Share

Bab 2. Kakak

"Lukman, biarkan karyawan istirahat dulu, aku juga mau makan, aku ajak adikku."

Lukman hanya mengacungkan jempolnya tanda mengerti.

Laras terus mengikuti Ardi yang juga adalah kakak iparnya. Kali ini, mereka makan siang di sebuah warung kecil, namun bersih dan makanannya tergolong enak. Walaupun Ardi adalah seorang koki namun, dirinya pun sering menikmati semua makanan buatan orang lain.

semua berlalu biasa-biasa saja.

***

"Nggak bisa Mah, bulan ini aku banyak pengeluaran, kayaknya nggak bisa bantu deh, Mama jual apa dulu,kek."

Akhirnya, pembicaraan lewat telepon itupun berakhir.

Wanita bertubuh langsing, wajah oval, berambut panjang, nampak mengembuskan napasnya pelan.

"Siapa? Mama kamu lagi? Minta uang lagi?"

"Iya, Den, entahlah, mengapa juga aku selalu menjadi tumpuan keluargaku, padahal ada Laras yang juga sudah kerja."

ungkapnya.

"Sudahlah, nanti aku bantu. Mintalah dulu pada keuangan, tapi ...."

Wanita itu tersenyum sumringah, lelaki berkacamata, ini betul-betul royal pada wanita bernama Puspa ini.

"Benar kah?"

"Asal ..."

"Asal apa?"

"Biasa temani aku makan malam, Deal?"

Puspa tersenyum dan mengangguk pelan. Gila., nih orang. udah tahu aku sudah nikah, tali masih juga peduli banget denganku, pikir Puspa dan kembali ke tempat duduknya. Rok spannya agak tersingkap sedikit, agaknya, tangan lelaki itu sudah lama terparkir di lahan yang mulus milik Puspa.

***

"Mas Ardi aku pulang terlambat ya, maaf meetingnya belum selesai." Begitu Puspa membuat voice mail untuk suaminya.

Sore terlihat syahdu, warna semburat orange di ufuk langit membuat dua insan tersebut terbuai dalam suasana.

Denny, bos dari Puspa. walaupun, 10 tahun usianya di atas Puspa, namun tak terlihat berusia 40 tahun lebih.

"Kita ke Anyer, yuk. kayane enak tuh, di situ tuh ...." Denny mengedipkan sebelah matanya.

Puspa tersenyum, "Ayok, tapi malam ini nggak bisa nginep, kita langsung pulang ya?"

"Oke, sayang."

Denny yang bertampang baby face langsung mengecup pipi Puspa. Keduanya pun berlenggang pergi dari kantor.

Suara mobil Denny menderu pelan membelah jalanan yang tak begitu macet.

Entah salah siapa? keduanya sudah dalam posisi berumah tangga, Denny, status pimpinan direktur, beristri cantik, kurang apa lagi. Punya dua putri yang sudah beranjak dewasa. Secara materi sudah lebih dari cukup. Namun kebutuhan biologisnya masih kurang terpuaskan. Hingga, Puspa yang notebene karyawan yang loyalitasnya tinggi. Setiap pertemuan membuat mereka semakin akrab. Puspa haus akan kemewahan, impiannya belum terwujud, sementara suaminya sepertinya bertambah dingin saja padanya. Apalagi tuntutan dari keluarga suami yang selalu menanyakan anak. Ah, Puspa jadi tak berselera bila berhubungan dengan suaminya. Bukan kenikmatan yang didapatnya, malah tuntutan yang tak bisa dia penuhi.

Lagi-lagi, Tangan Denny selalu membuatnya dirinya nyaman, entahlah, walaupun mereka tak pernah berbuat lebih.

Hanya usapan-usapan nakal saja. Terkadang pun, Puspa yang ingin merasakan tangan kekar itu memanjakannya.

