Zaara menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan berpura-pura bersikap bodoh dan terkekeh untuk menghilangkan kecurigaan dari pria yang masih menatapnya dengan tatapan penuh kecurigaan. "Eh ... itu Om, meski aku adalah orang yang sangat miskin dan tidak pernah menginjakkan kaki di hotel mewah bintang 5, tapi aku sering nonton film yang mengatakan bahwa sekali bermalam di hotel, akan menghabiskan banyak uang."
"Akan tetapi, aku tidak tahu tepatnya berapa. Memangnya berapa tarif menginap di sini, Om? Pasti Om sudah mengetahuinya, karena itulah memilih menginap di sini. Memangnya Om tidak punya rumah? Kenapa tidak ke rumah saja? Orang tua Om nanti menunggu kedatangan putra kesayangannya bagaimana?"
"Sebenarnya Om Arkan dari mana dan akan ke mana sih? Melihat dia di bandara dengan membawa koper, menandakan dia baru saja tiba dari luar negeri. Akan tetapi, kenapa dia memilih ke hotel? Atau jangan-jangan ...."
Lamunan dari Zaara buyar seket
Zaara terlihat mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan kamar terbaik hotel yang berada di depannya. Tentu saja kamar Presidential suite room itu merupakan ruangan kamar yang selalu ditempati oleh orang-orang kalangan kelas atas. Karena tarifnya yang cukup menguras dompet ketika menginap per malamnya. Di sudut kanan terlihat ranjang king size dengan kain penutup berwarna putih yang terlihat sangat rapi dengan berbagai furniture mahal yang melengkapi ruangan kamar berukuran luas tersebut.Dengan sangat ragu-ragu dan hati yang berdebar-debar, Zaara melangkahkan kakinya untuk mendekati pria yang dari tadi terus mengancamnya, terlihat tengah duduk di sofa empuk berwarna hitam yang tak jauh dari tempatnya. "Om, kenapa menyuruhku mendekat? Apa ada yang ingin Om bicarakan padaku?""Aku harus berusaha menyelamatkan diri dari niat jahat Om Arkan yang bilang ingin menghamiliku," batin Zaara.Dengan mengeluarkan s
Dengan jantung yang berdegup kencang saat menantikan momen mendebarkan baginya, yaitu ciuman pertama yang belum pernah ia rasakan. Zaara yang masih memejamkan kedua matanya, masih menunggu pria yang dipanggilnya Om Arkan itu semakin mendekati wajahnya.Sementara itu, sudut bibir Arkan melengkung ke atas saat melihat gadis kecil di depannya yang diketahuinya belum pernah berciuman itu memejamkan kedua matanya. Entah mengapa ia sangat tergoda dengan bibir tipis di depannya, yang seolah memanggilnya untuk segera menyesapnya. Arkan semakin mendekat, bibirnya mulai bersentuhan dengan bibir tipis yang sudah tidak sabar ia cium.Dan di saat bibirnya sudah mendarat di atas bibir tipis berwarna merah jambu itu, ia mulai mengulum, dan menyesapnya perlahan. Seolah ingin merasakan rasa manis dari benda kenyal di depannya. Puas mengecupnya, Arkan mulai melumat bibir tipis itu dan sedikit menggigitnya agar gadis di depannya itu mau membuka mulutnya. Sedan
Zaara saat ini sudah berada di dalam taksi yang membawanya pulang ke Mansion. Ia dari tadi bersandar di punggung jok mobil seraya memejamkan kedua matanya. Pikirannya kini tengah flashback pada perbuatan dari pria yang sudah menciumnya tadi."Daddy Arkan tadi menciumku. Aaarrhh ... itu adalah ciuman pertamaku, dan aku menyerahkannya pada pria yang baru pertama kali aku temui. Apakah aku terlalu bodoh? Akan tetapi, kenapa aku tidak merasa menyesal? Daddy Arkan sangat baik dan juga sangat tampan. Terbukti ia langsung memberikan aku kartu kredit no limit ini. Meski aku sebenarnya tidak membutuhkan ini, tapi aku akan menyimpannya. Oh ya, aku harus membeli ponsel dan nomor baru untuk menghubungi Daddy Arkan. Dasar bodoh, kenapa tadi aku tidak meminta nomor ponselnya ya?" gumam Zaara.Zaara terlihat tengah memegangi black card yang dari tadi ia pandangi berada di tangannya. "Sebenarnya Daddy Arkan sekaya apa ya? Hingga bisa memberikan aku kartu kr
