Share

Bab 6 - Kemarahan Devan

David berjalan-jalan melihat taman luas yang dipenuhi oleh bunga-bunga yang terawat itu.

Saat tengah asyik berjalan sembari menikmati pemandangan taman yang asri. David melihat seorang wanita cantik yang tengah berdiri dengan anggunnya.

David memperhatikan dari jauh wanita itu. Dia mencoba mengenali.

"Bukankah itu istrinya Devan?" lirihnya.

"Sedang apa dia di sini?" gumamnya lagi.

David berjalan mendekati Andini.

"Selamat malam, Nyonya Andini!" sapa David.

Andini memalingkan badan ketika mendengar sapaan itu. Setelah mengetahui kalau yang memanggil adalah rekan kerja suaminya. Andini mengangguk dengan penuh rasa hormat.

"Selamat malam juga, Tuan David," jawab Andini dengan anggunnya.

"Sedang apa, Tuan David di taman ini?" tanya Andini.

"Apakah saya boleh bertanya hal yang sama kepada orang yang menanyai saya ini?" Bukannya menjawab, David malah bertanya balik.

"Haha...!" Andini tertawa pelan. Membuat David sejenak terpikat akan kecantikannya.

"Cantik...!" gumam David tanpa sadar sembari memandang Andini.

"Maksudnya?"

"Maksud saya... Bunga-bunga ini... terlihat sangat cantik."

"Iya, Tuan benar! Bunga-bunga ini cantik karena dirawat, Tuan!"

"Saya ingin melihat koleksi bunga-bunga di taman ini. Apakah Nyonya Andini bersedia menemani saya?" pinta David dengan sopan.

Andini tersenyum. "Tentu, Tuan! Sebagai Tuan rumah, saya akan mengajak anda berkeliling melihat bunga di taman ini."

"Mari!" lanjut Andini.

Mereka berdua berjalan beriringan. Dari kejauhan Silvi cemberut melihat David yang bersikap ramah kepada Andini.

"Apakah dia berniat menggoda Tuan David dengan senyumannya itu?" sinis Silvi.

Silvi mengikuti mereka dari belakang. Dia tak suka saat melihat David membuat Andini tertawa.

David benar-benar terpikat dengan keanggunan dan ketegasan Andini. Tapi, dia sadar bahwa hanya bisa sekedar mengagumi tidak dapat memiliki karena Andini milik Devan.

Silvi terus mengikuti mereka dengan mengendap-endap, hingga...

BRUKK...

"Auwh..." pekik Silvi.

Silvi terjatuh tepat di belakang mereka. David dan Andini memalingkan badan mereka ketika mendengar suara seseorang terjatuh.

David terkejut saat melihat wanita yang terjatuh tadi adalah wanita yang baru saja bertemu dengannya. Wanita yang mengaku bahwa dirinya istri kedua Devan. Tetapi tidak dengan Andini. Dia menatap tajam ke arah Silvi.

"Apa yang kamu lakukan di balik semak itu? Apa kamu mengikuti kami?" tanya Andini dengan wajah yang datar.

"Sa-saya tidak mengikuti mengikuti kalian. Saya hanya kebetulan juga berjalan-jalan di taman ini," jawab Silvi tergagap.

Andini terlihat tidak suka. Dia tau kalau Silvi berbohong.

"Kalau kamu tidak mengikuti kenapa mengendap-endap?" Pertanyaan Andini membuat Silvi gugup.

"Eh, a-anu... Saya... hanya..." Silvi tak bisa menjawab pertanyaan Andini.

"Saya hanya berniat memanggil Kakak, karena Tuan Devan memanggil."

Andini menyerngit tak suka mendengar panggilan Silvi barusan kepada dirinya.

"Apa? Apa katamu? Kakak?"

"Iya! Apa tidak boleh kalau aku memanggil Nyonya Andini dengan sebutan Kakak? Kita 'kan sudah menjadi saudara madumadu karena memiliki suami yang sama?"

David yang tidak tau apa-apa hanya melongo melihatnya.

"Apa? Memiliki suami yang sama katanya? Enak sekali dia menetapkan seenaknya seperti itu," Andini hanya bisa membatin.

"Tidak boleh!" Andini menolak dengan tegas.

"Kenapa? Apa karena Nyonya membenci saya?" tanya polos. Air matanya mulai menggenang. Raut wajahnya terlihat sedih.

"Terlepas dari aku membencimu atau tidak, itu tidak ada hubungannya." Andini berusaha bersabar dengan sikap gundik suaminya itu.

