Share

IPAR GAK ADA AKHLAQ
IPAR GAK ADA AKHLAQ
Author: Yunitaindrynt

Perkenalkan

"Mba Ningsih, kenalin ini calon istri aku, namanya Luna." Fathir membawa gadis cantik tinggi semampai berpakaian modis.

Aku melihatnya dari atas ke bawah, penampilannya badai, serasi dengan adikku yang tegap dan atletis itu kini menjadi abdi negara.

Aku anak pertama dari tiga bersaudara, adikku yang kedua bernama Chintya, dan si sulung bernama Fathir. 

Aku dan Chintya hanya terpaut tiga tahun. Itu berarti, aku dan Fathir berjarak enam tahun.

Aku menikah dengan seorang lelaki bernama Rival, kami mempunyai anak satu yang saat ini berusia lima tahun, sedangkan adikku Chintya pun juga sudah menikah dan mempunyai anak berumur satu tahun.

Tinggal si bungsu Fathir, yang rencananya menikah tiga bulan lagi.

Ibu menatap Luna tanpa berkedip. Kulitnya putih mulus, wajahnya glowing ber makeup natural. Rambutnya lurus sebahu di warna blonde yang terlihat dari hasil salon mahal, memakai atasan sabrina yang melihatkan pundaknya yang mulus, serta jeans selutut dan flatshoes berwarna senada dengan atasan nya. Jam FOSSIL yang jutaan harganya, tak lupa tas jinjing merk terkenal terpaut di tangannya.

Sempurna sekali.

Luna menyalami Ibu, mencium tangan dan menampilkan senyum terbaiknya.

Entah kenapa, hatiku merasa kurang sreg dengan Luna.

Kupandang Chintya yang asyik menyuapi Kiara, anaknya. Chintya terlihat cuek dan biasa saja.

"Jadi kapan Le, Ibu sama Bapak melamar ke rumah Luna sekalian meresmikan tanggal nya?," Ibu menatap fathir. Anak lelaki satu-satunya.

"Orang tua Luna sudah meninggal Bu, hanya ada Paman dan Bibinya saja sebagai walinya. Inshaa allah lusa sekeluarga kesana."

Aku sibuk memperhatikan Luna, gadis itu asyik dengan ponselnya, sesekali tersenyum. Mengabaikan Ibu dan Fathir yang berdiskusi.

'Kelewatan banget sih, penampilan sama akhlaqnya jauh berbeda' batinku dalam hati.

Bener-bener nih bocil.

Karena usianya terpaut empat tahun dibawah Fathir, itu berarti jarak usianya denganku terpaut cukup jauh, yakni sepuluh tahun.

Dasar bocil !

****

"Kan kamu udah janji, Mas kalau uang kondangan dikasih ke aku semua. Kenapa sekarang kotak nya dipegang Ibumu sih. Keterlaluan," ujar Luna sebal.

"Sabar dulu Lun, baru juga selesai, Ibu cuma menyimpannya. Kamu tenang aja ya, Ibuku bukan orang yang kayak gitu kok. Besok pasti kotaknya dikasih ke kita. Percaya sama Mas." Fathir terlihat menenangkan.

"Oke, awas aja kalo besok pagi kotaknya gak kamu ambil, bisa aja Ibumu sudah membongkar dan mengambil sebagian. Sisanya baru dikasi ke kita."

"Enggak Sayang, udah sekarang mending tidur. Mas janji kok besok kotaknya buat kamu. Sayangnya Mas jangan marah terus dong."

Aku yang hendak ke dapur membuatkan susu untuk anakku tak sengaja menguping percakapan pengantin baru itu, yang bahkan baru beberapa jam SAH menjadi suami-istri.

'Astaghfirullahaladzim, bener-bener ya si Luna. Perasaanku ndak salah, Luna memang gadis matre dan bisa-bisanya Fathir patuh'

Aku meneruskan niatku menuju dapur.

Malam ini semua menginap di rumah Bapak&Ibu karna memang baru saja mengadakan akad serta resepsi adik bungsu kami dan kebetulan hari ini hari Sabtu. 

Besok agak siang barulah aku dan Chintya kembali kerumah masing-masing.

Alhamdulillah walaupun sederhana, semua anak Ibu sudah mempunyai rumah sendiri-sendiri. Walaupun milik Fathir masih tahap renovasi, mungkin akan selesai dalam waktu dua bulan kedepan, untuk sementara ia dan istrinya tinggal di rumah Bapak&Ibu.

***

Aku baru saja selesai sholat shubuh bersama Mas Rival.

Mas Rival hendak melanjutkan tidurnya karena kemaren bekerja shift malam dan baru jam tiga dinihari tadi pulang.

