Share

4. Pria Paling Tampan

“KA-KAMU!” Phoebe tergagap seolah kehabisan kata-kata.

Yes, My Bee. Ini aku, priamu yang paling tampan?” Pria tampan itu mengedipkan matanya ke arah Phoebe.

“Menggelikan!”

“Kamulah alasannya.”

Oh my, pergilah!”

“Kemana, kamar bulan madu kita?”

“Apa?! Pergilah ke neraka!”

“Pilihan buruk, ayo kita pergi ke surga setiap malam, atau setiap saat yang kita inginkan? Gimana kalau mulai malam ini?”

“Kamu gila!”

“Karena dirimu.”

“MOOOOMMYY!!” Ibu dan adik Phoebe sontak menutup telinga mereka bersamaan, tetapi tidak dengan pria tampan di depannya yang sedang tertawa kencang. Dia masih memeluk Phoebe dengan erat membuat tubuh mereka semakin dekat dan menempel satu sama lain.

Not bad. Aku yakin kamu akan meneriakkan namaku seperti ini, atau mungkin lebih bergairah dari ini? Aku udah gak sabar pengen dengar, My Bee.”

“Cium saja dia kalau sampai berani berteriak kencang-kencang seperti ini lagi di luar rumah kita,” ucap Jane Breslin menggoda mereka berdua. Mendengar perkataan konyol yang baru saja diucapkan sang ibu membuat pria tampan ini tersenyum lebar dan mengedipkan sebelah matanya sekali lagi seolah dia sangat menyukai ide gila itu.

“Mom! Di sini yang anak Mommy tuh siapa? Aku atau pria konyol ini?!”

“Tentu saja Mommy akan selalu berada di pihakku.”

“Jangan berani panggil ibuku sebagai ibumu. Dia milikku, bukan milikmu!”

“Kamu memang benar. Mommy adalah milikmu, Ibuku juga milikmu, dan HANYA KAMU yang jadi MILIKKU. Benar gitu, ‘kan?”

Jane dan Aretha Breslin tidak bisa berhenti tertawa mendengar perdebatan konyol di antara Phoebe dan si pria tampan. Tidak hanya ibu dan adiknya, bahkan semua orang yang ada di lobi juga ikut tertawa saat melihat mereka berdua.

“Maaf, TUNANGANKU masih kesal karena aku selalu menggodanya,” kata pria tampan yang masih betah memeluk Phoebe. Seketika Phoebe menyadari jika mereka sedari tadi masih berada di lobi. Dia memeluk si pria tampan semakin erat dan mengubur wajahnya di dada bidang pria itu karena ia sangat malu hingga telinganya berubah menjadi merah.

“Diamlah dan segera bawa aku pergi dari sini, dasar pria konyol!” omel Phoebe masih tetap di posisinya. Mendengar perkataan itu membuat si pria tampan merangkul pundak Phoebe yang wajahnya masih tertutupi helaian rambut, lalu dia memandu jalan mereka semua menuju lift.

Seorang bellhop segera membukakan pintu dan membawa masuk barang bawaan milik mereka ke dalam kamar setelah Franz memberikan sebuah kode kepadanya.

“Mommy dan Princess bisa pakai kamar ini,” Phoebe mengernyit ketika mendengar kalimat aneh dari pria konyol di sampingnya, “dan itu adalah honeymoon suite kita. Aku benar, ‘kan, Mom?” Tawa ketiga orang di sekitar Phoebe meledak lagi, tapi tentu saja tidak termasuk dengan Phoebe Amaya Breslin yang dibuat semakin kesal.

Namun, gadis ini merasa jika si pria tampan sedang memberikan kode. Dari cara dia memeluk pinggang Phoebe dan ekspresi mikro yang ia tunjukkan. Semua bahasa tubuh itu membuat Phoebe menyadari sesuatu dan ikut mengambil peran dengannya.

“Mom, apa Mommy yakin pengen si konyol ini yang jadi calon menantu Mommy? Seriusan?” Phoebe bertanya setelah sang ibu berhenti tertawa.

“Kenapa enggak? Kalian berdua kan selalu sama-sama sejak masih kecil. Dia sudah menjadi sahabatmu bahkan sebelum adikmu lahir. Buat Mommy, dia bukan hanya calon menantu, tapi dia sudah menjadi putraku. Jadi, jangan kesal lagi kalau dia memanggilku Mommy juga, Sayang,” jelas Jane Breslin kepada putri sulungnya.

