Pagi menjelang, Lea pagi-pagi sudah kabur ke tokonya. Di merasa sangat bersemangat. Senyumnya terus merekah mengiringi tiap langkah, melupakan kejadian dia dimaki dan disiram kuah sup.Saat toko mulai ramai dengan beberapa pembeli, Lea dan Agni juga Puspa sudah siap. Dua teman Lea bilang akan mulai pindah besok. Tadi mereka sudah mencicil membawa beberapa barang. "Kalau begitu kita harus belanja. Beli kasur sama yang lain.""Tidur di lantai juga tidak apa-apa. Yang penting tidak kehujanan sama kepanasan. Tempat itu bagus banget, bersih ada AC-nya lagi.""Yo tetap saja ndak bisa begitu. Di depan sana ada toko sayur. Kalian masak saja sendiri, kita beli kompor sama printilannya."Lea antusias sekali mencari barang yang Puspa dan Agni perlukan. Sampai dia teringat Zio. Wanita itu langsung mengirim pesan."Bolehkah aku gunakan uangnya untuk belanja?"Lea menunggu beberapa waktu, berharap Zio tidak ikut marah padanya atau sedang meeting. Tak berapa lama, satu balasan datang. Meski cuma "h
"Anda.""Kamu."Baik Lea maupun pria itu terkejut saat bertemu lagi untuk kedua kali. "Masih ingat saya?""Tuan Agra Attarva."Agra mengulas senyum. Lea masih mengingatnya. "Kebetulan lewat, lihat toko bunga, masih baru. Sekalian mampir.""Kami baru buka kemarin. Jadi bunga apa yang Anda inginkan. Semoga sudah ada," balas Lea ramah."Lyli." Agra menjawab singkat dengan Lea langsung memandangnya."Anda mau ke sana?"Agra mengangguk. Lea gegas menyiapkan pesanan Agra dengan pria itu tampak mengamati. Agra jelas terpukau dengan kelincahan dan kelihaian tangan wanita itu dalam menyusun kuntum bunga hingga membentuk sebuah rangkaian yang apik."Jika kamu memang penting baginya, tidak masalah bagiku untuk kembali menghancurkannya," batin Agra dengan senyum tipis terpulas di bibir.Masa bodoh dengan permintaan Vika yang menginginkan Lea lenyap. Agra justru ingin melihat Lea hidup untuk dia gunakan menyiksa Zio."Bunga Anda, Tuan. Semoga Anda suka. Terima kasih dan sila datang lagi." Puspa y
Dan benar saja, keesokan harinya Lea menggerutu. Dia tak bisa naik sepeda. Padahal dia sedang senang-senangnya naik kendaraan roda dua tanpa mesin itu.Dia menatap hampa sepeda hitamnya dengan bibir manyun. "Apa kubilang. Makanya jaga diri," ledek Zio meski wajahnya lempeng seperti jalan tol.Suasana rumah masih pagi, Zio baru kembali dari joging. Lea sengaja ingin berangkat pagi, dia sedang tidak ingin bertemu Inez dan Nancy. Selain itu dia juga sedang menunggu supplier bunga langganannya akan datang lebih pagi dari biasanya. Agni dan Puspa baru akan datang agak siang, mereka memutuskan pindah hari."Ayo!"Ha? Lea melongo ketika Zio tanpa ragu naik sepedanya. "Apa?""Aku antar."What? Lea tidak salah dengar? Zio mau mengantarnya."Gak! Remuk nanti sepedaku. Lihat kamu sebesar itu."Zio melirik sepeda Lea, agaknya benar. Benda itu tidak akan kuat menampung bobot mereka berdua. Zio masuk ke garasi, lalu mengambil satu motor matic. Setelah memakai helm dan masker, Zio melirik penuh ko
