Share

3. Provokasi Salsa

"Hahaha! Pengemis cinta adalah julukan paling pas buat dia!"

Denita yang baru saja tiba di rumah, dan sedang melangkah menuju anak tangga, sayup-sayup mendengar suara Salsa dari arah meja makan. Tadinya Denita ingin mengabaikannya. Dia tidak mau tahu dengan siapapun wanita itu berbicara. Akan tetapi, baru setengah anak tangga dia pijak, suara Salsa telah lebih dulu mengintrupsinya.

"Masih punya nyali juga kamu untuk kembali!" sindir Salsa.

" ... "

Denita terdiam sengaja tidak menanggapi. Dia sudah terlalu lelah untuk menarik urat dengan Salsa di jam sekarang ini.

"Coba kamu lihat sekeliling kamu! Tidak ada yang peduli sama kamu tuh!" lanjut Salsa memprovokasi. Nada kemenangan bahkan terdengar sangat kental keluar dari bibirnya.

" ... "

Denita masih terdiam. Tapi dari sudut matanya, dia mengedarkan pandangan ke segala penjuru rumah yang sudah gelap dan sepi. Tentu saja dia tahu bahwa tidak ada yang peduli padanya, tapi diingatkan secara gamblang seperti ini membuat hati Denita tetap sesak.

"Satu lagi yang mau aku kasih tahu ke kamu. Jangan lagi berharap pada Angga. Dia tidak akan pernah kembali padamu!" ujar Salsa dengan congkak.

"Apa maksudmu?" sambar Denita. Ada nada tidak terima yang menelusup dalam suaranya.

"Maksudku, sebaiknya kamu mundur dengan teratur. Karena selamanya, kamu tidak akan pernah bisa menang dariku!" desis Salsa.

Dia kemudian melewati Denita menaiki satu per satu anak tangga dengan sebuah ponsel yang menempel di telinga kanannya.

"Aku baru saja berbicara dengan Denita. Dia dan harapannya benar-benar lucu," ujar Salsa pada seseorang di seberang. Dia bahkan tidak segan menyebut nama Denita ketika Denita masih ada di sana.

Serangkaian perkataan Salsa membuat Denita otomatis mengepalkan jemarinya dengan erat di kedua sisi tubuhnya. Dia kemudian menatap punggung wanita yang dibencinya itu dengan penuh amarah. Giginya bahkan sampai bergemeretak saking kesalnya.

"Haahh~"

Denita menghela nafas dengan kasar. Dia tidak ingin mengakui ini, tapi selama 30 tahun ke belakang, dia memang tidak pernah menang dari Salsa. Dalam kasus apapun itu!

Walau kesal, Denita yang tidak berdaya hanya bisa menyeret langkahnya menuju kamar. Sesampainya di kamar, Denita langsung melepas pakaiannya yang kotor, lalu melemparkannya ke sembarang tempat. Setelah itu, dia segera masuk ke dalam kamar mandi. Malam ini dia berendam dengan air hangat untuk merilekskan ototnya yang sudah tegang sepanjang hari.

Disela aktivitas mandinya, Denita kembali teringat akan pertemuannya dengan Angga 5 jam yang lalu.

* * *

5 jam yang lalu,

Di sebuah kamar apartemen berukuran 27 meter persegi, Denita duduk di sebuah sofa panjang dari bahan kulit berwarna hitam sembari menyesap kopi hangatnya.

"Mas, kapan kamu menceraikan Salsa?" tanya Denita.

"Sudah empat tahun!" sambungnya mengingatkan, karena pria yang sedang ditanya tak kunjung menjawab.

Selama beberapa menit, kamar itu hanya diisi keheningan. Sambil menyeruput kopi panasnya, Denita terus mencuri lirik pada pria yang sedang duduk di sampingnya.

Pria itu terlihat begitu sibuk menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel. Entah apa yang sedang dikerjakan sampai-sampai tidak ada waktu untuk hanya sekedar menjawab pertanyaan yang diajukan padanya.

"Mas, kamu ingat? Kita pertama kali bertemu saat usiaku masih 22 tahun. Selama waktu itu, kita telah banyak merajut mimpi bersama-sama. Hari demi hari, aku pikir kamu akan menjadi sumber bahagiaku. Tapi tahukah kamu, betapa kecewanya aku saat kamu malah tergoda dengan syarat yang diberikan Ayah agar kamu setuju untuk menikah dengan Salsa?" celetuk Denita dengan lesu.

