, putrinya di dalam kamar kami. Aku tak ingin mengganggu beliau saat ini, aku tau pasti hatinya remuk dengan tingkah Julia.

"Assalamu'alaikum, Bu. Ini saya Riyadi," ucapku ketika sudah sampai di depan pintu rumah bu ustadzah.

"Waalaikumsalam, silahkan masuk Pak. Kebetulan ada suami saya juga di rumah. Mari masuk Pak," sambutnya, sambil membukakan pintu.

"Alhamdulillah Bu, mari," sahutku, sedikit membungkukkan badan sebagai rasa hormat.

"Ada apa Pak, malam-malam gini Bapak paksakan datang menemui saya? Apakah ada masalah yang sedang Bapak hadapi?" tanyanya, sembari duduk di samping suaminya.

"Begini Bu, tapi saya minta maaf sudah lancang menemui Ibu malam ini dan mengganggu istirahat Ibu dan Bapak," ucapku.

"Tidak apa Pak, silahkan," kata Bu ustadzah memberikan waktu.

Kemudian aku menceritakan semua kejadian yang ku hadapi. Setelah beliau tau maksud dan tujuan ku, aku pun pamit pulang. Setelah sampai di rumah, aku masih mendapati Julia di kamar.

"Ngapain lagi kamu berlama-lama di rumahku, Julia!" gertakku, sambil menghempaskan pintu.

"Maafkan aku Mas, aku menyesal. Tolong maafkan Julia Mas," mohon nya.

"Tidak Julia, malam ini juga kamu angkat kaki dari rumahku. Aku tak sudi hidup dengan pengkhianat seperti kamu, silahkan pergi," titahku lagi.

"Mas, kasih aku waktu. Aku pasti berubah, aku akan lakukan apapun yang kamu minta. Kumohon Mas," ungkapnya, hampir tak terdengar suara.

"Aku bilang gak, ya nggak! Pergi kamu!" bentakku.

Kulihat ibu mertuaku menangis sesenggukan di pintu kamar kami, sebenarnya aku kasihan melihat beliau. Tapi, untuk sekali ini aku ingin menghajar istriku agar berubah.

"Ya Allah, beri hamba kesempatan dan hidayah agar bisa menempah istri hamba menjadi manusia yang lebih baik lagi ya Allah," batinku seiring dengan do'aku.

"Mas, setega itukah Mas sama Julia?" lirihnya memohon, sambil menangis.

"Jangan berlama-lama lagi Julia, sebelum kesabaranku habis!" sergahku, sambil membuang pandanganku.

"Ayah, Ibu gak boleh pergi Yah," teriak anakku, Deta.

Sambil memelukku, Deta memohon agar ibunya tidak pergi.

"Nak, luluhkan hati kamu Nak" ucap ibu, sendu.

"Bu, biarkan Julia pergi dari sini. Ibu tetap tinggal di sini, untuk menemani Deta. Jangan pernah Ibu pergi dari rumah ini," titahku, dengan nada sopan.

Ibu hanya menangis sesenggukan, ia memeluk Deta dengan erat. Julia pun tidak berkata apa-apa lagi, dengan langkah gontai mulai beranjak ke kamar mengemasi pakaiannya.

"Aku pergi Mas, Bu, Deta. Kalian baik-baik ya Nak?" kata Julia sesenggukan dan mata berkaca-kaca.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status