Share

6. Terciduk

Feli segera menyongsong putrinya yang tengah memeluk boneka kuda poni yang seukuran nyaris sama dengan tubuh mungilnya.

“Cantik banget bonekanya. Ini… dari papi? Papi datang, ya?” tanya Feli sembari berjongkok untuk mensejajarkan tinggi mereka.

Kimberly menggeleng cepat hingga tirai poni di dahinya yang lurus dan rapi ikut bergerak. Raut wajahnya sempat suram kala mendengar ayahnya disebut-sebut. Lalu tersenyum lagi sembari mengeratkan pelukannya pada boneka berwarna pink dan ungu itu.

“Bukan, Mi. Om Rafi yang ngasih. Ini bonekanya dari Om Rafi!” seru Kimberly dengan riang.

Feli tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. “Om Rafi?”

“Hm! Itu Omnya.”

Mata Feli yang berwarna hazel itu bergerak mengikuti arah telunjuk putrinya. Benar saja, seorang pria dengan penampilan rapi yang dibalut jas abu-abu, tengah menghampiri mereka sembari tersenyum.

“Kimmy udah ngucapin terima kasih sama Om Rafi?”

“Sudah, Mi.”

“Pintar.” Feli tersenyum sembari mengusap kedua pipi Kimberly. “Sekarang Kimmy temenin Aunty Binar, ya. Kasihan Aunty ditinggal sendiri. Mamu mau ngobrol dulu sama Om Rafi.”

“Siap, Mami!”

Suara Kimberly terdengar melengking, kemudian berlari kecil ke dalam café sembari memeluk bonekanya dengan erat. Seolah-olah anak itu takut ada yang akan merampas bonekanya.

Feli berdiri, menatap punggung Kimberly yang perlahan menjauh. Ada senyum miris tersungging di bibirnya. Alih-alih mendapatkan boneka itu dari ayahnya yang sangat diharapkan sejak beberapa minggu lalu, Kimberly justru mendapatkannya dari pria lain.

“Hai. Ganggu?”

Sapaan Rafi membuat Feli meluruskan kembali pandangannya. Ia menggeleng, tersenyum kecil. “Nggak. Kebetulan lagi istirahat siang.”

“Syukurlah. Berarti aku datang di waktu yang tepat,” timpal Rafi seraya melirik arlojinya sekilas. “Mau makan siang bareng?”

“Em… aku dan Binar kebetulan lagi mau makan siang. Kamu mau bergabung bareng kami?” Feli bertanya balik, tak mungkin ia membiarkan Binar begitu saja demi makan siang bersama Rafi. Lagi pula Rafi tipe orang yang mudah bergaul dengan orang baru.

“Oke. Nggak masalah.” Rafi tersenyum kecil.

Kepribadiannya memang ramah dan hangat, membuat siapapun mudah akrab dengannya. Sejak pertama kali mengenal Rafi beberapa bulan lalu, Feli merasa komunikasi mereka nyambung dan menyenangkan. Namun Feli menganggap Rafi tak lebih dari sekadar klien dan teman. Meski hubungannya dengan Archer terbilang buruk, tak sekalipun Feli berniat mencari perhatian pria lain. Ia cukup tahu diri statusnya sebagai seorang istri dan ibu dari satu anak.

“Raf, terima kasih bonekanya. Kimmy kelihatan senang banget,” ujar Feli, “semalam aku nggak sempat ngasih tahu Kimmy kalau kamu udah beli boneka itu, karena dia udah tidur duluan. Tadi pagi juga aku agak sibuk di rumah, jadi dia pasti terkejut banget waktu kamu datang.”

Rafi terkekeh kemudian mengangguk. Dia berjalan di samping Feli memasuki café. “Iya, aku juga bisa lihat dia kaget banget barusan.”

“Om Rafi! Duduk sini bareng aku!” seru Kimberly sembari menepuk kursi kosong di sebelahnya. Kimberly sendiri berhadapan dengan Binar.

“Oke, Cantik. Apa sih yang nggak buat anak semanis kamu?”

Rafi menarik kursi, lalu duduk di samping Kimberly yang tertawa mendengar ucapannya barusan.

Binar menatap Rafi dengan kening berkerut, sekilas, sebelum akhirnya menatap Feli dengan tatapan penuh tanya.

“Rafi. Klien aku,” ucap Feli setelah duduk di samping Binar. Ia mengerti apa arti tatapan sahabatnya itu.

Bibir Binar membentuk hurup o sambil manggut-manggut. Kemudian mengecek ponsel karena ada pesan masuk untuknya. Seorang pelayan menghampiri mereka sembari membawa buku menu.

“Mami aku mau salmon panggang!” seru Kimberly. Suaranya yang keras bisa terdengar di seisi café, beruntung café ini sepi siang ini. Hanya ada dua pegawai butik yang tengah istirahat di sudut ruangan.

“Di sini nggak ada salmon panggang, Sayang. Kan udah Mami bilang berkali-kali.”

“Eh iya. Lupa.” Kimberly menyengir. “Chicken katsu aja deh, Mi.”

