Liam berdiri di depan lobi, berulang kali melirik pada jam tangannya. Sudah hampir setengah jam ia menunggu, tapi orang yang dinanti tidak kunjung muncul. Hal itu membuat kekesalannya kian bertumpuk di dalam dada sampai ke ubun-ubun. Liam berdecak, tak bisa mentolerir lebih lama lagi. Batas kesabarannya sudah habis untuk menunggu Carla, yang entah bagaimana ceritanya bisa bersama dengan mamanya saat ini. Kalau bukan karena mamanya juga, Liam tak akan sudi menunggu begini, mungkin juga ia akan langsung memecat Carla saat di telepon tadi. "Itu mobil Nyonya Willona, Pak." Suara Putra dari samping menginterupsi Liam, menarik pandangannya menuju arah yang dimaksud Putra. Liam mendengkus pelan ketika mobil milik mamanya berhenti tepat di depannya. Lalu kaca jendela belakang turun ke bawah, menampilkan sosok mamanya yang menyunggingkan senyuman lebar."Maaf ya Liam, mama pinjem Carla bentar buat nemenin sarapan," ucap Willona, tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikit pun.Sebentar? Rasanya
Kesepian di keramaian. Mungkin itu definisi yang tepat untuk Carla sekarang. Duduk sendiri menikmati minuman bewarna merah menyala dengan rasa manis yang membekas di lidahnya. Ditemani hingar bingar musik fun yang malah terdengar membosankan di telinganya. Tatapan Carla beralih dari gelas di tangannya menuju ke arah pelaminan, memperhatikan sejenak wajah cantik mempelai wanita dengan gaun putih bagaikan princess disney. Menakjubkan!Membayangkan betapa megahnya pesta pernikahan yang diadakan di salah satu ballroom hotel ternama di kota metropolitan. Dari dekorasi sampai makanan dan pengiring musik, Carla sudah bisa menebak budget yang dikeluarkan pasti gila-gilaan dan perempuan miskin sepertinya hanya bisa bermimpi untuk pesta pernikahan semewah ini. Ngomong-ngomong soal pesta pernikahan, sejujurnya Carla tidak mengenal siapa yang menikah. Semua orang yang ada di ruangan besar ini tampak asing baginya, bahkan ia merasa kecil di antara para tamu undangan dengan dandanan glamor ala so
Mobil Range Rover warna hitam mengkilap memasuki pelataran gedung PT. Atmajaya Karya Husada. Perusahaan yang bergerak di bidang kontruksi dan merupakan anak cabang dari perusahaan Atmajaya Group. Mobil itu berhenti di depan lobi, menarik atensi setiap mata yang memandang ketika beberapa orang berpakaian formal berjejer di depan lobi utama. Pria berpakaian serba hitam segera memosisikan diri di depan pintu penumpang, membukakan pintu untuk orang penting di perusahaan Atamjaya Karya Husada atau biasa disebut AKH. "Selamat pagi Pak," sapa pria itu dengan sopan, membungkukkan sedikit badannya sebagai penghormatan pada atasannya."Pagi," balas pria yang keluar dari mobil, ekspresinya datar. Namun, sorot matanya begitu tegas, menatap lurus ke depan seiring dengan langkah kakinya. Ia tampak berkharisma.Pria berstelan jas rapi yang membalut tubuh atletis, dipadu dengan wajah tampan, berahang tegas, hidung mancung, alis tebal dan kaca mata hitam bertengger di atas hidung menutup mata beriri
"Kamu dipecat!"Mata Carla berkedut ketika mendengar suara lantang bosnya. Seminggu, memang waktu yang singkat untuk mengenali kepribadian bosnya. Tapi dalam seminggu Carla sudah hapal kebiasaan bosnya yang sering memakai nada tinggi dan tegas. Seperti saat ini, harusnya Carla sudah terbiasa, lagipula ini bukan yang pertama kalinya ia kena semprot bosnya yang super galak itu, tapi hampir setiap hari atau bahkan setiap waktu ia kena omel atasannya. Namun, hari ini berbeda, Carla bukan hanya kena omel, tapi juga nyaris kena serangan jantung karena ucapan lantang yang bosnya lontarkan. Dipecat! Carla tidak menyangka jika dirinya akan menjadi korban kebiadaban seorang Liam seperti pegawai-pegawai sebelumnya yang juga dipecat tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan. Enggak! Aku nggak boleh dipecat! Aku nggak boleh jadi pengangguran lagi! Carla menjerit frustrasi dalam benaknya, memikirkan nasib ke depannya jika ia sampai benar-benar kehilangan pekerjaan ini. Meskipun ia tahu kesalahann