“Ya sudah kalau itu yang Mommy mau. Sekarang aku harus bicara dulu sama dia, tapi tolong kalian ingat kalau aku gak akan tidur satu kamar sama si tengil ini. That’s final, case closed! Jadi, berhenti membicarakan hal konyol ini lagi,” tegas Phoebe pada ibu, adik, dan pria di sampingnya hingga membuat mereka bertiga kembali menahan tawa.

✧✧✧

Tepat setelah Franz menutup pintu dan berbalik, dia melihat Phoebe sedang melipat kedua tangannya di depan dada, “Cepat jelaskan padaku apa maksudmu tadi, Tuan Hanssen!”

“Duduklah dulu, calon Nyonya Hanssen.” 

“Hentikan, Franz Hanssen! Aku serius.”

“Aku juga, Phoebe Amaya Breslin.” Franz menarik pelan pergelangan tangan Phoebe untuk membujuknya duduk di sofa, tapi Phoebe menepis begitu saja.

“Bagian mana? Tolong ngomong yang jelas. Kamu tahu, sekarang ini kepalaku udah penuh dengan segala macam hal. Rasanya sangat menyesakkan karena masalah selalu datang bertubi-tubi tanpa henti, dan sekarang di depan semua orang kamu bilang kalau aku adalah tunanganmu di siang bolong begini?! Kamu udah beneran gila!” Phoebe berusaha keras untuk menahan air matanya agar tidak tumpah.

“Makanya aku tadi minta kamu buat duduk dulu, My Bee.” Franz menggenggam tangan kanan Phoebe dan menariknya perlahan untuk mendekat. “Kamu boleh nangis sekarang, udah ada aku di sini.” Franz hampir saja berhasil memeluknya lagi, tapi Phoebe menahannya.

“Kenapa aku harus nangis? Lagian kenapa kamu terus aja berusaha buat meluk aku? Dasar pria mesum!”

Franz terbahak seketika. Phoebe selalu seperti ini setiap waktu, ingin terlihat kuat karena dia tidak mau diremehkan. Ini juga alasan yang membuatnya tidak pernah menangis di depan orang lain atau sembarangan pria, tapi Franz selalu saja berhasil datang di saat yang tepat dan menjadi pundaknya untuk bersandar. Lalu sekarang, Phoebe berbicara seolah dia tidak membutuhkan pria ini lagi.

Tawa Franz benar-benar mengesalkan, dia seolah mengejek Phoebe secara terang-terangan. Phoebe segera meraih sekaleng bir dingin yang ada di lemari pendingin, lalu melemparkannya tepat ke arah Franz. Namun sayang, Franz berhasil menangkap bir dingin kalengan itu tepat sebelum berhasil menghantam tubuhnya, membuat Phoebe tertegun melihat refleks Franz yang selalu mengesankan.

Melihat ekspresi terpesona dari Phoebe membuat Franz tidak tahan untuk menggodanya lagi, “Lihatlah wajah konyolmu itu, My Bee. Astaga, Tuhan selamatkan aku,” Lagi-lagi Franz tertawa terpingkal-pingkal.

“Diamlah, dasar aneh!” Respon Franz benar-benar membuat Phoebe jengah hingga membuatnya sangat menyesal karena sempat memuji Franz dalam hati. Phoebe sudah lelah menghadapi kelakuan konyol Franz, ia menjatuhkan dirinya di sofa yang terletak di sampingnya dan melipat kedua tangannya di depan dada.

Merasa bersalah karena sudah keterlaluan, Franz berjalan mendekat dan duduk di sampingnya, ia sengaja menempelkan bir dingin kalengan tadi ke pipi kanan Phoebe, “Maaf, My Bee.”

Phoebe tersentak, lalu refleks menangkis kaleng itu dengan sekuat tenaga hingga membuat Franz kehilangan keseimbangan dan berakhir mencium bibir Phoebe secara dramatis. Bagian terparahnya adalah ketika salah satu tangan Franz mendarat tepat di bagian yang paling disukai oleh seluruh bayi dan pria di dunia ini.

Mereka terkejut dan mendadak canggung, Franz menegakkan tubuhnya dan duduk dengan posisi kaku. Sedangkan Phoebe menyentuh bibir dan dadanya, “Aduh, sakit banget,” lirihnya. ‘Sialan! Remasannya barusan kenceng banget,’ umpat Phoebe dalam hati.

