Share

4. Boneka Aku Mana, Pi?

Ada banyak alasan kenapa Archer tidak menemukan kenyamanan di rumah ini. Salah satunya adalah apa yang baru saja terjadi. Feli selalu punya cara untuk menimpali ucapannya. Bahkan mereka selalu bertengkar setiap kali bertemu. Archer lelah.

Dan satu-satunya alasan Archer masih mau pulang ke rumah hanyalah Kimberly.

Mengingat Kimberly, Archer jadi merasa bersalah karena sudah meninggalkannya terlalu lama.

Archer menyeret langkahnya, hendak menaiki tangga. Namun langkahnya terhenti saat ekor matanya melihat foto Feli dan seorang pria di atas meja makan.

Archer berbalik dan mengambil foto tersebut. Rahangnya tampak mengeras. Ia tidak suka melihat ada pria lain yang menggendong anaknya. Terlebih lagi dia adalah selingkuhan Feli.

Jemari Archer meremas kedua foto itu hingga menjadi bola kecil. Kemudian membuangnya ke tempat sampah.

Tiga puluh menit kemudian, Archer sudah membersihkan tubuh dan berganti pakaian. Ia lantas turun ke lantai dua dan masuk ke kamar Kimberly. Begitu membuka pintu, Archer disambut dengan lampu tidur yang menyorot ke langit-langit ruangan, membentuk bintang-bintang dan bulan berwarna kuning.

Archer tersenyum, duduk di tepian ranjang dan mengecup kening putrinya cukup lama.

Tidur Kimberly terusik. Dia menggeliat dan kelopak matanya perlahan-lahan terbuka. Lalu tersenyum sembari bergumam, “Papi pulang?”

“Iya. Papi pulang.”

Archer menepuk-nepuk punggung Kimberly dengan pelan, hingga akhirnya anak itu kembali tertidur dengan tangan memeluk leher Archer.

Archer tertegun.

Ia tak berani bergerak sedikit pun karena khawatir gerakannya akan membuat Kimberly terbangun lagi.

***

Pagi itu Feli bangun sedikit kesiangan. Sebab semalam ia kembali terserang insomnia.

Setelah melakukan ritual pagi, ia bergegas keluar kamar untuk mengecek kondisi Kimberly. Tidak sedikit pun memedulikan kepalanya yang terasa pening akibat tidurnya yang tidak berkualitas.

“Mamiiii…!”

Seruan riang itu sontak membuat Feli melukiskan senyuman di wajahnya. Ia baru keluar kamar, tapi Kimberly sudah menyambutnya lebih dulu.

Feli berjongkok dan memeluk putrinya yang sudah wangi minyak telon dan bercampur aroma buah-buahan. Lalu mencubit pipi chuby-nya dengan gemas.

“Anak Mami kok udah wangi aja pagi-pagi?”

“Papi mandiin aku, Mi.”

Feli terkejut mendengarnya. Ia kira Kimberly dimandikan oleh Dewi—baby sitter yang sudah mengurus keperluan Kimberly sejak bayi.

Pantas saja wajah Kimberly terlihat lebih ceria daripada sebelumnya. Feli bersyukur karena Archer memperlakukan anak mereka dengan baik. Setidaknya, Kimberly tidak kehilangan sosok ayah kendati hubungan orang tuanya tidak baik.

“Kimmy senang karena papi pulang?”

“Hm!” Kimberly mengangguk cepat. “Mami, ayo kita bikin sarapan buat papi.”

Feli menghela napas tak berdaya saat Kimberly menarik tangannya. Kimberly meniru Feli. Sebab, setiap kali Archer ada di rumah, Feli selalu membuatkan sarapan untuknya. Bukan apa-apa. Hanya saja Feli dan Archer memang sudah berkomitmen untuk terlihat harmonis di depan putri mereka.

Mungkin hal itu jugalah yang membuat Archer malas pulang ke rumah, pikir Feli. Pria itu muak bersandiwara, karena untuk memandang Feli saja Archer tampak enggan.

“Mi! Aku! Aku!”

Kimberly melompat-lompat ingin mengambil pisau dan wortel di tangan Feli.

Feli tersenyum. “Kimmy mau motong wortel?”

“Iya. Mau! Aku mau bikin makanan buat papi!”

“Ini pisaunya Mami, Sayang. Pisau Kimmy disimpan di mana, hem?”

“Oh iya lupa.” Kimberly menepuk jidatnya gemas. “Mami, tunggu!” Kemudian anak itu berlari cepat menuju ruang keluarga untuk mengambil pisau plastik miliknya.

Feli terkekeh sendiri melihat tingkah laku menggemaskan putrinya. Anak itu selalu menjadi penghibur Feli di kala hatinya sedang gundah. Dan menjadi teman baiknya di saat Feli merasa kesepian.

Selagi Kimberly mengambil pisaunya, Feli melanjutkan kembali aktifitasnya memotong wortel.

“Ada luka di lutut Kimmy. Apa yang terjadi?”

