Share

5. Unexpected

Pertemuan antar keluarga bangsawan, akan selalu terjadi setidaknya setahun sekali. Membahas tentang kerja sama atau berdiskusi akan masalah ekonomi antar negara, kadang hanya berupa ramah tamah untuk mempererat hubungan. Meskipun jelas di antara mereka ada yang tidak tulus, berusaha mencari celah-kesempatan untuk menghancurkan satu sama lain. Sudah terbiasa, maka dari itu harus lebih berhati-hati agar tidak terjebak dalam perangkap mereka.

Perjamuan kali ini lebih terlihat seperti pesta dalam skala besar dari pada perjamuan yang selalu tampak formal. Semua susunan acara, perabot yang digunakan hingga apa saja yang tersaji. Levi biasa menghadiri hal sejenis itu jadi ia mampu menyadari jika perjamuan kali ini berada dalam skala dua kali lipat dari acara yang biasa ia hadiri.

Beberapa pangeran dari Selatan terlihat berkumpul bersama di dekat taman, pakaian rapi dengan sebuah lambang kerajaan pada bagian dada. Harusnya, jika semua kejadian buruk itu tidak terjadi Levi menjadi salah satu bagian dari mereka, bukannya seluruh pria tua yang haus kekuasaan itu. Mengamati mereka dan menyadari apabila tidak ada tanda-tanda kehadiran Pangeran Dean. Tidak biasanya, padahal setahu Levi lelaki itu sangat menyukai acara sejenis ini.

Para Putri yang sedang bercerita mengenai beberapa hal yang tak bisa Levi mengerti. Ada Stacy di sana, menjadi sorotan karna kecantikannya. Sementara para Raja dan Ratu telah berada di ruangan utama. Ada yang tengah mendampingi suaminya untuk makan pun beberapa lainnya sedang berkumpul dengan wanita lain.

"Sebentar," ucap Levi secara mendadak. Sengaja menepi dari kerumunan para raja dan hal tersebut jelas menjadi sorotan bagi beberapa orang karna Levi tiba-tiba mendekati Stacy. Samar-samar Levi mampu mendengar bahwa beberapa gadis di sana diam-diam memujinya. Ada yang memuji karna tampilannya sangat menawan siang itu atau sekedar menanyakan kabarnya.

Kehadiran Levi yang tiba-tiba menyela di antara kerumunan membuat beberapa orang menepi secara perlahan. Hingga pada saat Levi berhenti tepat di hadapannya dan hanya menyisakan dua langkah, sangat dekat. Namun gadis itu hanya mendongak, menatap Levi dengan tatapan kebingungan. Levi itu menawan, terutama kala ia ingin mendominasi. Beberapa helai rambut yang menutupi parasnya, senyuman kecil yang terkesan menggoda hingga tatapannya yang melembut.

Mengulurkan tangannya kemudian berkata, "Aku ingin bicara denganmu."

Tatapan Stacy mengedar, menyadari apabila keduanya menjadi sorotan saat ini membuatnya harus membulatkan kedua irisnya. Memberi peringatan. Pertanda bahwa tindakan Levi kali ini di luar akal sehatnya.

Meskipun begitu Stacy tetap menerima ajakannya, menggandeng tangan Levi dan mengikuti langkahnya yang semakin lama, semakin cepat. "Tunggu du-" Levi tidak memberi jeda untuk berhenti, sementara Stacy kesusahan berjalan karna gaun miliknya yang cukup merepotkan. Pakaian berwarna putih dengan berbagai hiasan disisinya yang semakin membuatnya menawan di mata orang-orang, tapi tidak dengan Levi.

Levi berhenti di balik sebuah pilar besar yang lokasinya tak begitu jauh dari aula utama. Jarak tersebut setidaknya cukup untuk memberikan keduanya ruang. Sebuah pilar yang bisa menutupi tubuh mereka berdua. Menarik paksa tangannya yang masih Levi genggam.

"Kau gila? Aku hampir terjatuh tadi." Stacy mengatur napasnya, tatapannya menatap Levi intens.