Meskipun perkataan Phoebe sangat lirih, tapi Franz bisa mendengarnya dengan sangat jelas, “O-oh, maaf. Gimana dong ini?” Tangan Franz refleks terulur, tapi dia berhenti tepat di depan tangan Phoebe. Membuat Phoebe melihat tangan kekar itu, lalu berganti menatap mata emerald Franz. Mereka berdua kembali canggung, lalu duduk dengan tegak dan kaku, ditambah dengan wajah yang merona sempurna.

Setelah terdiam cukup lama akhirnya Franz mengingat sesuatu dari pembicaraan mereka semalam dan alasannya mengajak Phoebe ke kamar ini, “Ehm! Jadi, soal yang kamu tanya di telepon semalam. Aku ingat daddy pernah cerita sesuatu soal daddymu, tapi itu cuma sekilas aja sih. Sekarang aku masih coba cari tahu lebih jelas lagi, makanya aku gak bisa kasih tahu kalau petunjuknya juga belum pasti. Aku gak mau kamu kepikiran sama hal-hal yang belum jelas, kamu jangan salah paham dan nganggap aku gak niat bantuin kamu. Tunggu sebentar lagi ya, My Bee?” Phoebe mengangguk sebagai jawaban. Dia paham benar jika Franz sangat sibuk, bersedia membantunya sampai sejauh ini saja sudah membuat Phoebe bersyukur.

“Ngomong-ngomong gimana soal pria itu?” Franz selalu penasaran dengan teman pria Phoebe. Dia tidak pernah mau menyebut para pria itu sebagai kekasih Phoebe.

“Pria yang mana?” Phoebe menautkan alisnya bingung dengan pertanyaan yang dilontarkan Franz.

“Kamu lagi kencan sama berapa banyak pria emangnya?”

Hey! Emangnya aku gadis macam apa?! Aku bukan kamu ya, Tuan Franz Hanssen,”—Phoebe mencebik sebelum kembali melanjutkan kalimatnya—”Hmm, semalam kami hampir aja melakukannya.”

“Melakukan apa?” Franz mengernyit, dia menghadap ke arah Phoebe sepenuhnya dengan ekspresi penasaran yang tampak jelas.

“Kamu kan udah tahu soal rencanaku,”—Phoebe menatapnya lekat memberikan sebuah kode—”soal punya bayiku sendiri,”

HELL! WHAT?! PHOEBE AMAYA BRESLIN! KAMU UDAH GAK WARAS!” Franz sangat kesal dan hampir mengamuk, “Udah berapa kali kubilang, jangan terlalu dekat sama pria itu! Gak masalah kalau cuma kencan atau menghabiskan waktumu HANYA untuk BERSENANG-SENANG dengannya, tapi tidak lebih!”

“Kenapa kamu kesal banget sih, Franz?”

“Karena dia brengsek! Kalau aku kasih tahu kamu soal catatan buruknya, paling juga kamu bakal ngambek lagi dan berakhir nyuekin aku sampai kiamat datang!”

“Kok kamu bisa tahu? Jangan bilang kamu mata-matain aku lagi, Franz Hanssen?!”

“Denger, setiap pria selalu tahu saat wilayahnya sedang terancam. Aku cari tahu buat membuktikan kecurigaanku, dan BOOM! Itu bukan cuma dugaan aja. Jadi, kalau kamu beneran udah tidur sama dia berarti aku bakal bunuh dia sekarang juga!” Franz berbicara dengan menggebu-gebu sampai dia kehabisan napas.

Phoebe masih tertegun. Dia sadar Franz mengatakan hal yang masuk akal karena dia sendiri juga sudah mendapatkan bukti dari catatan hitam Key bahkan sebelum Franz mengatakan tentang hal itu.

“Bee, aku tahu kamu pintar. Jadi, ayo kita telaah lagi soal ini. Kalau misalnya nih kamu beneran hamil sama bajingan itu, apa kamu pikir urusannya bakalan selesai kalau kita ngancam dia dengan mengeluarkan semua bukti yang kita punya cuma buat menyingkirkan dia dari hidupmu?” Franz bertanya dengan nada suara tenang dan serius.

Phoebe menelan kasar ludahnya, ‘Kok Franz bisa baca pikiranku? Oh, crap!’