"Apa karena Tuan Devan lebih memperhatikan saya? Apa karena Tuan Devan bersikap lembut kepada saya yang membuat Nyonya membenci Silvi? Tapi, itu 'kan bukan kehendak Silvi! Hiks... hiks..." Dia berusaha membuat Andini terlihat jahat di depan David dan berusaha membuat David iba kepada dirinya.

"Bisakah kita membahasnya nanti di rumah? Sekarang masih ada tamu." Andini berusaha menahan emosinya. Bukan karena ingin membuat David terkesan. Tetapi hanya ingin menjaga attitude di depan rekan bisnis mereka. Karena kalau salah bicara sedikit saja itu bisa mempengaruhi kerjasama yang mereka jalin.

"Hiks... Hiks...!" Silvi mengeraskan tangisnya. Membuat rekan Devan yang lain tak sengaja melihat adegan bagai di dalam drama.

Dalam hati David sudah bisa menebak bahwa wanita ini orang yang manipulatif. Dia sangat terkesan dengan sikap tenang Andini menghadapi wanita kedua dari suaminya ini.

"Ada apa ini? Andini! Apa yang kamu lakukan kepada Silvi?" Devan menatap tajam ke arahnya dan semakin tidak suka saat melihat ada David di sampingnya.

"Tenang dulu, Tuan Devan!" David berusaha menengahi.

Devan semakin memandangnya tidak suka.

"Apa kamu tidak apa-apa? Apa yang sudah terjadi sama kamu?" Devan bertanya kepada Silvi dengan lembut. Berbeda ketika bertanya kepada Andini, membuat hatinya terasa sakit.

"Apa yang dilakukan Andini sama kamu?"

"Nyonya Andini menuduh saya mengikuti mereka. Padahal saya tak sengaja melihat mereka sedang berjalan berdua ketika saat itu saya juga berjalan-jalan di taman ini! Hiks... hiks...!"

Sorot mata Devan menunjukkan kemarahan.

"Apa kamu mengancam Silvi, Andini?"

"Istri anda tidak melakukan apa...." ucapan David langsung di potong oleh Devan.

"Ini bukan urusan anda, Tuan David!" Devan memandang tajam ke arahnya. "Apakah anda menyukai istri saya sehingga begitu membelanya?" sinisnya.

David tak dapat berkata apa-apa. Rumor tentang dirinya yang suka menggoda perempuan dan menyukai istri orang sudah menyebar luas. Sehingga membuat orang berpikiran buruk tentang dirinya. Padahal dia hanya berusaha meluruskan saja.

"Dan kau, Andini! Apa setelah aku membawa Silvi ke rumah ini, kau berusaha menggoda pria lain? Heh! Murah sekali dirimu!" sinisnya.

Silvi merasa sangat puas ketika Devan membentak dan menghina Andini di depan semua orang. Dengan wajah yang tertunduk, dia menyinggungkan bibirnya.

Meski hubungan mereka tidak di dasari oleh rasa cinta. Tetapi, tetap saja penghinaan itu membuat Andini sakit, sekaligus malu.

David tak menyangka, Devan dengan tega membentak dan menghina istrinya di depan semua orang, terutama dirinya. Tapi, dia juga salut dengan sikap dingin Andini yang tidak gentar sedikit pun.

"Bisakah kita membahas ini setelah semua tamu pulang, Tuan Muda? Tak baik urusan pribadi dijadikan konsumsi publik." Andini berkata dengan tenang. Dia menyayangkan sikap suaminya yang tak bisa menjaga emosi ketika di depan semua rekan kerjanya. Meski mereka tidak mendekat atau mungkin mendengar apa yang tengah Andini dan Devan bicarakan.

"Bangun, Silvi!" pinta Devan.

Silvi berusaha bangun dengan susah payah. Seakan menunjukkan begitu perhatiannya Devan kepada dirinya.

Andini memandang datar interaksi antara suami dan gundiknya itu.

"Ayo, kita masuk!" Devan membawa Silvi masuk ke rumah kedua.

David merasa tidak enak. Dia merasa masalah ini terjadi karena dirinya.

"Maafkan saya, Nyonya Andini! Karena saya... "

"Ini bukan salah anda, Tuan David. Suami saya hanya sedang banyak pikiran saja. Jadi, anda tidak perlu meminta maaf!" Andini memandang lurus ke depan, kemudian menyinggungkan senyumnya. Membuat David merasakan desiran aneh di dadanya.

"Saya ingin masuk ke dalam, menyapa tamu yang lain! Kalau Tuan masih ingin berkeliling silakan lanjutkan," sambung Andini.

Andini melangkahkan kakinya dengan anggun. Dari belakang, David memandang punggung wanita yang terlihat tangguh di luar tapi sebenarnya merasakan sakit di dalam.

****

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status