Share

Part 3 - Ambil Saja Suami Tidak Tahu Diri Itu!

"Hilang? Cari lagi, Len. Tidak mungkin bisa hilang kan kita berdua yang ada di sini," tukas Frani panik. Ada satu pelanggan yang sangat mewanti-wanti baju mahalnya agar tidak rusak saat dicuci. Tapi sekarang malah hilang.

Leni mengobrak-abrik isi ruangan tempat penyimpanan cucian yang telah kering untuk melalui proses penyetrikaan, dengan perasaan bersalah. Dia ingat kemarin dia yang mencucinya dan Celia yang melakukan tugas akhir.

"Coba saya tanya sama Celia dulu, Bu. Soalnya kemarin kan dia yang mempacking barang," ucap Leni pada Frani. Dia berjalan meja nakas yang memiliki lima laci sebagai tempat penyimpanan barang-barang karyawan.

Leni mengeluarkan ponselnya dari dalam sana dan segera menghubungi Celia. Namun percobaan hingga tiga kali tidak ada jawaban. Leni menatap lesu pada Frani, "Tidak dijawab, Bu."

Frani memiliki firasat buruk. Kenapa disaat dia mencurigai wanita itu, timbul lagi masalah lain. Frani yakin dia juga melihat pakaian itu dicuci oleh Leni dan dia sendiri yang meminta Celia untuk mempackingnya, lalu dia pulang. Saat dia kembali, Celia telah sibuk dengan kegiatannya.

Frani mendesah berat. Dia hanya perlu mengganti harga baju tersebut jika si pemilik datang.

"Sudah tidak apa-apa, Len. Nanti kalau orangnya datang, biar saya yang bicara."

"Tapi saya merasa bersalah, Bu. Saya yang mencucinya kemarin. Harusnya saya yang bertanggungjawab. Potong saja gaji saya bulan ini, Bu. Dari pada Ibu rugi." Leni tampak gelisah. Memang baru sekali ini mereka kehilangan barang laundry, tapi Frani tidak perlu sampai harus memotong gaji karyawannya.

Dengan senyum tipis, Frani menolak usulan Leni, "Saya yang akan bertanggungjawab."

"Apa mungkin Celia mengambilnya, Bu? Baju itu kan mahal, dia bisa saja tergoda untuk memakainya."

"Kita tidak punya bukti untuk menuduh Celia."

"Tapi saya lihat dia kemarin sempat mengepaskan baju itu pada tubuhnya. Lalu saya goda dia, barulah dia mengembalikannya ke dalam keranjang kotor," jelas Leni.

Ingin sekali Frani mempercayai ucapan Leni tapi dia tidak bisa. Tanpa bukti dia tidak akan mengatakan apapun.

"Jika benar itu terjadi, saya rasa Celia akan datang untuk mengembalikannya. Kita tunggu saja dia beriktikad baik."

Leni mengangguk pelan. Tersirat kekesalan pada matanya.

***

Bencana datang. Wanita pemilik baju yang hilang itu datang untuk mengambilnya. Leni yang berada di depan, terlalu takut untuk menjawab. Dia hanya diam dan mendapat makian dari wanita yang usianya jauh di atasnya.

Frani mendatangi mereka setelah mendengar ribut-ribut di depan. Dia berlari ketika melihat wanita pemilik baju hendak memukul Leni. Dengan tameng wajahnya, Frani berhasil menghalau pukulannya.

Leni terpekik dan segera memeriksa keadaan Frani, "Ibu tidak apa-apa?"

"Tidak apa-apa, Len. Kamu pergilah ke belakang, saya yang akan bicara," ucap Frani sambil menahan perih di wajahnya. Dia perlu banyak bersabar menghadapi pelanggan yang marah.

"Tapi, Bu," tolak Leni.

Setengah memaksa Frani mengusir Leni. Begitu Leni pergi, dia menjelaskan bahwa semua salah dirinya, "Saya akan mengganti rugi baju ibu."

Wanita dengan pakaian serba mewah, terlihat dari gemerlap rumbainya, menolak penggantian uang.

"Memangnya kamu pikir saya tidak mampu beli yang baru? Heh, Bu Frani, saya sudah berlangganan di laundry ini beberapa kali tapi ini benar-benar mengecewakan saya. Ibu tahu harga baju itu lima juta, import dari Malaysia. Ibu bisa beli yang sama persis?"

Lima juta? Frani tercekat. Uang itu terlalu banyak untuknya. Jika sudah terkumpul lebih baik digunakan untuk program hamil. Ini untuk beli baju? Ingin rasanya Frani berteriak bahwa tidak semua orang bisa beli baju semahal itu.

"Maafkan saya, Bu. Saya akan bertanggungjawab. Tapi berikan saya waktu," ucap Frani.

"Tidak perlu. Cukup saya tahu saja bahwa laundry ini tidak bertanggung jawab. Saya akan sebarkan pada semua orang bahwa laundry kamu tidak bagus. Biarkan semua langganan kalian pergi."

"Tolong, Bu, jangan menyebarkan hal yang tidak baik."

Plak!!