“Okey.”

Feli senang melihat Kimberly yang tampak ceria kembali. Ia lantas menyebutkan pesanan Kimberly kepada pelayan. Baik itu salmon panggang ataupun chicken katsu, dua-duanya adalah makanan favorit Kimberly dan Archer.

Mengingat nama Archer, dada Feli selalu terasa sesak meski ia sudah berusaha melupakan apapun tentang pria itu. Nyatanya, Feli tidak bisa. Sekeras apapun ia berusaha membenci Archer, hatinya seakan menolak mentah-mentah untuk membencinya.

“Non, kenapa melamun?”

Feli mengerjap saat Rafi melambaikan tangan di depan wajahnya.

“Huh? Oh. Ng-nggak. Maaf, tadi pesanannya sampai mana, ya?”

“Bu Feli baru pesan chicken katsu,” jawab sang pelayan.

Binar memperhatikan Feli dalam diam. Persahabatan yang terjalin sangat lama membuat Binar mengerti siapa yang barusan Feli lamunkan. Binar tak pernah menduga, hidup Feli yang dulu ia kira akan sempurna, nyatanya malah menyedihkan karena tidak diinginkan oleh suaminya sendiri. Binar ikut merasa sakit dan rumit.

Selain cantik dan baik hati, karir Feli pun sangat sukses dan memiliki keluarga yang kaya raya. Sepintas dari luar, wanita lain akan iri dan tak percaya diri jika berhadapan dengan sosok seperti Feli. Namun, mereka tidak tahu, rupanya Tuhan memberikan Feli kekurangan pada sisi hubungan percintaan yang tidak sempurna.

Makan siang itu pun berlangsung cukup ramai. Kimberly tak berhenti berceloteh dengan boneka barunya. Berpura-pura memasukkan chicken katsu ke mulut si kuda. Sedangkan tiga orang dewasa di dekatnya sibuk berbincang terkait pekerjaan.

Belum sempat Binar menghabiskan makanannya, ia tiba-tiba mendapat telepon dari bosnya yang super otoriter, menyuruh Binar agar segera menghadapnya. Binar bekerja di perusahaan media massa. Dan kantornya kebetulan tak begitu jauh dari Blossom Boutique.

“Sahabat kamu itu, aku sering lihat di televisi. Benar dia, ‘kan?” tanya Rafi saat Binar sudah pamit pulang duluan.

“Hm-hm. Binar seorang reporter.”

“Ah, pantas saja wajahnya familiar.” Rafi meneguk minumannya.

“Om, di sekolah aku mau ngadain family gathering, lho. Om Rafi datang ya!” celetuk Kimberly, yang membuat Feli nyaris tersedak makanan yang tengah ia kunyah.

“Oh ya? Kapan?” tanya Rafi sembari memasukkan makanan lagi ke mulutnya.

“Kapan, Mi?”

Feli berdehem pelan. Ia menatap Rafi sembari tersenyum samar, seolah-olah lewat senyumannya itu Feli ingin bilang ‘Ucapan Kimmy nggak usah dihiraukan’. Feli sudah memberitahu Archer terkait acara itu yang harus dihadiri orang tua. Namun, Feli tak tahu apakah pria itu akan menemani Kimberly, atau justru malah menemui kekasihnya lagi.

“Minggu depan, Sayang,” jawab Feli.

“Ooh.” Kimberly lantas menatap Rafi. “Minggu depan, Om. Om Rafi ikut ya! Please… kan Om Rafi udah kasih aku boneka.”

Rafi tersenyum. Ada banyak hal yang ingin ia ketahui tentang hidup Feli, tentang keluarganya, apalagi tentang… suaminya.

“Em… Om lihat dulu jadwal Om, ya. Tapi Om nggak janji bisa ikut lho,” jawab Rafi. Ia cukup tahu diri. Di mana-mana family gathering harus dihadiri orang tua si anak. Bukan olehnya yang merupakan orang asing di keluarga Feli. “Kimmy belum cuci tangan, ya? Cuci tangan dulu gih,” pintanya, untuk mengalihkan perhatian Kimberly.

“Oh iya lupa.”

Kimberly menyengir, kemudian bergegas pergi menuju wastafel.

“Sorry ya, Raf,” ucap Feli tak enak hati. “Kimmy mudah tersentuh sama kebaikan orang lain. Jadi dia pengen ngajak kamu, tapi—”

“Santai aja.” Rafi memotongnya, kemudian tersenyum kecil. “Aku memaklumi kok.”

Feli mengangguk dan berterima kasih kepada Rafi karena tidak menganggap serius keinginan Kimberly. Feli lantas menyesap minumannya. Sebelum kemudian ia tersedak kala mendengar suara bariton seseorang yang sangat dikenalinya.

“Oh. Jadi ini kelakuanmu di belakangku, Feli!”

***

Komen (17)
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
emang dasar Archer ini bikin emosi aja
goodnovel comment avatar
Susi
itulah laki ,, seenaknya saja
goodnovel comment avatar
Merlinmatondang Idawati matondang
cemburu membuat mu hancur
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status