POV ArifDengan nekad dan berusaha mengumpulkan keberanian, aku, Mbak Maya dan Yuni pun kemudian mengendap endap mendekati rumah kontrakan Alya dan mengetuk pintunya dengan cukup keras saat sudah sampai di depan teras. Berharap Alya yang keluar supaya bisa langsung kami eksekusi.Namun, dari dalam tak terdengar suara siapa siapa sehingga kami pun hanya bisa saling pandang dengan ekspresi bingung. Jangan jangan benar, saat ini Alya tengah berada di rumah sakit karena kondisi Kayla yang mungkin sakit beneran akibat aku culik kemarin sehingga Alya harus menginap di sana?Berpikir begitu aku pun membuka mulutku."Gimana ini, Mbak? Kayaknya di dalam emang nggak ada siapa siapa. Mungkin bener Kayla dirawat di rumah sakit, Mbak. Sekarang gimana? Apa kita datang lagi aja besok, mana tahu Alya udah pulang dan bisa kita culik, Mbak?" kataku.Mbak Maya pun menganggukkan kepalanya tanda setuju."Iya, gitu aja deh! Besok kita ke sini lagi aja. Soalnya kalau ke tempat kerjanya kan jauh. Lagi pula
POV Arif"Gimana ini, Rif? Alya kayaknya beneran nggak balik balik lagi ke rumah ini. Jangan jangan dia udah nggak tinggal di sini lagi? Nggak mungkin soalnya dia mau lama lama di rumah sakit kalau pun Kayla sakit. Ini sudah hampir dua mingguan soalnya. Nggak mungkin demam biasa seperti Kayla itu mau dirawat lama lama di rumah sakit, Rif.""Jangan jangan Alya memang nggak tinggal di sini lagi, Rif. Kalau iya, tinggal di mana ya? Apa pindah kontrakan ke tempat lain? Terus kalau gitu gimana? Kita datangi aja ke butiknya atau gimana?" tanya Mbak Maya saat keesokan paginya kami kembali ke kediaman Alya dan lagi lagi menemukan rumah itu kosong tanpa terdengar keberadaan Kayla dan pengasuhnya sama sekali di rumah itu.Aku menghembuskan nafas mendengar perkataan Mbak Maya itu."Iya, Mbak. Kayaknya sih dia pindah kontrakan. Tapi kenapa ya? Apa karena kemarin Kayla kita culik terus jadinya dia pindah kontrakan supaya kita nggak bisa culik dia lagi gitu? Ha ha ha, kecele dia kalau begitu! Dia p
Pov Alya"Gimana, Al? Arif masih gangguin kamu dan Kayla?" tanya Pak Arga saat siang ini mengantar Bu Dewi mengecek butik cabang yang sekarang aku kelola karena konon mobil Bu Dewi sedang masuk bengkel karena ada sedikit kerusakan.Aku menggelengkan kepala lalu tersenyum lega."Alhamdulillah enggak, Pak. Mas Arif nggak ganggu lagi. Semoga selamanya begitu ya, Pak. Aamiin," jawabku lega karena sejak pindah ke rumah baru, Mas Arif memang tak lagi bisa menggangguku.Setelah pindah ke rumah baru, aku memang memperkerjakan dua orang satpam yang bertugas menjaga rumahku selama dua puluh empat j setiap hari agar mantan suamiku itu tak bisa lagi mendekatiku atau pun Kayla, sehingga sejauh ini kami pun aman dari gangguannya."Lho ... kok manggilnya Bapak sih, Al? Mas dong. Kan kalian sebentar lagi mau menikah. Masak masih manggil bapak ke Arga?" sela Bu Dewi tiba tiba sambil menatapku.Mendengar perkataan ibunya tersebut, Pak Arga juga refleks menatap ke arahku dengan pandangan bertanya, semen
POV AuthorUsai mengantarkan ibunya kembali ke kantor pusat, Arga pun kembali menuju ke kantornya sendiri. Namun, baru saja membuka pintu ruangan kerjanya, netranya sudah disuguhkan pemandangan yang membuatnya tak suka. Seorang perempuan muda berwajah cantik namun berpakaian kurang bahan, telah menunggunya di sofa ruang tamu.Melihat kedatangannya, wanita itu reflek bangun dari tempat duduknya lalu berjalan dengan langkah kaki gemulai dan bibir menyunggingkan senyum menggoda mendekati sosok Arga yang memandang dengan rahang mengeras karena tak mengira perempuan yang barusan meneleponnya tadi dan tidak dia angkat itu ternyata sudah menunggunya di ruang tamu ruangan kerjanya. Benar benar tak paham dengan penolakan yang dia berikan barusan."Mas Arga? Kamu dari mana? Kok telpon dariku nggak kamu angkat? Kenapa sih? Kamu sibuk banget ya sampai sampai nggak sempat angkat telepon dari aku?" tanya Anggi dengan suara manja sembari tanpa malu malu lagi langsung melingkarkan kedua tangannya di