Pukulan yang terasa menyakitkan itu membuat Frani tidak bisa lagi berkata apa-apa.

Wanita itu melengos tajam dan pergi. Aura kesalnya masih bisa terasa meskipun wajahnya tidak lagi terlihat. Frani mendesah berat, kepalanya pusing. Dia memutuskan untuk menutup laundry-nya sementara. Dia ingin mengistirahatkan kepalanya.

***

Ternyata keinginan Frani untuk beristirahat sejenak tidak bisa dilakukan karena Sarah tiba-tiba datang ke rumahnya meminta uang untuk membayar kurir.

"Ibu baru saja beli baju baru. Tapi uang ibu tidak ada yang receh. Kamu bayar dulu kurirnya. Dia menunggu di depan," ucap Sarah dengan santainya.

"Berapa, Bu?"

"Lima ratus ribu."

Oh Tuhan. Uang sebanyak itu harusnya bisa dia gunakan untuk mengganti pakaian pelanggan yang telah hilang. Tapi justru Frani harus membeli barang yang tidak berguna. Dengan rasa dongkol yang luar biasa, wanita itu berjalan keluar, mengambil paket yang belum terbayarkan. Setelah itu dia membawanya kembali masuk dan menyerahkannya pada Sarah.

Tidak cukup sampai di sana karena Sarah meminta uang lagi untuk biaya berobatnya.

"Besok Ibu harus kontrol ke rumah sakit. Sakit lambung ibu kumat. Sekalian kamu juga bayar ongkos taksinya. Tidak perlu kamu antar karena Ibu bisa pergi sendiri. Satu lagi, Frani. Jangan lupa masak ayam! Ibu bosan kalau kamu masak tempe setiap hari." Tanpa perasaan Sarah melenggang pergi setelah puas menyuruh-nyuruh.

Frani ingin menangis tapi tidak ada air mata yang keluar. Wanita itu menekan kepalanya, membuang semua pemikiran yang menggerogotinya. Jauh di dalam lubuk hatinya, dia ingin mengatakan bahwa dirinya bukanlah boneka yang harus mencukupi semua kebutuhan. Untuk apa gunanya suami, kalau pria itu hanya bisa menumpang hidup darinya.

Frani berbaring di atas tempat tidur yang tidak lagi bisa menaungi kesedihannya. Dia mencoba untuk terlelap, namun pada akhirnya terbangun.

Suara yang beberapa hari lalu pernah dia dengar, kini kembali mengusiknya. Perlahan langkahnya menyusuri lorong menuju kamar yang tidak terpakai di belakang sana. Wanita itu berjinjit, agar tidak menimbulkan suara. Satu hal yang dia lupa, dia tidak membawa benda pintar miliknya untuk dijadikan barang bukti. Emosinya terlanjur meluap dan ingin segera tersalurkan.

Sampai ketika dirinya berada di ambang pintu yang setengah terbuka, matanya menangkap pemandangan yang tidak lagi asing. Seperti dejavu, Frani memergoki suaminya sedang beradu keringat dengan wanita yang dia kenal.

"Terasa lebih menggugah, Cel. Istriku tidak lagi bisa aku andalkan dalam hal memuaskan!"

"Kalau begitu, nikahi aku, Mas. Aku akan membuat kamu lebih bahagia setiap harinya. Aku bersedia jadi istri kedua!"

Deg!

Retak sudah apa yang sudah dia jaga selama ini. Frani menggenggam tangannya sekuat tenaga. Kali ini dia tidak akan tinggal diam. Dia tidak peduli lagi dengan pernikahan yang harus dia jaga dan kehamilan yang sangat dia nantikan itu.

Dengan sentakan yang keras, Frani mendobrak pintu hingga terdengar bunyi benturan. Dua orang yang sibuk dengan kegiatannya, menoleh pada Frani. Di luar dugaan mereka tidak merasa bersalah sama sekali tapi malah menatap Frani dengan pandangan seakan mengejek.

"Oh, kamu sudah bangun? Kita baru bermain sebentar tapi kamu sudah mengganggu," tukas Gani yang tanpa perasaan menghancurkan hati istrinya.

Lidah Frani tercekat. Manik matanya berkaca-kaca.

"Jahat kamu, Mas!"

Celia menyeringai pada Frani, "Tidak ada yang salah dengan kami. Kamu saja yang tidak bisa melakukan yang terbaik untuk suami kamu. Harusnya kamu berterima kasih sama aku karena aku yang berhasil menaklukkan suami kamu dari pada wanita yang tidak baik di luar sana. Siap-siap saja berbagi suami denganku. Aku juga lelah harus main petak umpet dengan kamu. Ya kan, Mas?" Dengan manja, Celia memeluk pria yang bukan suami sahnya itu.

"Dasar wanita tidak tahu terima kasih! Ambil saja suami tidak tahu diri itu! Dan untuk kamu, Mas, ceraikan aku!"

***

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Cowok Inisial R
dahla cerei aja frani. lebih baik gitu.
goodnovel comment avatar
Pena Arsy
Celia bener- bener ga tau malu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status