"Ada apa Mas Rian kemari?" Lea bertanya dengan tangan bersedekap di dada. Kenapa juga Rian ada di sini. Oh pertanyaan lebih penting, dari mana Rian tahu dia buka toko bunga di sini.Lea mendesah malas, dia sungguh ingin lepas dari Rian tapi kenapa pria itu justru makin getol mengejarnya. Bahkan sampai ke tempat ini. Bagaimana jika Vika sampai tahu, apa perempuan itu tidak makin marah padanya.Yang kemarin saja Vika sudah seperti predator menatap mangsanya. Vika bak ingin menelan Lea bulat-bulat. "Lea, kenapa sikapmu begini. Aku hanya ingin kita kembali. Beri aku kesempatan, aku minta maaf. Aku salah," balas Rian to the poin, tanpa basa basi."Mas masih tanya kenapa aku begini. Mas, kita itu sudah bercerai. Kita tidak punya hubungan apa-apa lagi. Tidak sepantasnya Mas Rian terus menemuiku, sementara Mas punya tunangan. Apa Mas gak memikirkan perasaan Vika. Tolonglah, jangan membuat masalah. Aku tidak mau kembali sama Mas, jadi jangan pernah temui aku lagi."Ucap Lea panjang kali lebar
"Zi ... eh Tuan tunggu."Gubrak! Aduh! Lea mengaduh dengan tangan menyentuh lututnya. Zio yang tadinya mau ke kamar mandi, urung melakukannya. Dia berbalik pada Lea yang terduduk di karpet.Pria itu menarik tangan Lea untuk melihat luka di lutut sang istri. "Kau itu bisa diam tidak? Ini pasti kau keluyuran waktu di toko!""Eng-enggak kok," kilah Lea."Bohong aja!" Lelaki itu lantas berdiri lalu mengambil ponselnya."Arthur kemari, langsung naik ke kamarku. Lea lututnya infeksi, kayaknya harus diamputasi."Lea memutar lehernya sangat cepat saat Zio mengatakan lututnya mau diamputasi. "Itu gak benar kan?"Zio mengedikkan bahu. Dengan Lea langsung merinding takut. Amputasi? Dia bakal tidak punya kaki. Dia akan jadi cacat. Bapak! Lea nyaris menangis mendengar kakinya akan dipotong.Lima belas menit kemudian, Lea benar-benar menangis saat pria yang Zio panggil Arthur benar-benar datang. Pria itu tanpa banyak kata memeriksa Lea. Saat Zio masuk ke walk in closet untuk berganti pakaian, Lea
"Jadi janda dua kali?" Lea menggumamkan kalimat itu untuk beberapa kali. Helaan napas terdengar mengiringi. Akan jadi apa nasibnya jika hal itu terjadi. Lea terdiam untuk beberapa waktu, sampai akhirnya dia menyemangati dirinya. Meski jadi janda dia akan memiliki tempat untuk bergantung hidup. Perempuan itu mulai bersiap untuk ke toko. Sampai saat ini, baik Nancy maupun Inez belum tahu kalau Lea punya toko bunga. Mereka tahunya Lea keluyuran tidak jelas. Walau lututnya masih sakit, Lea sudah terasa lebih baik. Hari ini rencananya ada Erna yang mengantarnya. Lea sempat berpapasan dengan Nancy yang sempat-sempatnya menyunggingkan senyum penuh kemenangan. Nancy merasa kalau dirinya masih jadi orang yang paling dekat dengan Zio. Padahal yang dia lakukan hanya menyiapkan pakaian lelaki itu. "Aku pikir kau sudah harus mendepaknya dari kamarmu. Yang dia lakukan tidak pantas." Kata Zico yang bergabung dengan Lea di tangga lantai dua. "Aku punya hak apa kalau kakakmu menyukainya," balas
"Apa kau tahu Agra mengenal Lea?" Pesan dari Zico seketika membuat Zio mengubah ekspresi wajahnya. Pria itu mengeratkan rahang dengan emosi jelas kentara di parasnya. Nancy langsung melihat perubahan itu."Ada apa?" tanya perempuan tersebut."Bukan urusanmu! Ayo Arch kita berangkat. Papa antar ya."Horeee, Arch bersorak gembira mendengarnya. Pria itu menggendong sang putra, membawa tas serta lembaran kertas milik Lea. Di belakangnya mengekor sang pengasuh Arch. Perempuan yang diam-diam memperhatikan Zio dan Arch.Pria itu melangkah keluar rumah dengan wajah kesal. Bagaimana Agra bisa mengenal Lea? Ini sungguh di luar pengetahuan Zio.Sementara itu di toko Lea, masih ada Zico yang sejak tadi beradu pandang dengan Agra. Pria yang punya tipe wajah serupa, sama-sama oriental. Zico jelas tak akan pergi sebelum Agra meninggalkan tempat itu.Tak sampai lima belas menit, Agra sudah menghilang dari pandangan Zico. "Kakak kenal dia?" cecar Zico segera.Sikap pemuda itu membuat Agni dan Puspa
