I hate monday.
Tiga kata mengandung kesumat yang selalu dilontarkan anak sekolah ataupun para pegawai. Hari senin pagi seharusnya disambut dengan hangat serta semangat. Bagi sebagian pekerja menjalankan tugas di hari minggu pertama sangat berat. Lebih-lebih bagi mereka yang memiliki sangkutan, bermasalah dengan laporan atau dokumen diakhir pekan, bisa jadi itu awal mula I hate monday tercetus sebagai hari sial. Hari buruk dan serasa ingin melompati langsung menuju ke hari selasa, itupun kalau bisa.
Baru saja Cherry menginjakkan kaki sampai di lobi gedung perusahaan. Kehadiran si Gadis lebih dulu disambut sorot mata tidak bersahabat dari para karyawati yang telah lebih dulu datang. Setiap pasang bola mata dari mereka seolah mencecar Cherry untuk bicara. Bicara apa? Paham perkara saja tidak? Memang apa yang sebenarnya terjadi? Bak air tenang di lautan Cherry tetap melangkah tanpa gemetar, berusaha tidak terprovokasi keadaan yang saat
"What the hell did you do to her," Suara lengkingan omel wanita paruh baya memecah menit-menit sunyi dalam kamar sepi Ares. Terry datang dengan raut murka serta mengumpat. Ares menutup mata hitungan kedip kejut. Seseorang datang membuka pintu kamar kasar dan marah-marah. Papa muda sedang menikmati wine kesukaan dan duduk dekat jendela terbuka. Papa muda menoleh manik hitam pekat miliknya menyorot datar pada sang Ibu. Bingung, tak juga mengerti. "Kau yakin tidak mengerti?" Dua sudut bibir Ares tertarik ke bawah lalu angkat bahu malas sama sekali tidak mau tahu. Terry menekan pelipis lantas bertolak pinggang, buang tatapan ke segala arah lalu menghela napas kecil. Sesaat amarah dalam diri redam dan Terry kembali menatap sang Putra sedang asyik mencumbu pinggir gelas menyesap wine candu. "Kau meninggalkan Early kemarin di mall. Pria macam apa dirimu? Di mana tanggung jawab ...." "... apa aku yang mengajaknya? Apa aku juga me
Kalian pernah menemui situasi di mana rencana yang telah disusun matang harus gagal dan tak pernah terwujud? Lalu menjadi sebaliknya kala rencana dadakan justru membuahkan hasil dan sukses di atas rata-rata. Wajah Ares berbinar, kali ini ia merangkai sendiri alur cerita tanpa sebuah rencana. Tanpa berbelit-belit memikirkan apa yang akan mereka lakukan nanti kala sampai tujuan. Oh, konyol, seperti punya nyali saja! Jelaga hitam Ares menilik Cherry sesaat, menggeleng kecil kala ia menemukan Cherry tampak gelisah menggigit bibir bawah dengan menarik napas berat. Bukan kemauan Ares juga lantaran maniknya bergulir memperhatikan bibir ranum itu tergigit. Rasa manis dari ciuman sepihak kemarin masih membekas dan ingin terus membelai bibir tergigit di sampingnya. Ares tersentak. Kepalanya kembali menggeleng kuat. Hah, fokus Ares! Berbisik pada diri untuk tak hilang kendali saat menyetir. Setelah pertikaian di kantor, eh, salah mungkin lebih (ke) Ares yang senan
"Kau tidak ingin bertanya?" Cherry mengusap pipi basah, menarik napas manakala tatapan manik hitam Ares kini terlihat lebih teduh. Gadis itu merasa lucu dengan suasana ini juga kondisi mereka berdua sekarang. Di dalam kamar pribadi hotel mewah milik bos muda tampan ini sama saja sedang berusaha saling mengakrabkan diri, dan konyolnya mereka bukan siapa-siapa atau sedang menjalin hubungan dalam konteks serius. Mereka hanya dua manusia yang pernah bertemu sekali di rumah mendiang sang Ayah, tanpa sengaja berjumpa lagi saat gadis itu melamar lantas menerima Cherry sebagai karyawan di perusahaan. Dan pada saat ini, duduk berdua di sofa mini saling berdekatan. Yang lebih absurd ketika Cherry menceritakan tentang keluarganya, padahal sebelum ini mereka tak pernah dekat. "Apa saja?" tanya Cherry santun masih mengatur napas. Takut dinilai tidak sopan. Bagaimanapun pria di sampingnya ini adalah bos besar di perusahaan tempat ia bekerja. "Hn," ambigu Ar