POV Author"Tante, Apa kabar?" tanya Anggi sembari melangkahkan kakinya dengan jumawa mendekati sosok Bu Dewi yang tengah mengecek persediaan barang di butik miliknya tersebut.Mendengar suara seseorang bertanya kabarnya, sontak Bu Dewi pun membalikkan badannya dan terkejut saat mendapati sosok putri sahabatnya yang dulu dia ketahui sebagai teman dekat Arga meski Bu Dewi tak tahu persis sebatas mana hubungan mereka itu, tengah memandang ke arahnya sembari menyunggingkan senyum manis."Ang-Anggi? Kamu Anggi, kan? Putrinya Herman?""Kapan kamu pulang dari Australia, Sayang? Alhamdulillah kabar Tante baik. Kabar kamu sendiri gimana?" sambut Bu Dewi ramah sembari balas tersenyum pada sosok gadis cantik di depannya itu."Kabar aku baik baik aja, Tante. Oh ya, ini butik Tante ya? Makin gede dan maju aja, Tan. Mau dong Anggi kerja sama Tante, soalnya Anggi belum ada kerjaan nih setelah lulus kuliah kemarin, Tan," ucap Anggi pura pura ingin melamar pekerjaan di butik milik Bu Dewi padahal dal
"Makan terus!!! Badan sudah kayak gerobak sayur gitu, tapi makan nggak berhenti berhenti juga!""Kurangi makan dong! Diet! Biar bisa kayak Mbak Maya! Langsing dan sinset seperti artis Korea! Bukan kayak kamu yang gendut mirip gorila!" ucap Mas Arif, suamiku sambil melirik sinis ke arahku.Aku yang sedang menyuap nasi ke mulut sontak menghentikan suapanku lalu menoleh kaget ke arah nya.Meski pun bukan kali pertama ini dia bicara sekasar itu padaku, tapi kekasaran Mas Arif kali ini rasanya sungguh sudah keterlaluan.Masa iya, aku yang baru saja mengalami penambahan berat badan akibat hamil dan melahirkan putrinya, dikatakan gendut seperti gorila seperti katanya barusan. Apa tidak keterlaluan dan tak wajar? Sungguh tak terpuji dan buruk sekali lisan suamiku ini."Tapi ... Mas, aku kan habis melahirkan. Mana sekarang ini lagi menyusui. Wajar kan aku gemuk, Mas karena perubahan hormon di masa seperti itu? Kalau aku diet, apa nggak kasihan Kayla, Mas? ASI-nya jadi terganggu nanti?" jawabku
"Sin, apa kabar? Kamu masih kerja di tempat kita kerja dulu, Sin?" tanyaku begitu panggilan dariku diterima oleh Sinta, teman lama yang sampai sekarang masih berhubungan baik denganku meski akibat menikah dan melahirkan, hubungan pertemanan kami tak lagi intens seperti dulu karena kesibukanku mengurus suami dan putri kecilku, Kayla."Alhamdulillah, kabar baik, Ya. Kamu sendiri gimana kabarnya? Sudah lama gak hubungi aku? Kamu baik baik aja, Ya?" sahut Sinta dari seberang.Aku menghembuskan nafas. Ingin menjawab tidak, tapi tak mungkin. Terpaksa aku menutupi yang sebenarnya terjadi."Alhamdulillah aku baik baik aja, Sin. Cuma ... saat ini aku lagi butuh pekerjaan. Apa kantor masih butuh staf baru, Sin? Aku pengen ngelamar kerja lagi kayaknya," ujarku membalas pertanyaan Sinta."Apa? Kamu mau kerja lagi? Bukannya kamu baru saja melahirkan ya? Kok malah mau kerja lagi? Emangnya kenapa, Ya?" tanya Sinta dari seberang telepon dengan nada kaget dan tak percaya.Lagi lagi aku menghembuskan n
Mendengar ucapanku, ibu mertua tampak kaget. Wajah ibunda Mas Arif itu terlihat merah."Lancang kamu ya! Ngomong sama mertua nggak ada sopan sopannya sama sekali! Dasar menantu kurang ajar! Nggak pernah dididik orang tua kamu makanya bisa ngomong seperti ini sama mertua? Iya?""Apa kata kamu tadi? Mau melamar pekerjaan di perusahaan kamu yang dulu itu? Nggak salah? Apa iya, perusahaan bonafit seperti itu mau menerima karyawan gendut seperti kamu?""Jangan mimpi deh, Alya! Cukup kamu jadi istri Arif yang baik saja! Nggak usah banyak mimpi karena nggak akan ada perusahaan yang mau memperkerjakan perempuan kek kamu! Mending kamu daftar jadi atlet Sumo aja dari pada ngelamar di perusahaan itu karena itu yang lebih cocok buat kamu!""Dulu mungkin kamu bisa bekerja di sana karena badan kamu masih ramping dan singset tapi sekarang badan kamu sudah melar seperti martabat India! Gimana perusahaan mau menerima kamu bekerja kembali!" hardik ibu mertua membalas perkataan dan bantahan dariku tadi.