"Mak-maksud Tuan apa?" Lea bertanya dengan tubuh gemetar ketakutan. "Apa kau kenal Agra Attarva?" Zio mengulangi pertanyaannya. Kali ini mulutnya sampai berdesis menahan amarah.Bukannya segera menjawab, Lea justru makin memundurkan tubuh, dia mencoba kabur dari Zio. Satu hal yang membuat Zio naik pitam hingga tanpa ragu Zio langsung mencekik leher Lea.Bisa dibayangkan bagaimana syoknya Lea sebab tindakan Zio. Perempuan itu meronta, tangan mungilnya menahan dua tangan kekar Zio."Tu-tuan ...." Lea tersengal dengan wajah merah padam."Katakan! Apa hubunganmu dengan Agra Attarva?" tanya Zio sekali lagi."Tidak ada! Kami hanya pernah bertemu di makam nyonya Nika. Setelahnya dia datang ke toko untuk membeli bunga. Tuan sesak!"Lea setengah menjerit sampai Zio mengerjap pelan, baru dia sadar dengan perbuatannya. Pria itu hanya diam sambil memandang Lea yang terbatuk-batuk karena ulahnya."Kau dilarang bicara dengannya! Jangan pernah bertemu dengannya. Aku tidak suka!" Kata Zio penuh peri
Suara "ahh" terdengar, disambut "ahh" lain yang seketika menaikkan suhu kamar Zio menjadi panas. Kian lama makin membara kala lelaki itu sukses mendapatkan apa yang dia mau.Setelah drama foreplay lumayan lama, sebab Lea masih tanggung memberi izin. Zio berhasil menyatukan diri. Lelaki itu lumayan sadar kalau Lea perlu pemanasan lebih panjang. Mengingat sang istri tak ia sentuh lebih dari delapan bulan.Ditambah Lea masih segelan kala Zio mulai menyentuhnya dan mereka tidak banyak menyatu sebelum kejadian pahit tersebut berlaku.Jadi wajar saja jika Zio seperti mendapati Lea kembali perawan waktu dia masuki. Pria itu menggeram rendah campur nikmat kala jalan yang ditapaki miliknya justru makin sempit.Nikmat mana lagi yang Zio cari. Tidak! Lelaki itu tidak mau yang lain, dia hanya mau Lea. Hanya dari tubuh Lea, Zio mendapatkan kepuasan yang tidak dia dapatkan dari mendiang istrinya.Zio tak bermaksud membandingkan, tapi begitu yang dia rasakan. Sepertinya Nika memang spesial menjadika
Dita berusaha keras mengejar Rina yang berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Rina tampak gusar mendapati Lea berada di depannya. Melipat tangan sambil memandangnya. Meski tak bicara sama sekali. Namun gesture tubuh Lea sudah menunjukkan sebuah ancaman baginya.Lea sudah tahu kalau dirinya bekerja di kantor Zio. Bukan tidak mungkin Lea akan mengusik pekerjaannya.Walau Rina benci pada Lea, tetap saja dia punya rasa cemas jika perempuan itu bakal mengganggu kehidupannya."Rin! Rina tunggu dulu! Kenapa kau sepertinya takut sekali pada Lea? Dia itu cuma perempuan tak tahu malu, tak tahu diri. Kau tidak perlu begitu.""Mama tolong diam! Mama tidak tahu siapa Lea yang sekarang!" Raung Rina begitu mereka berada di ruang tamu."Memangnya dia siapa. Suaminya pasti tak lebih baik dari kakakmu!"Rina memejamkan mata, menanamkan kesabaran agar dia tak lepas kendali di hadapan Dita. "Biar Rina kasih tahu. Mulai sekarang, jangan mengganggu Lea. Lea yang sekarang bukan orang yang bisa Ibu tindas sepe
