Mahardika didesak kakeknya untuk menikah dengan Eka Maheswari. Keluarga Wijaya dan Saputra, sudah sejak lama menjalin hubungan dekat. Namun, Mahardika dan Eka terpaut usia yang cukup jauh, kira-kira sembilan tahun. Pada akhirnya membuat Mahardika harus sabar menghadapi sikap Eka yang kekanak-kanakan. Momen apa saja yang terjadi di dalam rumah tangga Mahardika dan Eka?
Lihat lebih banyakSebuah foto, yang memakai bingkai sebagai penghiasnya, terpasang epik di sudut ruangan ini. Ar terus memandangi potret dirinya yang masih terlihat bocah itu.Ya, foto tersebut diambil saat ia baru saja lulus sekolah menengah pertama (SMP). Sebenarnya, bukan sosok dirinya yang menjadi perhatian, melainkan gadis mungil yang berdiri di sampingnya. Ia berangkul bahu gadis itu dan tertawa bersama.Sebuah memori lama, seketika mencuat kembali. Ada kisah menarik dan sangat indah di balik foto tersebut. Dirinya masih mengenakan seragam putih biru dan ada bekas coretan di seragamnya, akibat kelulusan yang dirayakan bersama teman-teman kala itu.Ar, tidak membayangkan kejadian saat ia dan beberapa teman saling melempar cat semprot dan blao, saat itu. Dia sedang mengingat kembali kalimat yang sempat ia ucapkan sebelum foto itu diambil.••••'Aku mencintaimu, Yu. Mau kan kamu menjadi jodohku kelak.' Ar menggenggam salah atau tangan gadis mungil yang usianya terpaut satu tahun itu. 'Aa serius, m
Sementara itu, di tempat terpisah. Masih di hari yang sama. Arkana baru saja sampai di Bandung, kota kelahirannya. Ar keluar dari mobil, sengaja ia memarkir mobilnya di tepi sawah. Kedua matanya terpejam, membentangkan kedua tangannya, kemudian menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan-lahan.Dia sedang merasakan kembali hembusan angin dari tempat kelahirannya. Tidak terasa sudah sepuluh tahun ia meninggal tanah kelahirannya guna mengembangkan diri di negeri ini orang."Heummm ... Aku merindukan angin ini," gumamnya lirih dan membiarkan hembusan angin menembus setiap pori-pori kulitnya. Cuaca hari ini sangat mendukung. Tidak terlalu panas, tapi tidak mendung juga. Memang paling enak untuk bersantai di pinggir sawah sambil menikmati pemandangan hamparan hijau pesawahan."Aa."Tiba-tiba, terdengar suara sapaan, yang sontak membuat Ar langsung menoleh."Heum ..." Kalimatnya tercekat di ujung tenggorokan. Ia langsung mengenali sosok gadis yang entah sejak kapan berada di san
Tengah hari bolong, sehabis makan siang. Dika dan Eka sudah berada di rumah. Keduanya berjalan beriringan sambil mengumbar senyum satu sama lain. "Assalamualaikum," ucap keduanya serentak sembari bergandengan tangan tak mau lepas."Waalaikumsalam," balas Bi Endang, mempercepat langkahnya, yang memang sedang berada di ruang tamu."Ibu dan Bapak sudah pulang? Bagaimana, kuliahnya, Bu? Lancar?" tanya Bi Endang penasaran.Hal wajar bagi keduanya, pertanyaan tersebut. Sebab Bi Endang sudah seperti keluarga sendiri di rumah ini."Alhamdulillah, lancar, Bi," jawab Eka penuh senyuman, sedikit melirik sang suami, yang juga menatapnya disertai anggukan kepala.Senyuman lembut itu, seolah tidak pernah hilang dari pria tiga puluh tahun itu. Eka adalah wanita paling beruntung karena setiap hari disuguhkan hal-hal sederhana, tapi sangat berkesan."Alhamdulillah, Bu. Saya senang mendengarnya. Pasti seru ya, Bu? Bisa ketemu orang-orang baru dan nuansa baru?"Pertanyaan itu, langsung mendapat angguka
Satu jam kemudian. Dika pun sudah sampai kampus. Mobilnya berhenti tepat di depan Eka. Raut wajah gadis mungil itu tampak sangat bete. Dalam satu kali lihat, Dika sudah menebak bahwasanya, mood sang istri sedang tidak baik-baik saja. Drama apa yang harus ia hadapi setelah ini?Eka pun masuk ke mobil. Kemudian duduk dan pasang sabuk pengaman. Wajahnya masih saja ditekuk seperti tumpukan pakaian di dalam keranjang. "Kamu kenapa, Dek? Gimana kuliahnya? Lancar?" cecar Dika penasaran sambil memasang senyuman tipis, seolah tidak paham dengan mood sang istri. "Udah jalan aja dulu mobilnya, entar aku ceritain," jawab Eka bernada jutek. Dika mengangguk cepat, "siap, Tuan Putri!" tambahnya penuh semangat dan sedikit menertawakan tingkah konyol sang istri.Dika geleng-geleng kepala. Tidak menampik, bahwasanya ia memiliki istri yang super manja dan terkadang menyebalkan di beberapa kesempatan. Meskipun demikian, ia tidak menyesali pernikahan ini. Menurutnya, Eka adalah wanita spesial dan ses