Seperti kali ini, tangan Denny tak pernah lepas dari paha mulus milik Puspa. Terkadang jari jemari Denny, menyentuh gundukan yang masih berbalut kain. Hanya mengelusnya saja. Setelahnya mereka saling pandang lalu tersenyum.

Ah, cinta macam apa ini.

***

"Aaahhg!" jerit Laras keras dari kamar mandi.

"Kenapa Ras?" tanya Mama kaget.

"Anu, Mah ... ada kecoa! Aaaa!" Laras menjerit lagi.

"Mama! tolong Ma! kecoanya ada dua! "

"Ardi, tuh ada Kecoa, hiiii ...' Mama sudah lari menyelamatkan diri masuk kamar dan menutupnya rapat-rapat.

"Ahhh ..." Ardi kaget luar biasa, pasalnya Laras, lari ketakutan dan menabrak dirinya.

Dalam keadaan bugil!

Sementara itu, jauh di sebuah tempat, nampak, seseorang lelaki perlente duduk di belakang meja kerjanya. Dua orang bodyguardnya ada di samping pintu masuk.

"Bos, kira-kira apa masih bisa 'on'?" tanya seseorang yang berada di depan lelaki perlente itu.

"Hem, kau tahu, sebenarnya hanya ada satu yang bisa melakukan ini semua. Dia jagonya. Tapi sayang, dirinya sudah berjanji padaku tak akan kembali lagi."

"Siapa dia, bos. Apa perlu aku cari?"

"Tidak, aku pun sudah berjanji padanya, tidak akan mencarinya. Apa lagi aku –

aku sudah pernah menorehkan luka di hatinya."

Kedua lelaki yang usianya sangat berbeda itu terdiam , tenggelam dalam pikirannya masing-masing.

"Aku akan coba mencarinya, bos."

Bos besar itu menggelengkan kepalanya.

"Dia bukan orang yang gampang kau bujuk."

"Benarkah, aku penasaran Bos."

"Ha ha ha , simpan rasa penasaranmu. Dia bukan tandinganmu." Bos besar masih tetap tertawa. Tawanya terdengar meremehkan lelaki di depannya.

"Sudahlah, tak perlu di cari. Kini, aku mau lihat kiprahmu, Sudah aku beri fasilitas banyak untukmu, Termasuk satu perusahaan, apa sudah menghasilkan ?"

Pertanyaan itu justru membuat lelaki itu nyengir, "Beri saya waktu, untuk laporan Bos."

Lagi-lagi ada gelak tawa dari bibir gelap milik bos besar.

"Pergilah! kau membuatku mual saja. Aku tunggu janji laporanmu."

Tak lama, lelaki berjas itupun keluar dari ruangan tersebut. Sepeninggalnya.

"Awasi terus anak konglomerat itu. Cuma lagaknya saja yang belagu. Aku curiga, nanti malah usaha kita terciduk."

"Baik, Bos." ucap kedua bodyguard bebarengan.

Bos besar tersenyum, dan kembali menghisap kuat-kuat cerutunya.

***

Dalam, kamarnya, ibu Kartika, masih asik menghitung uang hasil pinjaman dari salah satu temannya.

"Hem, bisa untuk satu babak. Aku tuh gemes, Sama ci Amay. Awas lu ci. ntar uang lu yang pindah ke tangan gue." katanya bermonolog pada diri sendiri.

Tak menyadari, sudah terjadi kekonyolan antara anaknya dan menantunya.

Tak lama, ibu Kartika menelepon seseorang, lalu asik berbincang lama terkadang tertawa bahagia.

"Bagaimana, ci? jadi kan?"

"Jadi lah. Eh, ajak orang lain lain, satu orang Lima ratus,"

"Ah, yang bener? oke aku nanti ajak temenku."

Tak lama, sambungan telepon itupun berhenti.

Kembali ibu Kartika, menghubungi seseorang lagi.

"Besok ya. jangan lupa." katanya lantang di ponselnya.

Wah beres deh, Hem ... apa lagi ya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status