“Terus nih, kalau suatu hari dia tahu soal kenyataan yang kamu sembunyiin. Apa kamu pikir dia gak bakalan bikin ulah dan menyebarkan omong kosong biar bisa balik lagi ke hidupmu? Kamu udah mikirin soal ini belum? Kamu bukannya menyelesaikan masalahmu, tapi ini namanya bunuh diri.”

“Woah, kamu sejuta persen bener, Tuan Hanssen. Tooootally right! Gak heran kamu bisa jadi seorang CEO yang handal.”

Phoebe seketika menyadari kecerobohannya dan menyimpulkan, “Jadi, kalau dia cuma sebuah beban buat kita, berarti dia sekarang udah gak berguna lagi dong buatku? Kamu tahu gak, Aku udah il-feel pas tahu dia pernah ngamuk dan bantingin apa pun yang ada di sekitarnya. Gimana kalau seandainya suatu hari nanti malah aku yang jadi sasaran sampai dia banting juga? Itu nyeremin banget, ‘kan, Bung?”

“Astaga, jangan sampai! Kalau gitu, ayo kita tendang dia sekarang juga. Nunggu apaan lagi, Bee?”

Phoebe mulai menyusun rencana sekaligus menyiapkan beberapa rencana cadangan untuk terlepas dari si brengsek itu secepatnya. Kali ini dia tidak boleh gegabah dan mengacaukan segalanya. Rencananya harus berjalan dengan lancar dan tanpa cela. Dia jadi teringat alasan terbesar Key bersusah payah mengejarnya karena ada nama Breslin tersemat di belakang namanya, padahal dia belum tahu jelas tentang identitas asli Phoebe. Franz memang selalu bisa diandalkan. Dia tidak bisa membiarkan seseorang seperti Key masuk dan menjadi bagian dari keluarganya, karena sangat mungkin jika pria itu suatu hari akan mengetahui tentang segalanya, lalu membocorkan tentang rahasia keluarga Breslin kepada dunia luar untuk keuntungannya sendiri. Kalau sampai itu terjadi maka rencana besarnya akan gagal dengan sangat menyedihkan, termasuk semua yang sudah dia lakukan sejauh ini. Segalanya akan hilang begitu saja dalam sekejap mata.

Okay, Aku paham. Kalau gitu aku harus menyiapkan sesuatu yang spesial untuknya. So, I can cut, slice, chop him out,” kata Phoebe dengan tekad berapi-api.

“Ini baru gadisku. Sekarang aku gak perlu menyiapkan trik apa pun untuk mendorongnya menjauh dari hidupmu.” Franz tersenyum penuh kelegaan, sayangnya Phoebe tidak mendengar pernyataan Franz karena sibuk dengan pemikirannya sendiri.

‘Kamu gadis yang baik. Kuharap kamu gak akan berubah, My Bee. Kalau suatu hari nanti kamu ingin punya bayi, entah itu dalam keadaan sadar atau pun mabuk. Semoga aku yang jadi pria beruntung itu untuk jadi pilihanmu satu-satunya. Buat sekarang, bisa bikin kamu selalu dekat denganku seperti ini aja udah cukup. Setidaknya, aku adalah pria pertama yang kau cari kapan pun kau membutuhkan rumah untuk kembali. Aku janji akan kupastikan untuk selalu berdiri di belakangmu dan mendukungmu,’ Franz membatin dengan senyuman tulus tersungging di wajah tampannya.

Phoebe mengamati Franz yang sedang menatapnya lekat, tapi dilihat dari sorot matanya seolah pikiran Franz sedang traveling ke tempat lain, “Psst, Franz. Lagi mikirin apa sampai bengong gini?”

Franz tidak memberikan respon apa pun tepat seperti yang Phoebe duga. Dia bahkan tidak menyadari saat ponselnya bergetar di atas meja, membuat Phoebe yang selalu penasaran mencuri pandang ke arah layar ponsel itu dan melihat nama seorang perempuan terpampang nyata di sana. Dia seketika memiliki ide nakal untuk membalas dendam atas perlakuan konyol Franz di lobi tadi.

Phoebe mengangkat panggilan telepon yang sudah jelas berasal dari salah satu teman kencan Franz, “Halo, ini Nyonya Franz Hanssen yang sedang berbicara. Siapa kamu, dan kenapa menelepon nomor pribadi suamiku?” Suara yang baru saja Franz dengar seperti lonceng surga baginya. Dia tidak salah dengar, ‘kan? Kedua matanya melebar, tapi dia berusaha untuk tetap mempertahankan posisinya karena tidak ingin merusak suasana, dan tentu saja rencana cerdasnya yang nakal.