"Kamu jaga diri baik-baik ya, Dek. Nanti kalau sudah selesai, hubungi saya," pesan Dika terdengar berat. Saking tidak ingin berpisah, ia sampai menggenggam erat kedua tangan Eka. Ya, berat ketika harus berpisah dengan istri tercinta, padahal bukan untuk pergi jauh, melainkan untuk menuntut ilmu. Bahkan sore pun sudah bisa bertemu kembali. Eka mengangguk penuh yakin, "iya, Om. Aku akan ingat pesan suamiku tersayang," katanya kemudian sambil merapatkan giginya karena gemas dengan sikap Mahadirga yang manja."Om Dika, tenang aja. Aku pasti kabarin, kalau udah selesai kok. Sekarang Om semangat kerjanya, ya. Semangat!""Iya, Dek. Kamu juga ya. Semangat belajarnya."Muachhhhhhhhhhh!Dika mengecup kening Eka penuh kehangatan. "Udah, Om! Jangan cium-cium aku. Entar ada yang lihat gimana?" protes Eka, bernada kesal dan sedikit mendorong bidang dada suaminya, supaya lebih menjaga jaraknya.Berhubung mereka sedang berada di tempat sepi, jauh dari keramaian. Jadi, adegan tadi tidak ada yang me
Selesai sarapan. Dika pun mengecek ulang keperluan Eka untuk ke kampus. Dia mengubek-ngubek kembali ransel hitam itu."Saya sudah masukin cemilan, permen dan bekel makan siang. Kamu harus makan bekelnya nanti. Saya tidak mau, kamu jajan sembarangan. Jadi, saya sudah taruh cemilan di tas," ujar Dika dengan raut wajah serius.Eka yang memperhatikan dari jarak satu meter pun, sedikit memiringkan kepalanya. Dipandanginya terus menerus, wajah tampan sang suami. Didengarnya terus celoteh itu. Anehnya, sama sekali tidak membuat bosan atau sakit kepala."Kenapa kamu liatin saya seperti itu? Ada yang salah, Dek?" tanya Dika sedikit ketus, sebab Eka sedari tadi hanya cengengesan tanpa kata. Gerak geriknya mencurigakan dan patut untuk diwaspadai.Eka menggeleng cepat. Bukannya menjawab, dia melompat dan berlari. Memeluk Dika penuh semangat dan antusias."Aku sangat mencintaimu, Om," ucapnya kemudian."Terima kasih, suamiku tersayang," tambahnya dengan nada suara manja, seperti yang biasa ia laku
"Dek, bangun. Udah subuh," ucap Dika lembut, sambil mengelus pipi chubby istrinya.Sentuhan lembut pria tiga puluh tahun itu, membuat Eka menggeliat manja layaknya putri malu yang ketika disentuh, maka akan terkantup."Heummmmmm .... entar lagi, Om. Aku masih ngantuk," erang Eka bernada manja seperti anak kucing yang malah bangun dan matanya masih terpejam erat, walaupun Dika sudah berusaha membangunkannya sedari tadi. Dika menghela napas panjang. Kembali ia melihat jam dinding yang berada di sudut ruangan. "Dek, udah jam lima. Kapan kamu mau bangun? Seharusnya hari ini kamu ke kampus kan?" Pria tiga puluh tahun itu, masih berusaha untuk membangunkan sang istri. Kalimat demi kalimat coba Dika ucapkan. Namun, Eka masih enggan tersadar dari mimpinya."Ya sudah kalau kamu masih pengen tidur. Hari ini kita enggak jadi ke kampus. Kamunya aja malas bangun," sambungnya, yang kali ini nada suaranya sedikit ditinggikan.Tiba-tiba Eka membuka matanya, seolah kalimat yang baru saja terucap l
"Ada apa dengan kalian?" tanya Ar dengan raut wajah keheranan, menatap dan menggerakkan jari telunjuknya ke arah Dika serta Eka bergantian.Bukan Ar saja, tapi Eka pun juga menjatuhkan tatapan penuh keheranan kepada Dika."Kalian kenapa melihat saya seperti itu? Apa ada yang salah dengan saya?" Dia bertanya seolah tidak memahami situasi."Seharusnya aku yang tanya. Kenapa Om, enggak mau nonton film? Biasanya, Om seneng banget ajak aku ke bioskop buat nonton film?" Eka menjawab cepat. Dia membeberkan sedikit hal yang menjadi kesenangan Mahardika. Sementara sang aktor utama memilih untuk tak langsung menjawab.Pikirannya sedang mencari kata-kata yang tepat untuk menyusun kalimat jawabannya."Dika lagi cemburu tuh, Dek," celetuk Ar, sebelum Dika selesai berpikir.Pemuda dua puluh lima tahun itu, seolah bisa membaca pikiran dari sang adik ipar. Dika tidak terlalu terkejut karena yang dikatakan Ar benar adanya."Cemburu?" Eka mengerutkan keningnya. Semula dia menatap Ar, kini telah memali
Sesampainya di restoran yang biasa datangi. Sepasang pengantin baru itu, segera menunju meja yang kosong, di dekat jendela.Eka sengaja memilih meja itu, sebab bisa melihat pemandangan jalan raya dan pertokoan sekitar.Tak berselang lama, pelayan pun datang. Ia menyapa dengan sangat ramah dan kemudian menyodorkan buku menu kepada Eka dan Dika."Kamu mau makan apa, Dek?" tanya Dika lembut, sambil melihat-lihat daftar menu yang ada di restoran tersebut."Biasa, Om. Ayam bakar pedes. Hari ini aku pengen banget makan yang pedes-pedes." "Mba, aku pesan ini ya. Satu porsi," lapor Eka pada pelayan itu sambil menunjuk salah satu gambar pada buku menu tersebut.Pelayan itu mengangguk paham, segera ia mencatat pesanan yang Eka inginkan. Kemudian dia menatap kembali sepasang suami itu. "Om mau makan apa? Om jangan makan yang pedes ya," tambah Eka memberi peringatan kepada Mahadirga, yang memang dilarang untuk makan masakan pedas.Dika mengerutkan keningnya. Ada raut kekesalan di wajah tampanny
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.