Kedatangan Archer yang tiba-tiba membuat pisau nyaris terpeleset ke jari telunjuk Feli. Feli menoleh ke arah Archer sekilas. Pria itu terlihat sudah mandi dan segar tapi masih mengenakan pakaian santai.

“Jatuh.”

“Di?”

“Di butik. Kemaren.”

Archer berdecak lidah. Ia melipat tangannya di depan dada dan menatap Feli penuh selidik. “Karena kamu terlalu asyik ngobrol sama lelaki bernama Rafi itu? Jadi kamu mengabaikan Kimmy sampai dia jatuh, begitu?”

Feli menghentikan kegiatannya, lalu menghela napas berat dan menjawab, “Karena kamu menganggapku begitu, ya anggap saja begitu kenyataannya.”

Karena sekalipun Feli membantah dan menjelaskan kejadian yang sebenarnya bahwa Kimberly terjatuh sebelum Rafi masuk butik, Archer tak akan mempercayai ucapannya.

Rahang Archer mengeras. Ia baru akan membuka mulut hendak menimpali ucapan Feli, akan tetapi langkah kaki kecil yang berlari ke arah mereka membuat Archer mengurungkan niatnya.

“Mami, mana wortel aku?”

Feli menarik kedua sudut bibirnya ke atas, lalu menyerahkan satu batang wortel pada putrinya.

“Yeay! Potong wortel buat papi!” Kimberly melompat-lompat kegirangan, lalu membawa pisau dan wortelnya ke meja makan.

Archer mengikuti Kimberly dan duduk di sampingnya. Matanya mengawasi tangan anak itu karena khawatir kulitnya yang putih tergores pisau mainan.

“Kok, Papi kemaren kerjanya lama banget, sih?” celetuk Kimberly tiba-tiba, yang membuat Archer nyaris tersedak salivanya sendiri.

“Papi kerjanya jauh, Sayang.” Archer mengacak rambut panjang nan lurus milik Kimberly. “Jadi Papi nggak bisa bolak-balik ke rumah seperti biasanya.”

“Oooh. Papi capek nggak?”

“Nggak dong. Papi cari uang buat kamu, jadi nggak ada yang capek kalau untuk anak Papi yang cantik ini.”

Kimberly terkikik sembari menutupi mulutnya dengan telapak tangan. Anak itu paling senang kalau digombali ayahnya.

Di lain pihak, Feli berusaha menarik napas dalam-dalam untuk melonggarkan dadanya yang sesak. Ia tak dapat membayangkan, akan sekecewa apa Kimberly kalau tahu ayahnya pergi selama itu demi wanita lain.

Feli menoleh ke arah meja makan, memperhatikan interaksi anak dan ayah itu yang terlihat akrab. Mereka tertawa bersama. Gelak tawanya terdengar menggema di seisi ruang makan dan dapur yang tak bersekat.

Dalam kondisi dan penampilan seperti apapun, Archer selalu terlihat tampan dan rapi. Hidungnya yang tinggi, senyumannya yang memukau dan mampu melelehkan siapa saja yang menatapnya, serta tubuhnya yang tinggi dan kekar membuat siapapun yang ada dalam pelukannya merasa aman dan nyaman.

Namun sayang, Feli tak pernah mendapatkan pelukan itu. Feli tak tahu bagaimana rasanya dipeluk dan bermanja di atas dada bidang suaminya sendiri.

Lalu… Feli teringat dengan Belvina. Rasa penasaran itu tiba-tiba memenuhi relung hatinya. Apakah setiap kali mereka bertemu, Belvina selalu mendapat pelukan dari Archer? Selain berpelukan, apa lagi yang mereka lakukan di belakangnya? Sudah sejauh mana hubungan mereka berdua?

Sorot mata Feli seketika meredup.

Namun ia tak berhak merasa iri, bukan? Karena sejak awal, Feli hanya orang ketiga di dalam hubungan Archer dan Belvina.

“Pi?” panggil Kimberly sembari memotong wortel dengan sekuat tenaga.

“Ya, Sayang? Butuh bantuan?”

“Nggak! Aku bisa sendiri.”

Archer tersenyum kecil. “Iya, anak Papi memang hebat,” pujinya, “jadi? Ada apa kamu panggil Papi barusan?”

Kimberly menghentikan kegiatannya, kedua bola mata jernihnya menatap Archer dengan tatapan polos. “Boneka kuda poni aku mana, Pi? Papi beliin aku kuda poni, ‘kan?”

***

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
Feli ini pas kecil ga mendqpatkan sosok ayah sebelum tau ayahnya siapa, pas dikandungan juga mengasingkan diri sama Leica dan menikah pun dapat suami yg ga menghargainya.. kasihan sekali nasibmu Feli
goodnovel comment avatar
Susi
semoga si suami cepat sadar
goodnovel comment avatar
Merlinmatondang Idawati matondang
feli butuh kasih sayang dan sentuhan belahan manja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status