Rini bersorak kegirangan di dalam hatinya saat melihat suaminya telah mengusir anak tirinya yang menurutnya menjadi duri penghalang untuknya. "Akhirnya anak tidak tahu diri itu keluar dari sini. Sekarang bebanku sudah berkurang karena tidak harus capek-capek mengeluarkan energiku untuk memarahi anak sialan yang menyebalkan itu," gumam Rini di dalam hatinya.Untuk menghilangkan rasa kecurigaan dari suaminya yang terlihat tengah menatap kepergian dari putrinya, Rini berjalan mendekati Cakra. Ia bahkan sudah menampilkan ekspresi wajah yang murung dengan mata yang berkaca-kaca agar lebih terlihat meyakinkan. "Mas, kenapa tega mengusir Zaara? Bahkan dia adalah seorang anak gadis yang rawan terjebak dalam kenakalan remaja. Lebih baik aku mengejarnya, aku tidak tega Mas." Berpura-pura berjalan keluar pintu utama dan berteriak dengan suaranya yang cukup keras. "Putriku, kembali Sayang!"Cakra mengejar wanita yang sudah 5 tahun ia nikahi dan telah me
Setengah jam setelah diantar oleh kakak kelasnya untuk berbelanja, Zaara meminta Nizam untuk segera mengantarkannya ke hotel untuk bertemu dengan sang secret daddy-nya. Dan kini, Zaara sudah berada di depan presidential suite room yang merupakan tempat menginap pria yang dipanggilnya daddy tersebut. Zaara bahkan tadi sudah menyuruh pergi Nizam yang berkali-kali menyatakan perasaan padanya.Dengan perasaan yang agak gugup, Zaara mengetuk pintu berwarna coklat tua di depannya dan menunggu hingga pria yang ditunggunya membuka pintu dari dalam. Tanpa menunggu lama, pintu tersebut mulai terbuka dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah sosok pria yang terlihat sangat tampan dengan memakai tuxedo berwarna biru. Wajah tampan nan gagah itu, membuat Zaara tidak berkedip menatap ke arah Arkan.Sedangkan Arkan yang melihat Zaara sudah berada di depan kamarnya, menahutkan kedua alisnya karena merasa sangat heran gadis yang tadi dijumpainya sudah ke
Dengan gerakan kasar, Arkan melepas paksa gaun di tubuh gadis yang langsung membuka matanya karena perbuatannya dan ia membungkam bibir yang hendak berteriak karena ketakutan atas perbuatannya. Zaara yang sangat terkejut dengan perbuatan tiba-tiba dari pria yang dipanggilnya daddy itu sudah berada di atas tubuhnya dengan posisi telanjang, tentu saja membuatnya merasa sangat takut karena ia tahu apa yang akan terjadi pada dirinya ketika tubuhnya sudah setengah telanjang. Bahkan pria yang menghimpit tubuhnya itu sudah semakin beringas terhadapnya dan menyentuh titik-titik sensitif miliknya. Bahkan ia berusaha untuk menghentikan aksi pria yang sudah melepaskan penutup terakhir di tubuhnya, "Daddy, jangan! Aku mohon, Dad!" teriak Zaara dengan bulir bening yang sudah membasahi wajahnya karena ia benar-benar sangat takut saat melihat wajah beringas pria yang tidak berhenti menyerangnya dan usahanya untuk menghentikan aksi Arkan sama sekali tid
Arkan yang baru masuk ke dalam ruangan kamar mandi, merasa pusing pada kepalanya efek semalam banyak minum. Ia terlihat tengah memijat pelipisnya berkali-kali dan mencoba mengingat hal yang dilupakannya. Mengenai perkataan dari Zaara yang mengaku telah diperkosa olehnya. Ia berjalan mondar-mandir dan terlihat sangat gelisah saat mulai mengingat perbuatan bejatnya yang menodai gadis belasan tahun yang awalnya ingin ditolongnya. Akan tetapi, malah ia rusak masa depannya karena pengaruh minuman keras. "Apa yang harus aku lakukan? Sekarang aku bahkan terlihat seperti seorang pria bajingan karena sudah memaksa gadis dibawah umur untuk melayani nafsuku. Tenang ... tenang, kamu bisa menyelesaikan masalah yang kamu buat ini, Arkan. Sebaiknya nanti aku membahasnya dengan Zaara. Mungkin aku akan memberikan hidup yang layak untuknya, dengan memberikan sebuah rumah dan menanggung biaya hidupnya sampai dia menikah nanti." Arkan berusaha menenangkan p
Suasana pagi hari di Mansion keluarga Cakra Baihaqi terlihat lain dari biasanya. Rumah megah nan mewah itu biasanya sudah dihiasi dengan suara ramai dari Zaara yang pagi-pagi selalu menyapa semua orang saat hendak lari pagi. Akan tetapi, kali ini semua pelayan tidak melihat keberadaan dari nona mudanya tersebut yang tidak pulang semalaman. Namun, para pelayan tidak berani untuk bertanya atau pun membahas tentang nona mudanya karena merasa takut pada sang nyonya besar. Hingga saat majikan mereka terlihat bersama-sama turun dari lantai atas, hanya sebuah anggukan hormat dari mereka untuk menyapa majikannya. "Selamat pagi, Tuan dan Nyonya." Cakra mengamati suasana Mansion dan mengeluarkan suara baritonnya tanpa menjawab salam dari para pelayannya. "Apakah Zaara masih joging pagi?" Refleks semua orang saling ber-sitatap karena merasa kebingungan harus menjawab apa. Hingga kepala pelayan yang baru