"Ares," Suara wanita paruh baya mengalun heran, mengerut alis dalam serta manik mata bergerak menatap dua insan di hadapan secara bergantian. Tatapan sinis serta jijik dialamatkan Merlin untuk gadis tepat di samping Ares. Wanita paruh baya itu sendiri tidak menyangka bertemu dua orang yang sangat ia kenal di area parkir hotel setelah acara makan malam bersama kerabat dekat. Tentu saja buah pikiran negatif Merlin melayang jauh di luar kepala. Dua insan keluar dari hotel menjelang hampir tengah malam. Oh sudah pasti, ibu dari Early membayangkan hal-hal yang biasa terjadi dikalangan para pengusaha dengan seorang wanita bayaran. Cih. Ah iya benar, dia jalang kecil sialan! Kemudian memaki laknat dalam hati wanita paruh baya. Satu tangan Merlin mengepal di sisi tubuh. Ia harus tetap tenang. Cherry tidak kalah terkejut, menahan napas kala manik gadis itu bertemu manik hijau milik sang Ibu. Sangat dingin serta kejam seolah mampu menikam
Sinar bulan telah menyingkir, bergilir tipis-tipis menjadi cahaya hangat mentari pagi. Embun pagi masih menempel pada jendela maupun dedaunan. Dua sudut bibir Cherry bergeser sempurna menyapa langit cerah. Merentangkan tangan ia menarik napas dalam menikmati udara segar menyapa masuk melalui lubang hidung, melewati kerongkongan sampai ke paru-paru. Hah, sangat nikmat dan lega. Paru-parunya kembali bersih terasa ringan. Manik Cherry berbinar mengikuti arah tamu imut tak diundang pagi ini. Kupu-kupu mungil cantik berwarna jingga mampir, hinggap di tepi meja samping tas kerja Cherry. Gadis manis itu melangkah mendekati meja samping ranjang meraih ponsel. Buka aplikasi kamera dan klik .... "So pretty." Senyum Cherry kian merekah sempurna. Membuka aplikasi Stargram upload foto cantik tersebut dengan caption 'nice morning, keep smile!'
Ares mengurut kening. Rapat pertemuan dengan para investor kali ini cukup menguras pikiran. Perbandingan rasio yang akan perusahaan raih pun tidak sesuai. Pintu ruang kerja terbuka, Cherry datang membawa kopi pesanan. "Silahkan," ucap gadis itu sopan setelah menaruh kopi. Tangan Ares terulur mencengkeram gagang cangkir, menyeruput cairan pekat sedikit demi sedikit. "Cherry," panggil Ares. Gadis menoleh, sempat merasa aneh saat namanya dipanggil oleh bos besar. Ini kali pertama Ares menyebut namanya. Selama ini Ares tidak pernah memanggil nama. "Ya, kau perlu sesuatu?" tanya Cherry lemah lembut. Kepala Ares terangguk sekali. "Ambil dokumen serta catatan hasil rapat tadi di ruangan Luke?" Cherry mengerjab mata, kalimat yang baru saja ia dengar begitu adem di telinga. Bukan sebuah perintah mutlak menyebalkan seperti biasa. "Kamu baik-baik saja?" Tentu Cherry harus bertanya. Apalagi melihat raut kusut bos Ares
Gaun indah nan mahal rancangan desainer ternama melekat pada tubuh Early. Cantik dan penuh pesona kesan yang diterima kala semua mata pria tertuju padanya, memuja si Gadis dari keluarga Thomas penuh kagum. Early memasang senyum manis layaknya bidadari. Kondisi sama selalu ia dapatkan saat sedang menghadiri sebuah pesta atau di mana saja ia berada. Sang Ibu tercinta, Merlin Thomas memberi senyum pada setiap insan menyapa. Ho... ho... tentu saja Merlin berbangga hati saat putri tercinta menjadi pusat perhatian. Ia tahu betul, banyak para pria seringkali membicarakan Early dibalik punggungnya. Early yang cantik. Early yang mempesona. Early yang sempurna. Semua kalimat berbentuk sanjungan kerap kali masuk menggelitik rungu. Lagi pula siapa yang tidak menginginkan putri cantiknya untuk menjadi pendamping hidup. Merlin bahkan beranggapan jika putri kesayangannya terlalu sempurna untuk dimiliki oleh para pewaris perusahaan
"Bagaimana tidurmu?" Ares merutuki diri saat pertanyaan aneh itu kerap muncul membayang dalam kepala dan meluncur tanpa hambatan tepat depan Cherry. Pagi ini Ares sengaja menunggu gadis manis itu depan gedung apartemen. Berangkat kerja bersama dan gugup sendiri. "Hm, yah... aku pulas." Dua insan dalam mobil itu terlihat sangat lucu. Cherry sama gugupnya. Jantung gadis itu terus meronta berdegub kencang nyaris melompat keluar. Mengerjab mata beberapa kali ia sengaja membuang manik mata ke jendela samping. Delusi hangat ciuman semalam terus mengikat dalam benak. Cherry maupun Ares sama-sama menahan degub irama lain dalam dada serta aliran darah. Ares membersihkan tenggorokan, mengerling sekilas dari ekor mata. "Kau sudah sarapan?" papa gemes mencoba membuka lagi pertanyaan dari kegiatan pagi. Cherry menoleh padanya memberi senyum singkat dan men