"Ya ampun ranjang ... ranjang ... aku butuh ranjang." Cherry berjalan limbung setelah membuka pintu apartemen.
Menggeret langkah terasa berat masuk ke dalam kamar melempar tubuh ke atas ranjang, naikkan kaki langsung menutup mata dan terlelap. Alunan dengkur halus gadis manis terdengar. Wajah lelah Cherry tak bisa lagi disembunyikan. Bekerja di kantor Ares memang tidak sulit atau juga sesederhana yang dilihat kasat mata. Membersihkan ruang kerja luas ditambah kamar pribadi bos membutuhkan tingkat ketelitian, kesabaran dan kebersihan super ekstra.
Ada beberapa barang pecah belah, yang Cherry yakini seratus triliun persen itu bernilai selangit. Cherry perlu berhati-hati bergulat dengan barang mewah di sana. Salah sedikit uang gajinya tidak akan cukup untuk ganti walau satu barang. Ditambah tiga hari ini setiap malam hampir menjelang waktu rebahan. Gadis manis selalu mendapat telepon dengan alasan yang sama, terpaksa datang ke rumah super m
"Jelaskan!?" suara baritone sedang Ares terdengar mendesis sinis, tak ubah seperti pemburu berdarah dingin pada malam hari. Tipis, berbisik dan menikam. Habislah aku. Tenang, aku hanya perlu bicara, 'kan? Tubuh si gadis tiba-tiba merinding, berdoa dalam hati mengatakan pada bintang di langit jika Cherry mati malam ini tolong dimakamkan di sebelah sang ayah. Hah, percuma. Cherry gelisah menatap lurus obsidian si bos tampan lamat-lamat. Si gadis memaksa masukkan liur ke dalam kerongkongan telah aus. Cherry sangat paham mendengar suara Ares saat ini, papa tampan terlihat sedang menahan marah serta kesal setelah tahu kebenaran kalau ia sengaja matikan ponsel. Bukan salah Cherry juga, seharusnya si bos papa muda itu tahu batas dan beri Cherry waktu sekadar menyenangkan diri. Sekarang apa yang harus dijelaskan? Bukankah pria itu yang lebih wajib menjawab pertanyaan darinya tadi sore saat mereka berada di dalam mobil. Kenapa jadi berbalik? Oh, kau lupa
I hate monday. Tiga kata mengandung kesumat yang selalu dilontarkan anak sekolah ataupun para pegawai. Hari senin pagi seharusnya disambut dengan hangat serta semangat. Bagi sebagian pekerja menjalankan tugas di hari minggu pertama sangat berat. Lebih-lebih bagi mereka yang memiliki sangkutan, bermasalah dengan laporan atau dokumen diakhir pekan, bisa jadi itu awal mula I hate monday tercetus sebagai hari sial. Hari buruk dan serasa ingin melompati langsung menuju ke hari selasa, itupun kalau bisa. Baru saja Cherry menginjakkan kaki sampai di lobi gedung perusahaan. Kehadiran si Gadis lebih dulu disambut sorot mata tidak bersahabat dari para karyawati yang telah lebih dulu datang. Setiap pasang bola mata dari mereka seolah mencecar Cherry untuk bicara. Bicara apa? Paham perkara saja tidak? Memang apa yang sebenarnya terjadi? Bak air tenang di lautan Cherry tetap melangkah tanpa gemetar, berusaha tidak terprovokasi keadaan yang saat
"What the hell did you do to her," Suara lengkingan omel wanita paruh baya memecah menit-menit sunyi dalam kamar sepi Ares. Terry datang dengan raut murka serta mengumpat. Ares menutup mata hitungan kedip kejut. Seseorang datang membuka pintu kamar kasar dan marah-marah. Papa muda sedang menikmati wine kesukaan dan duduk dekat jendela terbuka. Papa muda menoleh manik hitam pekat miliknya menyorot datar pada sang Ibu. Bingung, tak juga mengerti. "Kau yakin tidak mengerti?" Dua sudut bibir Ares tertarik ke bawah lalu angkat bahu malas sama sekali tidak mau tahu. Terry menekan pelipis lantas bertolak pinggang, buang tatapan ke segala arah lalu menghela napas kecil. Sesaat amarah dalam diri redam dan Terry kembali menatap sang Putra sedang asyik mencumbu pinggir gelas menyesap wine candu. "Kau meninggalkan Early kemarin di mall. Pria macam apa dirimu? Di mana tanggung jawab ...." "... apa aku yang mengajaknya? Apa aku juga me