Levi meletakkan salah satu tangan pada pilar besar tersebut dan membuatnya sebagai tumpuan. Menahan pergerakan Stacy. Membuat suasana semakin menegang seiring paras Levi yang semakin mendekat. Tiba-tiba rasanya tercekat, napasnya tertahan dan kedekatan Levi menjadi sebuah hal yang mematikan. Seolah sedang bertatapan dengan kematian.

"Ada yang harus aku bicarakan." Stacy terperanjat. Tidak biasanya Levi seperti ini. Memilih diam hanya untuk memberi Levi kesempatan berbicara sebanyak yang dia mau. "Ada orang lain di dalam Kerajaanku."

"Penjahat? Pembunuh? Mata-mata?" ucap Stacy spontan, mengeluarkan semua terkaan yang muncul di dalam benaknya. Tapi sayangnya, hanya ada pikiran negatif yang spontan terbentuk karena saraf-saraf di dalam otaknya saling berkaitan dan memunculkan sebuah asumsi tanpa pikir panjang.

Levi semakin mendekatnya parasnya. Stacy ingin menghindar, tetapi tubuhnya tidak lagi bisa bergerak. Gadis itu benar-benar tidak memahami kenapa Levi sangat suka mendekatkan wajahnya seperti ini, seolah mencoba mengintimidasi tapi justru berakhir membuatnya merasa gugup karena jarak di antara keduanya yang terbilang sangat dekat. Dia sangat suka mendominasi rupanya.

"Bisakah kau kecilkan suaramu itu, Nyonya Michaela?" Lagi-lagi Stacy terperanjat dengan, ada yang salah dengan Levi .

"Ada seorang gadis yang tiba-tiba muncul di dalam kerajaanku, aku tidak tahu siapa dia dan sialnya, dia juga amnesia."

Stacy tertawa ringan, memutarkan bola matanya kemudian berkata, "Astaga, Levi." Stacy meletakkan salah satu tangannya pada bahu Levi. "Tidak mungkin seorang gadis bisa melewati semua penjaga kerajaanmu yang totalnya lebih dari empat puluh itu, kau pasti yang membawanya, 'kan?"

Levi mendecih, tatapannya berubah tajam. "Jika memang aku membawanya untuk dijadikan hiburan, aku harusnya tidak memberitahumu. Aku hanya mengatakan ini karena kau akan berada di dalam kerajaanku jadi kau tidak perlu menghujaniku dengan berbagai pertanyaan kelak."

"Aku tahu, aku tahu, dua hari lagi kita akan menikah." Stacy melipat kedua tangannya, menatap Levi dengan sebuah senyuman. " Apa gadis itu cantik?"

"Cantik, bahkan dia lebih cantik dari dirimu."

Hari ini terlalu banyak kejutan yang datang dari Levi, tapi untuk yang terakhir ini, sepertinya dia harus bertanya sekali lagi untuk memastikan. Levi ternyata memiliki kriteria yang akan ia sebut cantik.

"Katakan sekali lagi, aku tidak mendengarnya."

"Dia cantik, cantik sekali."

Baiklah, sepertinya yang mendasari sikap gila Levi hari ini adalah gadis itu.

"Hanya saja Stacy..."

"...Dia adalah gadis yang di ramalkan."

Karna kerajaan Afleonus yang menjadi tuan rumah kali ini, topik pembicaraan kali ini menjadi menyeret berbagai hal-mereka berbicara banyak. Sementara Levi, ia duduk di antara semua keramaian, setengah melamun sambil memegang secangkir teh panas yang disuguhkan. Levi bukanlah tipikal lelaki yang akan basa-basi degan semua orang-ia hanya akan berbicara bila di pelukan dan ia memilih tenggelam akan pikirannya sendiri. Terutama atas kejadian semalam yang sangat tidak terduga.

Semua hal berjalan dengan lancar bahkan setelah keduanya kembali. Beberapa hidangan pembuka disajikan, semerbak aromanya membuat nasfu makan melonjak. Sementara makanan utama akan di sajikan dan di akhiri dengan sajian puding khas keluarga Afleonus.

