Aku menatap punggung suamiku dengan perasaan hancur. Dia begitu terburu-buru pergi hingga tak sadar perkataannya barusan membuatku begitu sakit hati. Kali ini aku akui aku yang salah, tapi tidakkah dia berfikir, aku melarangnya pergi mengantarkan Tante Sarah juga karena ada alasannya.
Satu persatu ku ambil kembali pakaianku yang berserakan di lantai. Ku kenakan lagi pakaian itu dengan air mata yang menetes. Kebahagian yang ku impikan setelah menikah sepertinya takan pernah terwujud jika kami masih satu atap dengan ibu tirinya.Siang ini perasaanku kacau, disatu sisi aku ingin menghubungi suamiku menanyakan keadaan Tante Sarah. Di sisi lain, aku merasa gengsi melakukannya terlebih dahulu. Kalimatnya beberapa jam lalu masih terngiang jelas di telinga. Rasa sakit dan kecewa membuatku enggan menghubungi lelaki yang baru kemarin sah jadi suamiku.Di tengah rasa gelisahku, tiba-tiba ku dengar suara bel berbunyi. Bergegas aku bangkit dari dudukku kemudian berjalan kearah pintu."Dira, kamu sudah pulang? Gimana keadaanmu, baik-baik saja?" tanyaku pada Dira dengan memperhatikan bagian tubuhnya, takut ada yang terluka."Iya, Mbak. Saya baik-baik saja. Saya sangat bersyukur Nyonya Sarah berhasil mengendalikan mobilnya.""Berhasil mengendalikan mobilnya? Bukannya mobil Tante Sarah nabrak pembatas jalan, ya?" tanyaku dengan raut wajah penasaran."Belum sampai nabrak kok, Mbak. Nyonya Sarah ngerem tepat waktu. Lagian dia nyetir mobilnya juga pelan-pelan, jadi enggak sempai terjadi apa-apa sama kami berdua.""Apa?"Tanganku mengepal mendengar ucapan Dira. Jadi, wanita itu sudah berbohong pada suamiku agar suamiku panik dan menyalahkanku seperti tadi."Loh, Mbak. Kok kayak enggak suka denger kita baik-baik saja?" tanya Dira dengan raut wajah kesal. Sepertinya dia sudah salah paham."Bukan enggak suka, Dir. Kamu jangan salah paham. Tadi suamiku bilang kalian ada di rumah sakit soalnya jadi aku pikir keadaan kalian cukup parah.""Enggak parah kok, Mbak. Bahkan sekarang Nyonya Sarah kembali pergi menuju ke mall di temani suami Mbak.""Apa?"Sekali lagi aku merasa sangat syok mendengar penjelasan Dira. Bisa-bisanya Mas Indra mengantarkan wanita yang jelas-jelas sudah membohonginya. Aku muak dengan keadaan ini, jika aku terus diam saja seperti ini, Tante Sarah akan terus merasa menang.Ku hubungi nombor suamiku dengan perasaan dongkol, nombor terhubung tapi yang angkat malah Tante Sarah.[Hallo, Put. Ada apa?] tanya Tante Sarah. Aku menggelengkan kepala mendengar wanita itu masih bisa berbicara santai padaku setelah apa yang dia lakukan. Awalnya aku ingin langsung memaki wanita itu karena sudah membohongi suamiku tapi setelah memikirkan dampak besar yang akan terjadi aku kemudian mengurungkan niatku.[Aku mau ngomong sama suamiku, Tan. Mana dia?][Suamimu lagi fokus nyetir, enggak bisa pegang hp!][Pokoknya, aku mau ngomong sama dia, Tan. Aku enggak peduli gimana caranya!][Kamu mau buat kami kecelakaan? Gila kamu, ya!]Panggilan tiba-tiba terputus. Aku hampir saja membanting ponselku saking marahnya.Kesabaranku benar-benar habis sekarang, aku sudah tak sanggup melanjutkan pernikahanku kalau begini terus. Segera ku kirim pesan suara untuk memberi dua orang itu pelajaran.