Keesokan harinya, Valency terbangun dalam kondisi segar. Sepertinya, rasa mual kemarin malam sungguh karena asam lambungnya. Akan tetapi, sepertinya ada orang yang tidak sepemikiran dengannya. “Kenapa kamu terus memperhatikan diriku seperti itu, May?” tanya Valency yang sedang bersantai di sofa, menikmati hari liburnya. Dia tanpa sengaja menangkap sosok May terus melirik dirinya sedari tadi! “Apa ada yang salah?”Ditanya seperti itu, May agak tersentak, tapi dengan cepat menjawab dengan tenang, “Maaf membuat Anda tidak nyaman, Nyonya. Saya hanya khawatir apakah Anda sudah sungguh merasa lebih baik.”Valency tersenyum, merasa tersentuh dengan perhatian tersebut. “Sudah, sudah tidak ada masalah. Jangan khawatir. Obat lambung yang kau berikan kemarin sangat ampuh!”Mendengar itu, May tersenyum canggung, tapi kemudian memberanikan diri untuk bertanya, “Kalau boleh saya tahu, Nyonya, kapan terakhir kali Anda datang bulan?”Ditanya seperti itu, Valency agak kaget. Kenapa May bertanya seper
Ucapan Alex membuat Rosa beranjak dan menggebrak meja. Dia menatap Alex tak terima. “Tidak bisa seperti itu, Ayah!” protesnya. Sambil menunjuk Felix, dia berkata, “Dia sudah membuat masalah begitu besar dan hampir membuat keluarga Spencer hancur berantakan! Bagaimana bisa kita membiarkannya begitu saja?!” Dengan nada tegas, Alex menyela, “Tenangkan dirimu, Rosa.” Ucapan itu membuat Rosa menggertakkan gigi. Namun, dia akhirnya kembali duduk dan membuang pandangan sambil melipat tangan di dada. Angela yang duduk di sebelah Rosa mengusap lengan sang ibu dan berujar, “Ma, tenanglah ….” Diamnya Rosa bukan berarti dia serta merta menerima Felix sebagai anak tirinya, hanya saja dia masih menghargai Alex sebagai tetua Spencer dan pemimpin keluarga ini. Melihat Rosa sudah mulai tenang dan tak lagi melanjutkan protesnya, Alex pun kembali bersuara. “Walau memang benar Felix telah melakukan kesalahan besar, tapi fakta tidak bisa diubah jika darah Spencer mengalir dalam dirinya,” ucapnya. “De
Tak lama dokter pun datang dan memeriksa Valency. Orang-orang menunggu di luar kamar dengan khawatir. Tak terkecuali Rosa, dia yang memiliki rasa bersalah kepada Valency dan sudah menerimanya sebagai menantu tentu ikut khawatir dan panik. Dokter pun keluar dari kamar. Berbeda dengan orang-orang yang menunggu di luar dengan wajah pucat, panik, serta khawatir, dokter berkacamata itu justru keluar dari ruangan tersebut dengan wajah berseri. Jayden langsung menghampiri dan menodong dengan pertanyaan, “Dokter, ada apa dengan istriku? Dia baik-baik saja ‘kan?”Dokter itu melempar senyum. “Tuan Spencer, istri Anda baik-baik saja.” Semua orang bernapas lega mendengarnya. Rosa pun bertanya, “Apa Dokter sudah benar-benar memastikannya?”“Tidak apa-apa, Nyonya Spencer, menantu Anda hanya kelelahan. Mual dan lemas sangat wajar dialami pada trimester pertama.” Cleo dan Rosa yang sangat familier dengan istilah tersebut tentu saja kaget dan wajah mereka seketika berbinar. Alex dan Albert yang j
Kalimat Rosa membuat kening Albert berkerut. “Apa maksudmu …?” Rosa menghela napas, tatapannya kembali pada foto pernikahan mereka. Bukannya menjawab pertanyaan Albert, Rosa justru berujar, “Melihat Jayden yang begitu bahagia dan memeluk Valency serta terharu atas kehamilannya … aku jadi teringat pada awal pernikahan kita.” Sebuah senyuman pahit terlukis di bibirnya. “Ketika melahirkan Richard, dulu kita pun sama bahagianya seperti mereka.” Albert terdiam. Dia pun jadi teringat momen kelahiran Richard, anak pertama mereka. Di awal pernikahan, Albert merasa hidupnya sempurna. Sebelum akhirnya … pernikahan mereka berantakan dan ibu Felix kembali ke kehidupan Albert. Rosa menunduk sambil memilin jari jemarinya. “Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, sejak kapan aku mulai melakukan kesalahan sampai pernikahan kita bisa kacau. “Apa mungkin karena aku berubah sikap karena reputasi sebagai nyonya keluarga Spencer? Atau aku yang terlalu sibuk mementingkan diriku sendiri sampai tak menya
