Terry tampak gelisah. Kaki wanita paruh baya itu tidak henti menyapu marmer pada jejak yang sama. Menggigit kuku jari telunjuk polos tanpa pewarna, sesekali Terry menoleh berharap seseorang yang ia nantikan muncul dari balik pintu utama.
"Apa benar, ya?" monolog Terry, membuang napas halus.
"Percaya atau tidak ya?!"
Wanita paruh baya di sana terlihat bimbang mengenai ucapan sang suami.
Terry sempat memasang wajah sangar kala James tiba-tiba membangunkan dirinya untuk terjaga sesaat dan menunggu pria itu kembali ke rumah. Tentu saja bukan hal mudah untuk James langsung keluar rumah begitu saja mengingat langit di luar masih tampak sangat gelap, yang lebih utama, besok adalah hari penting untuk putra mereka.
"Bagus, kau ingin lepas tangan atas nasib putramu sekarang."
Kalimat ketus istri tersayang langsung hinggap ke telinga tepat setelah kelopak Terry terbuka, serta-merta menyidik sinis penampilan rapi James dari atas sampai bawah
Kalian pasti mengenal kata euforia, bukan?! Salah satu aksen wujud nyata sebuah kegembiraan tak terbatas, bersemangat, bergairah dan ... ah, tentu saja sangat intens. Kali ini euforia datang secara mendadak kelewat serius sampai si Pemilik ikatan dibuat canggung serta linglung. Kebahagiaan dari komitmen lembaran baru singgah menyapa Ares Allan yang berhasil memberi gelar gadis pujaan bernama Qyana Thomas sebagai istri sah miliknya, memberi warna juga bentuk lain memaknai kisah mereka di atas kanvas bernama takdir yang mengharukan. Detik menjelang kebahagiaan lidah Ares nyaris terkilir melecut kata penolakan. Sungguh papa tampan merasa bersyukur mampu mengendalikan diri. Beralih pada Cherry, gadis bernama asli Qyana Thomas sempat salah tingkah mendapati detik demi detik dalam hidupnya digulung ombak kebahagiaan kental. Cherry hampir tidak percaya, mendapat hadiah terbaik di hari yang tidak pernah ia duga. Yah, kedua insan di sana masih semp
Suara tawa renyah Prime mengudara lantas menjerit kuat saat manik anak laki-laki itu melihat mommy Cherry berdiri di ujung tangga. "Mommy, I miss you," kata bocah laki-laki itu berjalan setengah berlari dikuti Rira dari belakang yang tampak ketakutan kalau Prime akan terjatuh. "Oh, ya Tuhan, hati-hati!" Kekehan kecil Cherry terdengar berselisih dengan rasa khawatir saat ia menyambut suara serta tingkah lucu Prime, membawa anak laki-laki itu ke dalam dekapan. "Me too, handsome," Cherry menoel hidung kecil Prime dan bocah itu tertawa riang. Ares tersenyum menawan, mencium gemas pipi Prime sebelum mengeluarkan protes. "Sama Daddy tidak rindu, ya?" Lucunya Prime menggeleng lantas menjawab dengan suara belepotan ala-ala anak seusianya. "I'm not miss you," Ares menutup wajah berpura-pura menangis sedih. Prime yang kala itu dalam gendongan Cherry mencoba meraih jari besar Ares bermaksud menjauh tangan besar itu dari
Lantas kala kebahagiaan mengalir deras mampu menampilkan senyum dalam arti sesungguhnya. Cherry tidak lagi merasa sendiri ataupun kesepian jika ia berada di tengah keluarga. Cherry bisa merasakan cinta serta kasih sayang tulus dari kedua mertua, Lina juga lainnya. Seiring waktu bergulir kegiatan Cherry semakin bertambah, selain menjadi ibu rumah tangga, Cherry disibukkan sebuah bisnis kosmetik dengan Brand 'Queen Cherry' dan telah tersebar di beberapa negara. Sedikit cerita, dua Minggu setelah menikah Cherry meminta izin pada Ares untuk pergi ke Miami dengan alasan ia masih memiliki kontrak kerja sama dengan beberapa produk iklan serta ada satu dari perusahaan ternama. Cherry tahu konsekuensi yang ia dapat pasti akan sangat merugikan, juga harus membayar ganti rugi. Terlebih sepengetahuan Cherry anak magang ataupun model yang telah menandatangani kontrak tidak boleh menikah sampai batas waktu yang ditent
