Beberapa saat sebelum kejadian di taman, sosok pria muda berusia 25 tahun dengan rahang tegas dan juga memiliki paras yang cukup manis, terlihat baru saja keluar dari supermarket waralaba dan netra pekatnya melihat taksi yang baru saja berhenti di seberang jalan karena ia harus segera pergi ke terminal untuk kembali ke kampung halaman, membuatnya buru-buru menyeberang menuju ke arah mobil yang baru saja menurunkan seorang penumpang.
Begitu ia sudah menyeberang, ia langsung mengetuk pintu depan mobil untuk berbicara pada pria paruh baya yang tak lain adalah sang supir.
"Pak," ucap Willy Anggara.
Sang supir yang baru saja menyalakan mesin mobilnya untuk kembali mencari penumpang, refleks langsung membuka kaca mobil, agar bisa berbicara dengan pria yang memanggilnya.
"Iya, Mas."
"Bisa antarkan saya ke terminal, Pak?" tanya Willy saat menatap dengan intens pada pria di yang
Jangan lupa untuk memberikan review bintang 5 dan komentar positif ya. Karena itu adalah penyemangat Author dalam menulis. Terima kasih 🥰🙏
Arkan yang masih merasa bersalah dan frustasi setelah memperkosa Zaara, kini tengah berdiri di samping jendela kaca kamarnya. Netra dengan silinder hitamnya tengah fokus menatap ke arah bawah. Di mana lalu lalang kendaraan padat merayap saat jam menunjukkan waktu kerja. Seolah semua orang sedang diburu waktu saat berangkat mengais rezeki. Sedangkan ia dulu terbiasa bangun siang saat di New York setelah diangkat menjadi orang kepercayaan bosnya. Sebenarnya, jam kerja di sana hampir sama dengan jam kerja di Indonesia. Dulu ia selalu berangkat dari apartemen pada pukul 9 kurang 10 menit karena jarak yang dekat dengan tempat bekerja dan ia pun adalah orang kepercayaan dari pemilik perusahaan. Namun, berbeda dengan awal-awal dulu yang membuatnya harus membanting tulang saat menjadi pegawai rendahan. Jam kantor di Amerika adalah pukul 9 pagi sampai pukul 5 sore. Akan tetapi, kebanyakan orang berangkat pukul 6.30 pagi atau 7.30. Pol
Selama di dalam perjalanan menuju ke arah Mansion keluarganya, Zaara terlihat sangat gelisah dan meremas rok yang dipakainya. Bahkan degub jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya karena memikirkan nasib dari papanya yang mungkin akan terluka karena ditinggalkan oleh wanita yang selama ini kejam terhadapnya. Tentu saja ia kini tengah berpikir, bahwa pengorbanannya selama lima tahun belakangan akan sia-sia jika sampai ayahnya berakhir ditinggalkan oleh ibu tirinya. 'Papa, bagaimana nasib papa saat wanita iblis itu kembali pada daddy Arkan. Daddy ... rasanya pria jahat itu tidak pantas aku sebut daddy. Dia sangat jahat, sama seperti wanita ular berbisa itu,' lirih Zaara dengan tangan yang mengepal. Sorot mata yang masih merah akibat menangis tadi, kini berubah makin memerah, penuh dengan kilatan amarah. Bahkan ia saat ini ingin berteriak sekencang-kencangnya untuk melampiaskan amarahnya, tapi ia tidak bisa melakukannya saat di dalam
Cakra Baihaqi baru saja tiba di Mansion setelah ia pergi ke sekolah Zaara untuk mengecek apakah putrinya masuk sekolah. Namun, rasa kecewa dan berbagai penyesalan mulai menghantui dirinya saat menyadari kesalahannya yang tanpa pikir panjang mengusir putri satu-satunya dari istri pertama. Awalnya, ia hanya terbawa emosi hingga membuatnya tidak sengaja mengeluarkan kalimat pengusiran. Ia berpikir bahwa Zaara akan meminta maaf dan menjadi gadis penurut seperti biasanya. Apalagi putrinya tidak membawa apa-apa saat pergi dari Mansion. Saat ini, rasa khawatir yang dirasakan olehnya, benar-benar telah membuatnya frustasi dan penyesalan yang teramat mendalam memenuhi jiwanya. Dengan langkah gontai, ia berjalan masuk ke pintu utama menuju ruang tamu dan bisa dilihatnya, putra bungsunya sedang bermain bersama sang istri dengan banyaknya mainan baru yang kemarin dibelikannya dari luar negeri di lantai mengkilat berwarna abu-abu tersebut. &n