Levi menatap semua orang yang perlahan berkumpul menjadi beberapa bagian, dia sedikit keheranan karena seperti tidak ada jeda dalam obrolan mereka. Penasaran dengan topik apa yang sebenarnya dibahas sampai wajah mereka terlihat begitu antusias sebab Levi sama sekali tidak tertarik.

"Tyche, ya?" Tanpa sadar Levi bergumam kecil. Dalam beberapa detik terakhir pikirannya baru saja melayang tanpa tentu arah, semua terjadi begitu saja bahkan ketika tubuhnya tak menginginkannya.

Levi luar biasa tertarik dengan Tyche.

***

Mendadak semuanya hening, seakan angin pun tidak boleh memberikan suara gaduh. Levi bahkan tidak mengerti apa yang sedang terjadi, hingga ia tersadar apabila dirinya dan Stacy yang menjadi sorotan utama. Banyak orang berbisik-bisik hingga menatap penuh harap. Perasaan Levi berubah, dia merasakan aura buruk karna kala ia melirik Jordan, pria itu tersenyum lebar memamerkan giginya yang tersusun rata.

Stacy melambaikan tangannya yang lain ke arah semua orang kemudian memberikan senyum kecil. "Ada apa? Apa kalian baik-baik saja?"

Secara mendadak salah satu dari mereka bertepuk tangan. Ekspresi sebagian besar dari mereka terkejut setengah tidak percaya. Yang awalnya hanya dilakukan oleh satu orang, perlahan di susul oleh beberapa orang dan pada detik berikutnya seisi ruangan seolah baru saja memberi sambutan untuk keduanya.

Jordan mendekat, memegang kedua pundak Levi. Sementara Levi rasanya ingin memukulkan kepalanya pada dinding agar tidak berada dalam posisi ini. "Sekali lagi saya ucapkan. Raja muda ini akan menjadi menantuku dua hari lagi."

Jika boleh jujur, Levi rasanya ingin melempari Jordan dengan granat saat ini. Luar biasa jengkel. Pria tua menyebalkan yang entah mengapa tetap hidup padahal usianya sudah sangat tua. Sebelumnya Levi telah mengatakan padanya untuk menyebar kabar ini bersamaan dengan tersebarnya undangan pernikahan.

Levi menyadari bahwa ia tidak bisa kabur dari kenyataan kali ini, pun akhirnya memutuskan untuk memberikan penegasan sekali lagi. "Hal itu benar, saya dan Putri Stacy akan segera menikah dalam dua hari ke depan."

Hiruk-piruk manusia datang untuk memberi selamat. Stacy di paksa bersanding dengan Levi oleh sebagian besar orang di sana, meskipun hal tersebut benar terjadi, keduanya sama sekali tidak merasa senang. Ingin cepat-cepat menghilang.

Namun hal tersebut tidak bertahan lama sebab dalam kekacauan ruangan, Stacy berhasil kabur diam-diam tatkala semua orang lengah-menyelinap bak bayangan. Meninggalkan Levi sebagai satu-satunya orang yang akan di interogasi oleh beberapa Pangeran dan para Raja yang terlihat tak percaya. Untuk pertama kalinya Levi menjalin hubungan dan bisa berakhir sampai altar, siapa yang menduga?

Stacy berhasil menjauh dari kerumunan, melewati beberapa pilar serta lorong dengan pikiran yang mendadak berkeliaran kemana-mana. Sementara itu, seseorang dengan sengaja berdiri di pertengahan lorong. Membuat Stacy menghentikan langkahnya karena secara tak sengaja menabrak dada bidangnya.

Lelaki itu memandang Stacy teduh, tersenyum dengan tatapan mengagumi seolah Stacy adalah harta permata paling indah. "Hai sayangku, kita bertemu lagi."

Lelaki itu tiba-tiba menggerakkan lengannya begitu cepat, meletakkan kedua tangannya pada pinggang Stacy kemudian membawanya menepi untuk bersembunyi di balik sebuah pilar.

"Adrian Mathew!" Sekali lagi tatap mereka berdua bertemu. Tetapi Stacy menatapnya seolah sudah jera akan keadaan.