Phoebe menggigit bibir bawahnya untuk menahan tawanya saat mendengar perempuan di seberang sana mulai mengomel, mencaci, bahkan mengumpati Franz. “Hei! Berhenti mengumpati suamiku, dasar wanita murahan! Beraninya kau mencoba mengganggu pernikahan kami?! Sialan, kau mengganggu foreplay kami saja!” Tiba-tiba Phoebe merasa merinding sekujur tubuh. Dia menoleh dan melihat Franz memberikan seringaian mematikan sekaligus tatapan menggoda. Phoebe menelan ludah susah payah saat menyadari dia sudah menggali kuburnya sendiri.

“F-Franz, Akh!” pekik Phoebe ketika pergelangan tangannya ditahan oleh Franz sebelum dia berhasil melarikan diri. Padahal tadi dia sudah sempat berdiri, tapi tetap saja ia kalah gesit dari pria yang memiliki refleks mengagumkan ini. Untung saja dia tidak kembali terjatuh ke pelukan Franz atau pria mesum satu ini akan semakin kegirangan.

“Peraturan nomor satu. Jangan teralihkan saat kita sedang foreplay, istri nakalku?!” Tentu saja Franz ikut berakting dan tidak akan membuang kesempatan emas yang datang dari surga ini.

“Aku, um. Maaf, aku gak bermaksud ....” Phoebe segera mengusap layar ponsel Franz dengan sebelah tangannya dan berharap panggilan tadi masih tersambung, tapi ternyata semuanya sudah terlambat.

“Lihatlah apa yang sudah kamu lakukan. Sekarang nasi sudah menjadi bubur, Phoebe Amaya Breslinku. Ah, sepertinya mulai sekarang aku harus memanggilmu dengan nama Phoebe Amaya Hanssen? Kedengaran sempurna dan pas di lidahku.” Dia kembali menyeringai dengan tatapan nakalnya, lalu memangkas jarak di antara mereka.

“Tunggu, bukan gitu maksudku. Aku tadi cuma lagi jahil aja seperti yang sering kamu lakuin ke aku, ini cuma iseng doang.” 

“Aku gak peduli. You already said as clear as a day kalau kamu adalah Nyonya Franz Hanssen, dan kita sekarang lagi melakukan sesuatu yang amat sangat kamu INGINkan sampai hampir melakukan tindakan nekat, ‘kan? Kalau gitu ayo kita wujudkan aja, gak pakai lama.”

“GAK MAU! FRAAAAANZ, KAMU TAHU AKU CUMA BERCANDA DOANG!”

“Meneriakkan namaku cuma sekali gak akan pernah cukup, Nyonya Hanssen. Pasti keluarga kita seneng banget kalau tahu beberapa bulan lagi mereka bakalan dapet hadiah istimewa dari kita.” Dengan jemari panjangnya, Franz membelai rambut Phoebe dan menyelipkan anak rambut yang mencuat ke balik telinga Phoebe. Ia sengaja mengelus pipi Phoebe, lalu turun untuk menggoda bagian lehernya. Phoebe menjadi pucat pasi, ia khawatir jika Franz kali ini benar-benar serius mengajaknya membuat bayi.

✧✧✧

Note:

Oh my: Ya ampun/astaga.

Bellhop: Seseorang yang bertugas menangani barang-barang bawaan tamu dan memberikan pelayanan khusus, juga tugas lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan tamu atau pekerjaan yang berkaitan dengan area depan sebuah penginapan. Dikenal juga dengan sebutan bellboy.

Ekspresi mikro: Ekspresi wajah yang sangat singkat​, hanya berlangsung sepersekian detik dan tidak bisa disembunyikan.

That’s final, case closed adalah ungkapan yang menyatakan tidak ada lagi yang perlu dibahas.

Oh, crap: oh, sial.

Tooootally right adalah ungkapan setuju dan pembenaran.

il-feel: hilang rasa, respon yang menggambarkan kemuakan pada tingkah laku seseorang.

So, I can cut, slice, chop him out adalah ungkapan yang menggambarkan jika seseorang akan memutuskan hubungan dan tidak ingin berurusan lagi dengan orang lain yang dimaksud.

You already said as clear as a day: kamu sudah mengatakannya dengan sangat jelas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status