Zaara yang masih berada di dalam mobil, terlihat meremas rok yang dipakainya saat melihat interaksi dari tiga orang di depan Mansion, yaitu papa, mama tiri dan terakhir adalah pria yang dipanggilnya daddy tersebut. Hatinya benar-benar merasa terenyuh saat melihat papanya merasa shock begitu melihat wanita yang selama ini dipercayai berniat meninggalkannya. 'Papa pasti sangat shock melihat wanita yang sangat dicintainya tiba-tiba memilih pergi bersama pria lain. Apalagi jika sampai papa mengetahui bahwa aku sudah diperkosa oleh pria yang telah menghancurkan kebahagiaannya. Papa tidak akan pernah bisa menerimanya dan pasti akan semakin membenciku. Tidak, lebih baik papa tidak boleh tahu tentang apa yang sudah menimpaku. Mungkin papa akan merasa tenang jika tidak melihatku. Iya, lebih baik aku pergi dari sini secepatnya dan tidak kembali lagi ke Jakarta,' gumam Zaara di dalam hati. Zaara berjenggit kaget saat sebuah tangan mendarat di pundaknya. Ia sekilas menoleh ke ar
Cakra Baihaqi masih mengarahkan tatapan penuh kilatan api pada dua anak manusia yang ada di hadapannya. Semua rasa bercampur menjadi satu saat melihat kemesraan dari wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu, terlihat memeluk erat tubuh pria yang tentunya jauh lebih muda darinya. Rahangnya mengeras hingga bunyi gemeretak giginya yang saling berbenturan karena merasa sangat geram melihat pengkhianatan itu. "Rini Andriani, kamu benar-benar sudah gila. Aku masih suamimu dan kamu masih berstatus sebagai seorang istri. Apakah kamu merasa tidak malu atas perbuatan kotor kalian!" Masih dengan suara baritonnya, Cakra Baihaqi menatap tajam pria yang sama sekali tidak pernah dikenalnya tersebut. "Kau juga pria berengsek yang gila karena menghancurkan ikatan suci pernikahan. Suatu saat kau akan mendapatkan sebuah karma dari perbuatan gilamu ini." Bukan sebuah ketakutan yang tampak dari wajah Arkan dan juga Rini y
Zaara sudah berada di dalam bus yang sudah melaju menuju ke kota Bandung, yang terkenal dengan sebutan kota kembang tersebut. Tempat tujuan yang akan menjadi pilihannya untuk tinggal sementara karena ia ingin menenangkan diri di tempat yang lebih tenang. Tanpa ada satu orang pun yang mengenalnya atau pun mengetahui di mana keberadaan ia saat ini. Saat ini, ia masih memikirkan dua pria yang sangat disayanginya yang menjadi korban dari satu wanita, tak lain adalah ibu tirinya. Ia dari tadi bersandar di punggung kursi dengan memejamkan kedua matanya. 'Papa pasti sudah menyadari kesalahannya yang lebih mempercayai ular betina itu daripada aku. Kemudian menyuruh orang untuk mencariku. Bahkan mungkin sudah lapor polisi. Papa mungkin memang menyadari kesalahannya dan mau aku kembali. Akan tetapi, ketika papa tahu aku sudah tidak perawan dan pria yang merampas kesucianku adalah kekasih dari istrinya, aku pasti akan diusir lagi dari Mansion
Zaara masih berpura-pura untuk memejamkan kedua matanya agar sosok pria yang ada di sebelahnya tidak lagi menanyakan tentang rasa sakit yang dirasakannya tadi. Hingga lama kelamaan ia yang merasa sangat lelah jiwa dan raga, mulai terlelap dan larut dalam bunga tidurnya. Seolah menegaskan bahwa saat ini otak dan tubuhnya membutuhkan waktu untuk merilekskan diri dengan cara berhenti sejenak dari semua lelah yang ia rasakan. Sementara itu, Willy yang mendengar suara napas teratur dari gadis belia malang yang sedang sakit itu, bisa melihat bahwa posisi tidur dari Zaara terlihat sangat tidak nyaman dengan kepala yang bersandar di kaca bis dan sering terguncang karena pergerakan kendaraan yang melaju kencang tersebut, sehingga ia berinisiatif untuk mengarahkan kepala Zaara untuk bersandar ke pundaknya. Agar merasa lebih nyaman saat beristirahat karena perjalanan yang membutuhkan waktu cukup lama. Willy menatap ke arah pergelangan tangan kiriny
Arkan merasa sangat terkejut pada perbuatan agresif dari wanita yang sudah menguasai bibir dan melumatnya dengan penuh gairah. Bahkan ia sampai sulit untuk mengimbangi permainan liar tersebut. Dengan lidah yang saling membelit, kulit yang sudah bersentuhan karena kini kancing kemeja yang dipakainya sudah terbuka semua, sehingga sentuhan jemari Rini yang menyusuri dada bidangnya, membuat tubuhnya menegang dan bergairah. Kemudian Arkan ingin mengambil kendali dengan membalikkan keadaan, yaitu dengan cara membuat posisi wanita yang ada di atasnya itu berubah berbaring di atas sofa. Tatapan gelap yang menatap lekat ke arah sosok wanita yang sudah berubah merah wajahnya, seolah menegaskan bahwa Rini sudah sangat menginginkan lebih darinya karena terbakar gairah yang membakar. "Sabar, Sayang. Kita mulai pemanasan dulu," ucap Arkan dengan tatapan parau yang lekat mengarah pada satu titik, yaitu dua benda membusung di depannya yang membuat