Lea menoleh untuk melihat siapa yang sedang bicara padanya. Perempuan itu lantas tersenyum samar. Sekian lama akhirnya dia bisa bertemu kembali dengan mantan ibu mertuanya, Dita.Ibu Rian masih sama seperti dulu. Sombong, suka meremehkan orang lain. Agaknya Dita sudah menunggu lama momen bertemu Lea. Sebab Dita langsung menyerang Lea dengan cibiran pedas yang membuat kuping panas."Untung Rian langsung menceraikanmu. Jika tidak dia akan tertular sial. Asal kamu tahu dia akan segera menikah dengan Vika. Dan kau akan menyesal telah melepaskannya."Lea yang sejak tadi hanya diam, lama-lama gerah juga. Pasalnya dia tidak enak dengan staf outlet yang hanya bisa saling pandang. Bisa saja mereka menyimak ocehan Dita lantas menyebarkannya. Nama baik Zio pasti akan terpengaruh. Dia tidak mau itu terjadi. Begitulah Lea, pikiran dan sikapnya kadang bertolak belakang. Sikapnya boleh cuek pada Zio. Tapi soal kepedulian aslinya Lea menaruh perhatian penuh pada Zio."Maaf, Nyonya. Saya pikir tidak
"Selamat pagi, Nyonya."Inez meletakkan buku yang dia baca setelah Lea menyajikan teh chamomile di depannya. Perempuan itu sedikit mengamati Lea yang setelah delapan bulan lebih, nyata menunjukkan perubahannya.Baik dalam bertutur, bersikap juga berkarakter. Tentu saja dengan upgrade penampilan yang bakal membuat semua orang terpukau kala melihat Lea. Jika dulu Inez kurang menerima jika Lea bersanding dengan Zio. Sekarang semua berbeda.Perempuan di depannya punya value tinggi untuk bisa setara dengan Zio. Lea yang sekarang punya tampilan ala wanita kelas satu yang selalu tampil modis dan menawan.Lea juga punya pekerjaan yang memungkinkan Lea bertemu banyak orang, hingga Lea punya kemampuan untuk menghadapi berbagai karakter individu yang berbeda.Dibanding Nancy, Lea yang sekarang jauh lebih unggul. Ditambah Lea punya perhatian penuh pada Zio plus Lea juga dicintai oleh cucu juga dua anaknya. "Selamat pagi, duduklah. Aku ingin bicara."Lea mengangguk sopan. Lantas menempatkan diri
Lea tengah berkutat di dapur pagi itu. Zio yang masih belum merasa fit, memutuskan untuk work from home. Jadi Lea berinisiatif menyiapkan sarapan. Sebelum Zio bergulat dengan tumpukan berkas yang dibawa oleh Han.Lelaki yang langsung nyengir lebar melihat nyonya mudanya. "Pagi, Lea. Tambah cantik aja. Pantas pak bos sampai sakit mikirin ayangnya."Begitu kata Han begitu beradu visual dengan Lea yang langsung menawarkan kopi."Tahu aja, jomblo begini perlu kehangatan di pagi hari," ucap Han meletakkan berkas pekerjaan di kursi lalu melepas jasnya."Makanya buruan ajak nikah Agni. Biar ada yang ngurus," saran Lea."Kasihan si Puspa kalau Agni tak bawa pergi. Eh, tapi kemarin aku lihat ada cowok yang dekatin dia.""Siapa?" Mulailah Lea dan Han bergosip pagi itu.Satu hal yang membuat Zio geram. Dia ingin nimbrung obrolan istri dan asistennya, tapi langkahnya dijegal Nancy yang tiba-tiba muncul di hadapannya."Aku dengar kamu sakit?" Nancy berujar sambil menelisik penampilan Zio. Tampak p
Lea menoleh ke arah Zio yang setengah terpejam di kursi penumpang. Lea menghembuskan napas, kemudian kembali fokus pada kemudi yang sedang dia kendalikan.Berusaha memusatkan perhatian, nyatanya Lea tak mampu mengalihkan pikiran dari ucapan Zio beberapa waktu yang lalu. Cinta? Lelaki itu bilang cinta padanya. Lea tidak salah dengar kan?Semudah itukah Zio melupakan Nika? Setahun lalu, pria yang ada di samping Lea terlihat sangat mencintai Nika, tapi sekarang. Zio dengan gamblang menyebut mencintainya."Aku tidak tahu sejak kapan, tapi sejak aku tidak bisa melihatmu hari itu. Aku sadar kalau kehilanganmu efeknya sangat besar bagiku. Please, aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.""Tidak semudah itu Zi, sikapmu masih seperti enigma, teka teki untukku. Aku masih bingung harus menanggapi hubungan kita bagaimana. Terus terang, aku masih trauma dengan apa yang terjadi malam itu. Aku takut, semua akan terulang kembali."Lea berucap ketika lampu merah menghadang jalan mereka. Dipandanginya