[Mas, aku tunggu tiga puluh menit dari sekarang. Kalau kamu enggak pulang, aku pergi dari rumah kamu.]Pesan terkirim. Aku segera melangkah ke kamar untuk mengemasi barang-barangku. Sudah cukup aku mengalah. Di awal pernikahan saja, aku sudah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan seperti ini. Apalagi nanti.Barangku di rumah ini tak banyak, untuk itulah aku tak perlu menghabiskan banyak waktu mengemasi semuanya."Mbak Putri mau kemana?" Dira terlihat syok melihat aku menuruni anak tangga membawa barang-barangku."Mau pulang, Dir.""Loh, kok tiba-tiba gini? Apa Mbak berantem sama Tuan muda?" tanya wanita itu lagi. Aku hanya diam tak menjawab pertanyaannya. Waktu yang ku berikan pada suamiku sudah habis namun lelaki itu belum juga menunjukan batang hidungnya. Bahkan, membalas pesanku juga tidak. Dia pikir aku main-main dengan ancamanku."Mbak, jangan pergi Mbak. Nanti saya harus jawab apa kalau Nyonya Sarah tanya."Dira mencoba menghentikanku."Dia sudah tahu aku akan pergi jadi dia enggak akan banyak tanya sama kamu!" balasku sambil menyeret koper menuju teras."Aduh, Mbak. Nanti saja perginya. Kenapa tak tunggu Nyonya sama Tuan Indra pulang saja?""Minggir, Dira!"Dira terus berusaha menghalangi kepergianku. Aku menepis tangannya yang berusaha meraih koperku."Mbak, jangan nekat pergi Mbak!"Aku tak menggubris teriakan Dira. Ku percepat langkahku menuju taksi online yang sudah ku pesan."Put, tunggu. Jangan pergi dulu!"Mas Indra menurunkan kaca mobilnya di depan gerbang rumah saat melihatku masuk dalam taksi online. Pulang juga ternyata dia.Awalnya aku hendak menuruti perintahnya namun melihat sosok wanita yang turun dari mobilnya membuatku mengurungkan niatku. Entah kenapa aku begitu membenci wanita itu sekarang. Jika dia tak suka aku menjadi menantu di keluarga ini, harusnya dari awal dia tak ikut memberi restu pernikahanku dan Mas Indra. Bukan malah mengacaukan hubungan kami saat kami baru saja sah menjadi suami istri."Pak, jalan!" perintahku pada sopir taksi yang kutumpangi."Baik, Mbak." jawabnya kemudian.Mobil dengan cepat melaju, namun siapa sangka beberapa saat kemudian mobil Mas Indra memepet dan memaksa taksi ini berhenti di pinggir jalan."Put, keluar! Aku mau ngomong sama kamu!" ucap Mas Indra sambil mengetuk kaca mobil. Sebenarnya aku sama sekali tak berniat keluar namun aku merasa tak enak pada sopir taksi yang ku tumpangi karena Mas Indra terus saja mengganggu perjalanan kami."Pak, tunggu bentar, ya. Nanti saya akan bayar lebih.""Baik, Mbak."Aku pun segera turun dari taksi, Mas Indra langsung menggenggam kedua tanganku."Maafin aku, karena tadi telat beberapa menit, Put. Jalanan macet dan--""Aku enggak mau tahu, waktu yang ku kasih sudah habis jadi aku harus tetap pergi dari rumah kamu!""Put, kita baru nikah. Apa kata orangtuamu nanti kalau kamu sudah kabur-kaburan seperti ini!""Justru karena aku baru nikah sama kamu jadi aku berani seperti ini. Lebih baik aku mundur awal-awal daripada harus bertahan sama orang egois yang selalu mengutamakan ibu tirinya di banding istrinya sendiri!""Put, apa kamu enggak kasihan sama Tante Sarah. Dia kecelakaan karena menyetir sendiri tadi!""Untuk apa aku kasihan sama wanita pembohong itu?" jawabku tegas."Wanita pembohong? Beraninya kamu bilang seperti itu pada Tantr Sarah, Put!" bentak Mas Indra."Kenapa Mas selalu enggak terima aku berbicara fakta tentang wanita itu, hah? Yang aku katakan itu kenyataan. Dia itu pembohong! Dia bilang sama kamu di telepon kalau dia kecelakaan dan masuk rumah sakit. Tapi kata Dira tadi mobilnya sama sekali tak menyentuh pembatas jalan. Apa itu namanya kalau bukan