New York, 30 June. "Ia butuh seorang ibu." Suara wanita paruh baya terdengar sendu, menutup pintu lalu mengayun kaki mendekat ke ranjang box sang cucu. Ucapan sang Ibu membuat si Pria tampan melirik melalui ekor mata lantas menghela napas kecil. Usapan punggung jari lembut papa tampan pada pipi seorang anak laki-laki kecil sedang tertidur pulas terhenti. Papa muda meluruskan punggung, berdiri tegap kemudian berpaling memandang sang Ibu. Tatapan penuh iba wanita paruh baya curahkan pada cucu tersayang. Perasaan getir langsung merayap dalam hati, ia menangis tepat di samping putranya. "Kenapa harus?! Rasanya sangat sakit harus melihat cucuku tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu. Cucuku tersayang. Cucuku malang tak pernah menginginkan takdirnya seperti ini." Mengusap pipi basah saat air mata terus turun tanpa bisa wanita paruh baya kendalikan. "Kumohon jangan berpikir jauh, Bu! Biarkan cucu kesayangan ibu tidur tanpa mendengar keluh kesahmu. Beri anakku waktu lepas guna istirahat,
"Bagaimana pasti tidak diterima? Aku benar, 'kan!"Baru saja sampai rumah langsung dihadang sebuah pertanyaan yang nyaris membuat Cherry putus asa. Delapan bulan ia menganggur, pontang-panting mencari pekerjaan di kota besar sangatlah sulit. Si gadis cantik tak memiliki banyak pengalaman. Mengingat dahulu ia hanya bekerja sebagai pengantar juga pelayan makanan siap saji selama dua tahun.Helaan napas gadis itu belum lagi sempurna. "Hei, melamun saja terus jangan lanjutkan hidup jika tak mampu." Kalimat sarkastik seperti puing-puing kaca menancap tepat di ulu hati. Cherry telah terbiasa, ia hanya bisa menghela napas tanpa bisa membantah."Anak ini memang tidak berguna!" kata wanita tua lagi, selalu saja marah tanpa jeda—tanpa alasan.Tubuh Cherry lelah, ia butuh istirahat. Kakinya hampir melipir ke arah lantai dua, belum juga tiga langkah suara wanita tua itu kembali terdengar."Siapa
Ares memantaskan diri depan cermin. Si tampan memakai kemeja putih juga jas abu-abu melekat di tubuh. Membuka pintu kamar lalu turun untuk sarapan. Sampai anak tangga terakhir si papa tampan disambut tawa ceria sang putra. Senyum menawan Ares menebar warna rona merah muda di wajah para maid. Begitu dahsyat pesona papa muda. Satu kecupan hangat mendarat di pipi sang putra. Cup. "Putra tampan papa sudah bangun." Mencium gemas pipi Prime. "Daddy... daddy..." Prime tampak protes dengan kelakuan si papa tampan. "Apa dia sudah sarapan?" tanya Ares pada baby sitter. "Sudah Tuan besar tapi hanya sedikit. Selebihnya Tuan muda diberi minum jus alpukat." Jelas si baby sitter. Kepala Ares terangguk. "Pastikan gizinya seimbang. Putraku baru sembuh." Kata si Tuan tampan mengingatkan. Flashback on Hari terang berganti gelap saatnya beranjak dari tempat me
Wajah tampan Ares sedang berbinar senang. Telepon genggam masih menempel di telinga. Seseorang memberi kabar baik sampai si Tampan terus menyungging senyum menawan. "Wow, lebih cepat dari dugaan aku," kata papa tampan memberi pujian pada sahabatnya. "Pastikan dia mau datang," tetap memberi perintah mutlak tak terbantah. "Yeah, aku tunggu kabar baik darimu." Kira-kira seperti itu percakapan telepon antara Scott dan Ares. Papa tampan kembali menatap laptop. "Ares," Baru saja panggilan telepon terputus. Panggilan suara lembut malaikat tak bersayap mengusik gendang telinga. Pintu ruang kerja Ares terbuka tanpa diketuk terlebih dahulu. Menampilkan sosok sang Ibu menggendong Prime dengan dot karet menempel pada mulut bocah laki-laki itu. "Ada apa, Bu?" Ares mengalihkan fokus dari laptop di atas meja, menatap sang ibu. "Aku minta izin padamu, membawa Prime ikut bersamaku besok." Terry duduk di sofa putih ruang ke
Tiga jam berlalu. Hujan tak kunjung reda. Gigi gadis manis saling bergemeletuk, kakinya gemetar tidak bisa diam. Tangan mungil gadis itu coba merapatkan blazer basah kuat-kuat pada tubuh. Cherry mencoba hangatkan diri disela-sela kekuatan tersisa dengan wajah telah pucat pasi serta bibir bergetar nyaris membiru. "Ya Tuhan, dingin sekali," cicit Cherry merasakan tubuhnya hampir membeku, uap dingin pun menyembur dari celah bibir. Angin kencang, hujan serta suara petir mewarnai langit. Punggung Cherry bersandar, "Kapan hujan ini akan reda?" suara gadis manis putus-putus, bermonolog sendiri. Menyorot pada area jalan sekitar terlihat beberapa mobil melintas. Sadar sesuatu Cherry merogoh kantong blazer keluarkan telepon genggam. "Yah, hmm ...," lirih gadis manis menemukan layar ponsel tampak berembun dan mati. Ibu jari Cherry menekan-nekan tombol power. Berharap ponsel miliknya masih bisa diselamatkan. "Hah,