"Zio ...." Dua jam kemudian, dan itu cukup membuat Lea sesak napas serta kebas merata di sekujur tubuh. Bagaimana dia tidak kesulitan bernapas ketika dada bidang penuh otot Zio menekan dadanya. Dekapan pria itu juga erat, melingkari tubuh Lea dengan sempurna. Belum lagi posisi kaki Zio yang seketika membuat Lea tak berani bergerak. Dia takut salah sentuh dan berakibat fatal, bisa bahaya kan kalau sang suami memaksanya. Bukannya tidak mau, tapi ... entahlah. Lea agaknya perlu waktu untuk kembali membiasakan diri akan kehadiran Zio di sekitarnya. "Zio ...." Lea memanggil lagi, tangan Lea bergerak sepelan mungkin, mengecek dahi Zio. Lumayan, tidak sepanas tadi. Dia tak punya termometer atau apapun yang behubungan dengan P3K. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengurusi hal remeh berhubungan dengan kesehatan. Dan untungnya tubuh Lea bisa diajak bekerjasama. Walau diawal kepergiannya dari The Mirror, Lea sempat mengalami susah tidur. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Beruntung dia be
Lea nyaris ambruk, saat harus menopang sesosok tubuh, yang tiba-tiba terhuyung ke arahnya waktu dia membuka pintu apart-nya.Makian yang tadi siap dia layangkan mengudara entah ke mana. Berganti rasa heran melihat Zio bersandar sepenuhnya padanya. "Kau kenapa?""Pusing," balas Zio lirih. "Kau sakit?" Lea merasakan panas saat kulit Zio bersentuhan dengannya, juga napas lelaki itu yang memberi kesan terbakar.Zio tak menjawab, alhasil Lea harus bersusah payah setengah menyeret tubuh tinggi besar sang suami ke sofa terdekat."Tuan kulkas bisa sakit juga to." Kata Lea nyaris melempar raga Zio.Pria itu hanya mendengus kecil mendengar ucapan Lea. Zio berbaring telentang tanpa daya, mengabaikan Lea yang berkacak pinggang sambil menghubungi seseorang.Zio ingin mengumpat melihat Lea hanya memakai tank top dengan rok span selutut yang membalut bokong dan paha mulusnya.Istrinya kini benar-benar full perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Siapa yang tahan untuk tidak menerkamnya kala
"Bagus, jika kamu mau pergi."Nancy melotot mendengar ucapan Zio yang sama sekali tak ingin menahannya. "Kamu mengusirku?""Kau dengar aku menyuruhmu pindah. Kau sendiri yang ingin pergi." Zio benar-benar acuh pada Nancy yang berdiri gamang di depannya.Perempuan itu sepertinya memang tak punya posisi lebih dari sekedar mantan adik ipar."Dulu Nika yang memintaku untuk mengizinkanmu tinggal. Sekarang dia sudah tidak ada. Semua terserah padamu. Kau bisa tinggal, dengan catatan kau tidak boleh mengusik kehidupanku dan Lea."Zio menegaskan batasan tegas yang harus Nancy patuhi jika ingin tinggal. Perempuan itu menggeram rendah. Itu sama artinya dengan dia yang tak lagi dipandang juga dihargai di rumah itu. "Pergilah, aku sedang tidak mood bicara denganmu." Kali ini Zio mengusir Nancy terang-terangan dari ruangan.Lelaki itu mendadak pusing dengan tubuh terasa tak nyaman. Zio pikir kondisinya menurun beberapa hari ini. Sejak bertemu Lea, Zio justru tak bisa tidur. Kepalanya hanya diisi