Carla duduk tertunduk seraya meremas-remas jemari tangannya yang basah berkeringat. Di hadapannya duduk Liam dan mamanya yang sedari tadi melemparkan sorot menyelidik kepadanya. Entah pikiran macam apa yang bercokol di dalam kepala wanita paruh baya itu, setelah pengakuan konyol sepihak yang dilakukan oleh bosnya dan yang pasti Carla tahu kalau sesuatu yang sangat buruk akan menimpa dirinya setelah ini."Dia yang duluan mencium Liam. Padahal Liam sudah bilang buat nggak cium-cium di tempat sembarangan. Harusnya kamu bisa lebih menahan diri lagi, Carla. Lihatlah, gara-gara ketidaksabaran kamu, kita jadi ketahuan, kan."Jantung Carla rasanya seolah akan berhenti berdetak ketika mengingat kembali fitnah keji macam apa yang dilayangkan bosnya kepada dirinya. Mencium? Yang benar saja! Seumur hidup, bahkan Carla belum pernah berciuman, apalagi sampai nekad mencium atasannya sendiri. Itu sangat tidak masuk akal, harusnya nyonya Willona tidak mempercayai omong kosong itu, tapi sepertinya wani
"Jadi dia calon istri kamu?""Hubungan kami memang lebih dari sekedar atasan dan karyawan, kami diam-diam berkencan di luar kantor. Tapi untuk menikah, kayaknya masih terlalu dini.""Banyak alasan, kalau kamu cuma mau main-main, jangan sia-siakan waktu orang lain. Lebih baik kamu akhiri hubungan kalian, kakek kasihan sama wanita ini, harusnya dia mencari pasangan yang akan membawanya ke pelaminan, bukan hanya dijadikan kedok semata!""Kakek tenang saja, waktu yang Carla habiskan bersamaku tak akan jadi sia-sia. Lagipula bukannya aku tak mau serius sama Carla, aku hanya tak mau terburu-buru menikah. Hubungan kami juga baru dimulai secara resmi, jadi tolong beri kami waktu.""Satu bulan! Kalau satu bulan kamu masih tidak mau menikahinya, lebih baik kamu lepaskan dia. Biarkan dia bebas menentukan jodohnya sendiri. Jangan kamu tahan tanpa punya harapan akan masa depan! Baik kakek ataupun papa kamu, tidak ada yang mempermainkan wanita. Jadi jangan rusak tradisi keluarga kalau kamu hanya in
"Kondisi pasien kian memburuk. Pasien tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk melakukan tindakan operasi pengangkatan tumor. Kita harus sesegera mungkin melakukan operasinya."Ucapan dokter beberapa saat lalu masih terngiang-ngiang jelas di pikiran Carla. Bagaimana dokter menjelaskan kondisi ibunya yang sempat mengalami penurunan kesadaran, efek dari penyakit yang dideritanya. Kanker otak stadium II! Tidak pernah Carla bayangkan sang mama akan mengidap penyakit ganas mematikan tersebut. Dua minggu sebelumnya ia membawa mamanya ke rumah sakit karena mengeluh sakit kepala yang tidak sembuh-sembuh dan terakhir kali beliau juga sempat mengalami penurunan kesadaran. Saat itulah Carla baru mengetahui bahwa mamanya mengidap kanker otak stadium II dan dokter menyarankan agar segera dilakukan operasi pengangkatan tumor. Namun, waktu itu Carla terkendala biaya. Tabungannya hanya cukup untuk membayar biaya rawat inap dan pemeriksaan awal. Sedangkan untuk operasi pengangkatan tumor membutuhk
"Liam, kamu di mana sekarang?" Suara nyaring sang mama memenuhi seisi mobil, ketika panggilan itu Liam loud speaker karena dirinya harus fokus mengemudi. "Jawab Liam, di mana kamu sekarang? Bisa-bisanya kamu kabur setelah membuat keributan?"Keributan? Liam memutar bola mata malas. Ia tidak merasa membuat keributan, malah dirinya baru saja membuat pertunjukan spektakuler. Ya, walaupun pertunjukan dadakan itu di luar skenarionya. Seandainya saja wanita licik bernama Andita Salim itu tidak memprovokasi dirinya dengan menyulut percikan api lebih dulu, maka Liam tidak akan menyiramkan bensin lebih banyak. Tentu saja pertunjukan itu tidak akan pernah terjadi, pertunjukan yang sekarang sukses jadi headline berita di mana-mana. "Liam!" Suara sang mama kian melengking, deru napasnya terdengar memburu menunjukkan betapa emosinya beliau saat ini. "Kamu dengar mama nggak sih?"Liam menghela napas kasar, lalu menjawab, "Lagi di jalan, Ma. Bentar lagi Liam ke situ.""Kamu sudah antar Carla pulang