Dengan jantung yang berdegup kencang saat menantikan momen mendebarkan baginya, yaitu ciuman pertama yang belum pernah ia rasakan. Zaara yang masih memejamkan kedua matanya, masih menunggu pria yang dipanggilnya Om Arkan itu semakin mendekati wajahnya.
Sementara itu, sudut bibir Arkan melengkung ke atas saat melihat gadis kecil di depannya yang diketahuinya belum pernah berciuman itu memejamkan kedua matanya. Entah mengapa ia sangat tergoda dengan bibir tipis di depannya, yang seolah memanggilnya untuk segera menyesapnya. Arkan semakin mendekat, bibirnya mulai bersentuhan dengan bibir tipis yang sudah tidak sabar ia cium.
Dan di saat bibirnya sudah mendarat di atas bibir tipis berwarna merah jambu itu, ia mulai mengulum, dan menyesapnya perlahan. Seolah ingin merasakan rasa manis dari benda kenyal di depannya. Puas mengecupnya, Arkan mulai melumat bibir tipis itu dan sedikit menggigitnya agar gadis di depannya itu mau membuka mulutnya. Sedan
Zaara saat ini sudah berada di dalam taksi yang membawanya pulang ke Mansion. Ia dari tadi bersandar di punggung jok mobil seraya memejamkan kedua matanya. Pikirannya kini tengah flashback pada perbuatan dari pria yang sudah menciumnya tadi."Daddy Arkan tadi menciumku. Aaarrhh ... itu adalah ciuman pertamaku, dan aku menyerahkannya pada pria yang baru pertama kali aku temui. Apakah aku terlalu bodoh? Akan tetapi, kenapa aku tidak merasa menyesal? Daddy Arkan sangat baik dan juga sangat tampan. Terbukti ia langsung memberikan aku kartu kredit no limit ini. Meski aku sebenarnya tidak membutuhkan ini, tapi aku akan menyimpannya. Oh ya, aku harus membeli ponsel dan nomor baru untuk menghubungi Daddy Arkan. Dasar bodoh, kenapa tadi aku tidak meminta nomor ponselnya ya?" gumam Zaara.Zaara terlihat tengah memegangi black card yang dari tadi ia pandangi berada di tangannya. "Sebenarnya Daddy Arkan sekaya apa ya? Hingga bisa memberikan aku kartu kr
Rini bersorak kegirangan di dalam hatinya saat melihat suaminya telah mengusir anak tirinya yang menurutnya menjadi duri penghalang untuknya. "Akhirnya anak tidak tahu diri itu keluar dari sini. Sekarang bebanku sudah berkurang karena tidak harus capek-capek mengeluarkan energiku untuk memarahi anak sialan yang menyebalkan itu," gumam Rini di dalam hatinya.Untuk menghilangkan rasa kecurigaan dari suaminya yang terlihat tengah menatap kepergian dari putrinya, Rini berjalan mendekati Cakra. Ia bahkan sudah menampilkan ekspresi wajah yang murung dengan mata yang berkaca-kaca agar lebih terlihat meyakinkan. "Mas, kenapa tega mengusir Zaara? Bahkan dia adalah seorang anak gadis yang rawan terjebak dalam kenakalan remaja. Lebih baik aku mengejarnya, aku tidak tega Mas." Berpura-pura berjalan keluar pintu utama dan berteriak dengan suaranya yang cukup keras. "Putriku, kembali Sayang!"Cakra mengejar wanita yang sudah 5 tahun ia nikahi dan telah me
Setengah jam setelah diantar oleh kakak kelasnya untuk berbelanja, Zaara meminta Nizam untuk segera mengantarkannya ke hotel untuk bertemu dengan sang secret daddy-nya. Dan kini, Zaara sudah berada di depan presidential suite room yang merupakan tempat menginap pria yang dipanggilnya daddy tersebut. Zaara bahkan tadi sudah menyuruh pergi Nizam yang berkali-kali menyatakan perasaan padanya.Dengan perasaan yang agak gugup, Zaara mengetuk pintu berwarna coklat tua di depannya dan menunggu hingga pria yang ditunggunya membuka pintu dari dalam. Tanpa menunggu lama, pintu tersebut mulai terbuka dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah sosok pria yang terlihat sangat tampan dengan memakai tuxedo berwarna biru. Wajah tampan nan gagah itu, membuat Zaara tidak berkedip menatap ke arah Arkan.Sedangkan Arkan yang melihat Zaara sudah berada di depan kamarnya, menahutkan kedua alisnya karena merasa sangat heran gadis yang tadi dijumpainya sudah ke