Beberapa kali Stacy berusaha menghindar, menjauhi semua sentuhannya namun justru larut dalam tatapannya. Lagi-lagi manik hazel tersebut selalu berhasil menghipnotis Stacy, sepasang manik indah yang dimiliki oleh seorang lelaki yang berparas rupawan pula. Adrian Mathew sempurna bagi Stacy, tapi nyatanya semesta berkata lain. Menertawakan pemikiran gadis itu dan memberi kenyataan yang sangat bertolak belakang.

Tidak bisa dipungkiri bahwa debar jantung Stacy perlahan berubah tidak teratur, dia merindukan suasana hatinya porak-poranda karena Adrian seperti ini. Semua kacau dalam sekejap. "Jangan bertingkah seperti ini, kau membuatku takut."

"Memangnya kenapa?"

"Kau mirip seperti pasien rumah sakit jiwa."

"Aku gila karnamu Stacy, kau tahu itu, 'kan?" Adrian terkekeh. Tangan kanannya bergerak meraih pipi Stacy, beberapa jemarinya menyingkirkan helai rambut yang menghalangi parasnya. Membelai dengan penuh kelembutan, Adrian tidak bisa mengalihkan tatapannya sama sekali.

Stacy terdiam dan tidak bergerak. Tidak lagi memberontak dan hanya menatapinya datar. "Adrian, ini dilarang. Kau tahu, kan?"

Tapi sayangnya Adrian tidak mau dengar. Stacy mengenal Adrian lama sekali, bahkan ia lebih dahulu mengenal Adrian sebelum ia tahu cara membaca dan menulis. Maka dari itu dia bisa mengerti bahwa kali ini lelaki itu putus asa, ia tak memiliki harapan sama sekali.

Sejak dulu Stacy tidak banyak menghabiskan waktu dengan Pangeran lain, karena bagaimanapun juga, semua eksistensi mereka akan tetap terkalahkan oleh Adrian. Tidak ada satupun Pangeran yang gencar untuk mendekatinya, mereka terlalu malas untuk menyaingi seorang Adrian Mathew untuk urusan ini. Karna pasti kalah telak.

Kebanyakan dari mereka telah berpikir bahwa keduanya akan menjadi pasangan dengan kisah cinta yang akan sangat berjalan mulus. Bahkan sebagian dari mereka berpikir apabila keduanya telah dijodohkan sejak lahir. Kebetulan takdir gemar menyapa, memberikan serbuk kesedihan serta guncangan luar biasa dalam kisah asmara mereka berdua. Menjadikannya Romeo dan Juliet dalam versi yang lebih mengenaskan, mereka disiksa sepanjang sisa hidupnya karna tak bisa bersama.

Adrian menepis jarak yang ada, mendekatkan bibirnya mendekat. Adrian benar-benar gila. Dia melanggar semua peraturan bahkan sampai rela menyelinap di malam hari. Semua itu ia lakukan karna ia tak memiliki pilihan lain, dia hanya menginginkan Stacy, dia ingin keadaan berpihak padanya namun ia tak memiliki kekuatan untuk melakukannya.

Mendaratkan bibirnya di atas permukaan bibir Stacy dengan durasi waktu yang bisa terbilang lama. Hanya ada suara angin yang lalu lalang, suara tirai jendela yang tersibak karena angin dan lupakan gesekan antar daun yang membuat suasana menjadi semakin temaram.

"Stacy, apa kau tidak berniat kabur denganku ke sebuah desa? Kita akan hidup bahagia di sana, aku tidak apa bila harus bekerja siang dan malam, asalkan kau di sana denganku, aku baik." Adrian menanyakan hal yang sama dengan sedikit harap bahwa gadis itu akan berubah pikiran.

Dia meletakkan keningnya pada kening Stacy, menempelkan kedua batang hidung dengan bersentuhan. Stacy hanya menjawab dengan sebuah senyuman yang penuh rasa kecewa. "Adrian, I know you still love me, so do I. You are the one I really love, but maybe love is not for us."[]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status