Kalian pernah menemui situasi di mana rencana yang telah disusun matang harus gagal dan tak pernah terwujud? Lalu menjadi sebaliknya kala rencana dadakan justru membuahkan hasil dan sukses di atas rata-rata. Wajah Ares berbinar, kali ini ia merangkai sendiri alur cerita tanpa sebuah rencana. Tanpa berbelit-belit memikirkan apa yang akan mereka lakukan nanti kala sampai tujuan. Oh, konyol, seperti punya nyali saja! Jelaga hitam Ares menilik Cherry sesaat, menggeleng kecil kala ia menemukan Cherry tampak gelisah menggigit bibir bawah dengan menarik napas berat. Bukan kemauan Ares juga lantaran maniknya bergulir memperhatikan bibir ranum itu tergigit. Rasa manis dari ciuman sepihak kemarin masih membekas dan ingin terus membelai bibir tergigit di sampingnya. Ares tersentak. Kepalanya kembali menggeleng kuat. Hah, fokus Ares! Berbisik pada diri untuk tak hilang kendali saat menyetir. Setelah pertikaian di kantor, eh, salah mungkin lebih (ke) Ares yang senan
"Kau tidak ingin bertanya?" Cherry mengusap pipi basah, menarik napas manakala tatapan manik hitam Ares kini terlihat lebih teduh. Gadis itu merasa lucu dengan suasana ini juga kondisi mereka berdua sekarang. Di dalam kamar pribadi hotel mewah milik bos muda tampan ini sama saja sedang berusaha saling mengakrabkan diri, dan konyolnya mereka bukan siapa-siapa atau sedang menjalin hubungan dalam konteks serius. Mereka hanya dua manusia yang pernah bertemu sekali di rumah mendiang sang Ayah, tanpa sengaja berjumpa lagi saat gadis itu melamar lantas menerima Cherry sebagai karyawan di perusahaan. Dan pada saat ini, duduk berdua di sofa mini saling berdekatan. Yang lebih absurd ketika Cherry menceritakan tentang keluarganya, padahal sebelum ini mereka tak pernah dekat. "Apa saja?" tanya Cherry santun masih mengatur napas. Takut dinilai tidak sopan. Bagaimanapun pria di sampingnya ini adalah bos besar di perusahaan tempat ia bekerja. "Hn," ambigu Ar
"Ares," Suara wanita paruh baya mengalun heran, mengerut alis dalam serta manik mata bergerak menatap dua insan di hadapan secara bergantian. Tatapan sinis serta jijik dialamatkan Merlin untuk gadis tepat di samping Ares. Wanita paruh baya itu sendiri tidak menyangka bertemu dua orang yang sangat ia kenal di area parkir hotel setelah acara makan malam bersama kerabat dekat. Tentu saja buah pikiran negatif Merlin melayang jauh di luar kepala. Dua insan keluar dari hotel menjelang hampir tengah malam. Oh sudah pasti, ibu dari Early membayangkan hal-hal yang biasa terjadi dikalangan para pengusaha dengan seorang wanita bayaran. Cih. Ah iya benar, dia jalang kecil sialan! Kemudian memaki laknat dalam hati wanita paruh baya. Satu tangan Merlin mengepal di sisi tubuh. Ia harus tetap tenang. Cherry tidak kalah terkejut, menahan napas kala manik gadis itu bertemu manik hijau milik sang Ibu. Sangat dingin serta kejam seolah mampu menikam
Sinar bulan telah menyingkir, bergilir tipis-tipis menjadi cahaya hangat mentari pagi. Embun pagi masih menempel pada jendela maupun dedaunan. Dua sudut bibir Cherry bergeser sempurna menyapa langit cerah. Merentangkan tangan ia menarik napas dalam menikmati udara segar menyapa masuk melalui lubang hidung, melewati kerongkongan sampai ke paru-paru. Hah, sangat nikmat dan lega. Paru-parunya kembali bersih terasa ringan. Manik Cherry berbinar mengikuti arah tamu imut tak diundang pagi ini. Kupu-kupu mungil cantik berwarna jingga mampir, hinggap di tepi meja samping tas kerja Cherry. Gadis manis itu melangkah mendekati meja samping ranjang meraih ponsel. Buka aplikasi kamera dan klik .... "So pretty." Senyum Cherry kian merekah sempurna. Membuka aplikasi Stargram upload foto cantik tersebut dengan caption 'nice morning, keep smile!'
Ares mengurut kening. Rapat pertemuan dengan para investor kali ini cukup menguras pikiran. Perbandingan rasio yang akan perusahaan raih pun tidak sesuai. Pintu ruang kerja terbuka, Cherry datang membawa kopi pesanan. "Silahkan," ucap gadis itu sopan setelah menaruh kopi. Tangan Ares terulur mencengkeram gagang cangkir, menyeruput cairan pekat sedikit demi sedikit. "Cherry," panggil Ares. Gadis menoleh, sempat merasa aneh saat namanya dipanggil oleh bos besar. Ini kali pertama Ares menyebut namanya. Selama ini Ares tidak pernah memanggil nama. "Ya, kau perlu sesuatu?" tanya Cherry lemah lembut. Kepala Ares terangguk sekali. "Ambil dokumen serta catatan hasil rapat tadi di ruangan Luke?" Cherry mengerjab mata, kalimat yang baru saja ia dengar begitu adem di telinga. Bukan sebuah perintah mutlak menyebalkan seperti biasa. "Kamu baik-baik saja?" Tentu Cherry harus bertanya. Apalagi melihat raut kusut bos Ares