Dengan gerakan kasar, Arkan melepas paksa gaun di tubuh gadis yang langsung membuka matanya karena perbuatannya dan ia membungkam bibir yang hendak berteriak karena ketakutan atas perbuatannya. Zaara yang sangat terkejut dengan perbuatan tiba-tiba dari pria yang dipanggilnya daddy itu sudah berada di atas tubuhnya dengan posisi telanjang, tentu saja membuatnya merasa sangat takut karena ia tahu apa yang akan terjadi pada dirinya ketika tubuhnya sudah setengah telanjang. Bahkan pria yang menghimpit tubuhnya itu sudah semakin beringas terhadapnya dan menyentuh titik-titik sensitif miliknya. Bahkan ia berusaha untuk menghentikan aksi pria yang sudah melepaskan penutup terakhir di tubuhnya, "Daddy, jangan! Aku mohon, Dad!" teriak Zaara dengan bulir bening yang sudah membasahi wajahnya karena ia benar-benar sangat takut saat melihat wajah beringas pria yang tidak berhenti menyerangnya dan usahanya untuk menghentikan aksi Arkan sama sekali tid
Arkan yang baru masuk ke dalam ruangan kamar mandi, merasa pusing pada kepalanya efek semalam banyak minum. Ia terlihat tengah memijat pelipisnya berkali-kali dan mencoba mengingat hal yang dilupakannya. Mengenai perkataan dari Zaara yang mengaku telah diperkosa olehnya. Ia berjalan mondar-mandir dan terlihat sangat gelisah saat mulai mengingat perbuatan bejatnya yang menodai gadis belasan tahun yang awalnya ingin ditolongnya. Akan tetapi, malah ia rusak masa depannya karena pengaruh minuman keras. "Apa yang harus aku lakukan? Sekarang aku bahkan terlihat seperti seorang pria bajingan karena sudah memaksa gadis dibawah umur untuk melayani nafsuku. Tenang ... tenang, kamu bisa menyelesaikan masalah yang kamu buat ini, Arkan. Sebaiknya nanti aku membahasnya dengan Zaara. Mungkin aku akan memberikan hidup yang layak untuknya, dengan memberikan sebuah rumah dan menanggung biaya hidupnya sampai dia menikah nanti." Arkan berusaha menenangkan p
Suasana pagi hari di Mansion keluarga Cakra Baihaqi terlihat lain dari biasanya. Rumah megah nan mewah itu biasanya sudah dihiasi dengan suara ramai dari Zaara yang pagi-pagi selalu menyapa semua orang saat hendak lari pagi. Akan tetapi, kali ini semua pelayan tidak melihat keberadaan dari nona mudanya tersebut yang tidak pulang semalaman. Namun, para pelayan tidak berani untuk bertanya atau pun membahas tentang nona mudanya karena merasa takut pada sang nyonya besar. Hingga saat majikan mereka terlihat bersama-sama turun dari lantai atas, hanya sebuah anggukan hormat dari mereka untuk menyapa majikannya. "Selamat pagi, Tuan dan Nyonya." Cakra mengamati suasana Mansion dan mengeluarkan suara baritonnya tanpa menjawab salam dari para pelayannya. "Apakah Zaara masih joging pagi?" Refleks semua orang saling ber-sitatap karena merasa kebingungan harus menjawab apa. Hingga kepala pelayan yang baru
Nina dari tadi tidak berhenti mengarahkan tatapannya pada kakak kelasnya yang dari tadi sibuk dengan ponselnya dan menyebut nama sahabatnya. Kemudian terlihat sangat frustasi wajahnya begitu ponselnya mati. "Bukankah nomor Zaara tidak aktif? Karena aku sudah menelponnya berkali-kali tadi, Kak." "Aku menghubungi nomor baru Zaara karena kemarin mengantarkannya pergi ke Mall untuk membeli nomor dan ponsel baru. Tadi aktif, tapi dia tidak mengangkat panggilanku dan malah sekarang nomornya tidak aktif. Sepertinya dia tidak ingin berbicara dengan siapa pun. Sebenarnya apa yang dilakukannya dan dimana dia?" keluh Nizam dengan wajah yang sudah terlihat penuh kecemasan. "Aku juga tidak tahu, Kak. Akan tetapi, ceritakan padaku bagaimana bisa Zaara pergi dengan Kakak kemarin. Apakah tidak ada yang mencurigakan dari sikap Zaara? Cepat ceritakan semuanya padaku," cerca Nina bertubi-tubi. Karena tidak ingin menutupi hal yang dik
Beberapa saat sebelum kejadian di taman, sosok pria muda berusia 25 tahun dengan rahang tegas dan juga memiliki paras yang cukup manis, terlihat baru saja keluar dari supermarket waralaba dan netra pekatnya melihat taksi yang baru saja berhenti di seberang jalan karena ia harus segera pergi ke terminal untuk kembali ke kampung halaman, membuatnya buru-buru menyeberang menuju ke arah mobil yang baru saja menurunkan seorang penumpang. Begitu ia sudah menyeberang, ia langsung mengetuk pintu depan mobil untuk berbicara pada pria paruh baya yang tak lain adalah sang supir. "Pak," ucap Willy Anggara. Sang supir yang baru saja menyalakan mesin mobilnya untuk kembali mencari penumpang, refleks langsung membuka kaca mobil, agar bisa berbicara dengan pria yang memanggilnya. "Iya, Mas." "Bisa antarkan saya ke terminal, Pak?" tanya Willy saat menatap dengan intens pada pria di yang