"Ahh … kau nikmat sekali, ...." Baru saja Valency melangkah masuk ke dalam apartemen sang kekasih untuk merayakan hari jadi ketiganya, tapi dirinya malah dikejutkan dengan lenguhan dua orang yang bersahutan. "Jangan meninggalkan jejak di sana, Lency bisa curiga nanti ...." Valency menautkan alisnya. Itu … suara desahan seorang perempuan! Dengan tubuh kaku, gadis berambut hitam panjang bergelombang itu berjalan perlahan, menghampiri sumber suara yang dia yakini berasal dari kamar sang kekasih. Di waktu yang bersamaan, sebuah suara pria terdengar berkata, “Kamu kira aku takut padanya?” Itu adalah suara kekasih Valency, Felix! Dengan jantung berdebar kencang, Valency mengintip celah pintu kamar yang tak tertutup rapat. Seketika, gadis itu pun terbelalak melihat pemandangan di dalam. Tampak sang kekasih dan sahabat dekatnya, Felix dan Cecilia, sedang berbaring mesra di atas tempat tidur dengan posisi intim! “Bukankah hari ini hari jadi tiga tahun hubungan kalian?” tanya Cecilia se
Jayden Spencer, seorang desainer perhiasan ternama yang dihormati semua orang! Di usia lima belas tahun, Jayden Spencer sudah berhasil menghasilkan desain perhiasan legendaris yang dikagumi semua orang. Saat dia dua puluh lima tahun, pria itu mendirikan Diamant Corp, perusahaan yang hanya dalam kurun waktu tiga tahun menjadi perusahaan perhiasan terbesar negara Eden. Sekarang, di usianya yang ketiga puluh sembilan, pria tersebut telah menjadi salah satu tokoh terpenting dalam dunia perhiasan! Mata Valency membulat sempurna. Bagaimana bisa satu email sederhananya malah membuatnya dipertemukan langsung dengan orang penting seperti Jayden? “Langsung ke intinya,” ucap Jayden memecah lamunan Valency. “Desain yang dirimu kirimkan, itu adalah desain yang telah diikutkan dalam lomba Komunitas Desainer Perhiasan Negara.” Valency menelan ludah. Lomba Komunitas Desainer Perhiasan Negara adalah lomba yang diikuti oleh Felix dan Cecilia. Kebetulan Valency tahu Diamant Corp adalah salah satu p
Jayden menganggukkan kepala mendengar jawaban Valency. Dia mengambil sebuah map coklat dan meletakkannya di hadapan gadis itu. “Apa ini?” tanya Valency kepada Jayden. “Kontrak pernikahan, tanda tangani,” titah pria itu. Valency mengambil dokumen yang diberikan Jayden dan membaca isi dari kontrak yang tertera. Sulit untuk dipercaya, semua persyaratan tertuang dengan sangat detail di dalam sana, seolah Jayden telah menyiapkan semuanya dari jauh hari! Menepiskan keterkejutan itu, Valency tetap menandatangani kontrak tersebut dan memberikannya pada Jayden. Pria itu melakukan hal yang sama dan memberikan salinannya kepada Valency. “Ayo,” ucap Jayden seraya melangkah meninggalkan ruang kantornya. Valency bergegas mengejar Jayden. “Ke mana?” tanyanya dengan sedikit berlari. Di dalam lift bersama dengan Jayden dan seorang pria yang Valency duga adalah asisten pribadi pria tersebut, Valency mendengar presdir Diamant Corp itu menjawab, “Kantor catatan sipil. Kita menikah hari ini.” Va
Di saat kekhawatiran Cecilia mencapai puncak, Valency pun menjawab dengan senyuman tipis, “Aku dikejutkan oleh Dekan yang mengabarkan kalau beasiswa tingkat lanjutan yang kuajukan disetujui. Akhirnya, aku pun harus kembali ke kampus untuk mengurus berkas-berkasnya.” Mendengar itu, Cecilia memaki dalam hati, ‘Sial, kukira apa … ternyata beasiswa bodoh saja!’ Namun, di depan Valency, Cecilia memaksa untuk bersikap senang. “W-wah, selamat ya, Lency!” Tampak senyuman Cecilia agak canggung karena sebelumnya memang sempat terkejut. Sudut bibir Valency terangkat semakin tinggi. “Kamu kenapa ketakutan begitu? Seperti habis tertangkap basah selingkuh saja.” Ucapan Valency membuat sekujur tubuh Cecilia menggigil, jantungnya berdebar kencang. Gadis itu pun tertawa palsu kepada Valency. “Apa sih Lency? Bercandamu ada-ada aja,” balas Cecilia. Dia dengan cepat mengalihkan topik. “Syukur deh kamu dapat beasiswa itu. Tapi sayang ya, kamu jadi gak rayain hari jadian sama sekali kemarin?” “Ya beg