Aku bergegas ke dapur, Ibu sibuk memotong sayuran serta menggoreng ikan. Tangannya yang gesit selalu membuatku terkesima.

Disampingnya, ada Chintya yang sedang membuat brownies, Chintya memang jagonya membuat kue dan cemilan dengan rasa haucek.

Ah aku kesiangan nih, untung saja dirumah orangtua, jika terjadi di rumah mertua bisa tengsin aku.

"Wah baunya harum nih, enak banget masak besar yaaa," ujarku seraya mengambil alih tugas menggoreng ikan.

"Iya Mba mumpung lagi kumpul, ini aku lagi coba brownies panggang ala-ala fudge gitu" Chintya semangat mengolah adonan brownies sambil sesekali menakar bahan-bahan di timbangan digital.

"Rival tidur toh Nduk?, kasian baru aja tadi dateng pas Ibu bangun."

Aku hanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Ibu.

Tunggu...seperti ada sesuatu yang kurang?

Ah...kemana mantu ibu yang baru itu?

Bukankah sebagai menantu baru harus menampakkan kesan yang bagus di depan mertua ?

Fathir muncul mengambil air di kulkas.

"Loh he, tumben kamu pagi-pagi minum es ? Sejak kapan?" Aku menatap Fathir heran.

"Buat Luna Mba, kasian bangun-bangun haus banget, pingin air es katanya."

Apa tadi? Bilang apa? Luna?

Seperti Ratu banget di rumah mertua, air aja minta ambilkan suami. Pagi-pagi bukannya ngumpul kesini malah asyik malas-malasan dikasur, nyuruh-nyuruh suami lagi.

"Emangnya dia gabisa jalan? Sampe harus kamu banget yang ambilin?," sindirku pedas ke arah Fathir.

Fathir baru saja hendak menjawab, teriakan Luna terdengar hingga dapur.

"Mas mana airnya? Kok lama? Aku haus!!!"

Fathir tergopoh-gopoh menuju kamar menghampiri tuan putrinya.

Wah bener-bener gapunya etika ! Dikira hutan apa teriak-teriak gitu! Menyebalkan sekali.

   

****

"Ibu, maaf ya aku kesiangan. Semalem tuh capek banget loh Bu. Lagian aku nggak terbiasa bangun pagi" Luna mengambil kursi duduk di sebelah Ibu.

Ibu hanya tersenyum mengiyakan.

"Ya makanya kalo ga terbiasa, harus dibiasain dong! Kamu ini menantu, dirumah mertua. Ga malu apa bangun keduluan mertuamu!" Aku yang sudah emosi menumpahkan kekesalanku.

"Halah Mba, kayak ga pernah jadi pengantin baru aja sih," desisnya.

Hendak kusahuti, Ibu menatapku sambil tersenyum tipis. Aku paham artinya harus mengakhiri perdebatan ini .

'Lagian ya, jorok banget sih. Ga cuci muka atau minimal gosok gigi dulu, ini bangun tidur langsung nangkring ke dapur dengan rambut acak-acakan. Bahkan bekas make-up semalam masih berbekas. Gelay' aku menggerutu.

"Sabar Mba, ngapain juga ngurusin dia. Bikin tensi naik aja pagi-pagi" Chintya meringis sambil memukul pundakku pelan.

Setelah makanan siap, aku dan Chintya menata di meja makan. Bergegas memanggil Mas Rival dan anggota keluarga lain untuk sarapan bersama.

Kulihat Luna sedang asyik ngobrol seru bareng Ibu, tak beranjak sedikitpun daritadi.

"Makanan sudah siap, ayo kita makan," seruku ke penjuru ruangan agar semua lekas menuju meja makan.

Saat semua sudah berkumpul dan duduk di kursi masing-masing.

Luna muncul sambil cengingisan, "maaf ya semua, tapi makannya boleh nggak nunggu aku dulu? Bentar aja kok, aku mau mandi dulu, gerah banget soalnya nih badan. Bentar ya, jangan ditinggal lho," ujarnya sambil berlari menuju kamar mandi.

Semua mata menatap kearah Fathir.

Fathir yang di tatap hampir semua anggota keluarga, berpura-pura tak melihat. Hanya menunduk.

Aku mendengkus sebal, daritadi juga ngapain aja sih. 

Nemu dimana Fathir istri macem luna yang aneh bin ajaib ????

***   ***   ***

Terimakasih kawan , sudah mau membaca cerita2 ku yang receh ini hehe.

Follow dan jangan lupa bintang lima nya juga yaaa.

Tinggalkan jejak serta krisannya .

Terimakasih, semoga kalian semua diberikan kesehatan dan kelancaran rejeki selalu, aamiin yarobbal alaamiin .

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Cahaya Asa
Enaknya diapain nih ipar model gini?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status