Gerakan tangan pria itu, Dermawan Anggara Sudibjo otomatis berhenti di udara ketika mendengar ucapan Denita ini.

"Aku sudah 30 tahun, kalau kamu lupa. Mau berapa tahun lagi aku harus menunggu kamu, Mas?" tanya Denita menuntut kepastian.

Tidak ada lagi unsur kesabaran yang terdengar dalam nada suaranya. Denita sudah terlalu muak untuk terus menjadi simpanan.

"Haruskah kita akhiri saja hubungan ini?" tanya Denita lelah.

"Nit!" seru Angga.

"Jangan begitu dong. Kamu 'kan tahu bagaimana posisi aku," ucap pria itu dengan suara yang dibuat sangat tak berdaya.

Denita menghela nafas dengan kasar. "Aku tahu!" sambarnya sambil mengangguk cepat penuh ketidaksabaran.

"Tapi aku juga tahu, kalau saja kamu bisa tegas mengambil keputusan, kita tidak akan sampai pada titik ini," lanjut Denita tidak terima.

Angga dengan cepat mengangguk setuju. "Aku tahu. Dan aku juga minta maaf karena sudah menjadi pengecut," ucapnya lirih.

Angga kemudian meraih jemari Denita. Lalu dielusnya punggung tangan halus itu dengan pelan. Seolah dia sedang mencoba memberikan isyarat, bahwa semuanya masih tetap baik-baik saja. Akan tetapi, hati Denita yang sudah jenuh menolak untuk luluh.

"Maafkan aku ya!" bisik Angga dengan lirih.

Sepasang kelopak mata Denita berkedip dengan lambat. "Bukankah pernikahan kontrak kalian harusnya hanya berlangsung selama 1 tahun? Tapi kok kamu kayaknya betah banget jadi suaminya Salsa sampai empat tahun lamanya?" tanya Denita tanpa menanggapi permintaan maaf Angga.

"Kamu tahu jawabannya, Nit. Karena aku masih butuh dana besar untuk membangun perusahaan sendiri," jawab Angga retoris.

Denita semakin menggulung matanya jengah mendengar alasan ini.

"Nit, kamu tidak perlu terlalu khawatir. Kamu tetap menjadi satu-satunya wanita yang aku cintai," gombal Angga dengan lancar.

Namun, tidak peduli kata-kata penghiburan seperti apa yang diucapkan pria ini, kegundahan di hati Denita tetap tidak bisa surut. Menurutnya, hubungan mereka saat ini sedang berjalan di atas seutas benang tipis yang bisa putus kapan saja. Sangat mengkhawatirkan!

"Aku tetap butuh kepastian!" ucap Denita tetap bersikukuh.

"Haaahh~"

Angga menghembuskan nafas pelan tak berdaya. "Setelah proyek kali ini selesai. Aku akan langsung menceraikan Salsa!" putus Angga.

"Benarkah?" tanya Denita sedikit skeptis.

Angga mengangguk pelan. "Hm," gumamnya sambil mengelus rambut Denita dengan penuh kasih sayang.

Walau keraguan masih membayangi hatinya, Denita tetap menyunggingkan senyum lebar. Dalam waktu singkat, dia memutuskan untuk berpegang pada harapan setipis kertas ini.

"Kamu janji?" Denita kembali mempertanyakan keputusan Angga.

"Janji!"

"Thank you," ucap Denita dengan perasaan yang sedikit lebih lega. Hanya sedikit!

"Apaan sih!" dengus Angga sambil menoyor jidat Denita dengan pelan.

Angga melirik pada jam dinding yang ada di dalam kamar, kemudian berucap. "Udah malem. Hari ini kamu pulang duluan, ya. Aku harus balik ke kantor buat lembur. Setelah semua urusan di kantor selesai, aku janji bakal langsung ceraiin Salsa," Angga mengulang kembali janjinya sembari merengkuh tubuh Denita ke dalam pelukannya.

Denita yang berada dalam dekapan hangat Angga mengangkat kepalanya pelan. Dia menatap senyum lebar yang menenangkan, dan tidak pernah berubah yang disematkan pria ini untuknya.

"Love you," bisik Denita lirih.

"Love you too," balas Angga. Dia tidak lupa mendaratkan kecupan hangat pada dahi sang wanita terkasih.

"Udah. Jangan terlalu banyak dipikirkan!" hibur Angga.

"Hm," gumam Denita.

* * *

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status