pembohong!"Plak!Perih, rasanya sangat perih mendapatkan tamparan dari Mas Indra. Semua yang ku katakan itu fakta, tapi tetap saja dia tak terima."Makasih tamparannya, Mas. Aku semakin yakin untuk bercerai dengan kamu."Aku masuk kembali dalam taksi setelah berkata. Mas Indra panik dan meminta maaf sambil mengetuk kaca mobil. Namun sedikit pun aku tak menoleh ke arah lelaki itu. Rasa cinta yang selama ini kumiliki berubah menjadi kekecewaan yang mendalam."Mbak, sudah sampai!" ucap sopir taksi itu membuyarkan lamunanku. Aku membuka dompet lalu membayar ongkos beberapa kali lipat dari harga seharusnya. Aku merasa tak enak karena perjalanan kami sempat di ganggu oleh Mas Indra.Ragu aku turun dari taksi yang ku tumpangi, entah apa alasan yang akan ku berikan pada kedua orangtuaku jika mereka bertanya apa yang telah terjadi."Ampun, Tuan! Jangan usir kami. Ampun!"Baru masuk dalam pagar rumah aku mendengar teriakan Ayahku dari dalam rumah orangtuaku. Bergegas aku berlari hendak masuk dalam rumah demi melihat apa yang terjadi."Saya sudah kasih waktu kalian tiga bulan untuk membayar hutang kalian, tapi kalian tidak bisa membayarnya. Untuk itu sekarang juga mending kalian pergi dari rumah ini!"Hutang? Untuk apa orang tuaku berhutang? Bukankah tiap bulan aku selalu memberikan separoh gajiku untuk mereka. Lalu, kenapa mereka masih berhutang?"Kami enggak mau pergi, mau tinggal dimana kalau kami meninggalkan rumah ini!" tangis ibuku pecah. Aku masih berdiri di depan pintu agar bisa menguping pembicaraan mereka. "Mana kami peduli kalian mau tinggal dimana. Ingat, sertifikat rumah ini sudah ditangan kami. Karena kalian sudah tidak bisa membayar hutang kalian, saat ini juga rumah ini sudah menjadi milik kami!" ucap lantang renternir itu. Tentu saja aku sangat syok mendengar ucapannya. "Pah, Mah. Untuk apa kalian berhutang?" Papah dan Mamah berdiri dari tempatnya bersimpuh. Dia terkejut melihat kedatanganku yang tiba-tiba. Terlebih aku datang membawa banyak barang pulang. "Itu--" Mamah menggantung ucapannya. Dia menoleh kearah Papah seakan minta persetujuan pada Papah untuk menceritakan hal sebenarnya. "Kenapa enggak jawab pertanyaanku, Mah?" tanyaku dengan nada marah. Papah menggelengkan kepala melarang Mamah mengatakan hal sebenarnya. "Apa uang yang ku kasih selama ini kurang, Pah, Mah?" tanyaku dengan sorot mata kecewa
"Apa yang sedang kalian lakukan?" tanyaku dengan sangat syok. Bisa-bisanya mereka berpelukan seperti ini dalam kamar. Siapapun yang melihatnya pasti akan berpikiran macam-macam termasuk aku, istrinya."Put, jangan salah paham. Aku bisa jelasin soal ini.""Aku tak mau mendengar apapun. Kalian sangat menjijikan!" ucapku berusaha berjalan pergi, sayangnya tiba-tiba kakiku terasa sakit sekali kugerakan."Put, jangan pergi. Ini semua tak seperti yang kamu pikirkan!" ucap suamiku lagi.Mau tak mau aku berhenti berusaha melangkah. Kakiku benar-benar sakit kugerakan.Mas Indra mendekat dan menyerahkan ponsel ibu tirinya."Tante Sarah baru saja mendapat pesan gambar dari seseorang. Dia sedih dan terus menangis gara-gara gambar tersebut. Tadi itu aku cuma lagi nenangin dia!" ucap suamiku. Aku terkejut luar biasa melihat sebuah gambar yang suamiku tunjukan."Ini gambar Papah sama siapa, Mas?" tanyaku pada suamiku. Setahuku Ayah mertuaku sangat baik. Aku juga tak pernah mendengar hal yang buruk t
Pov Author"Buka pintunya, Mas, Tante. Kalian benar-benar brengs*k sudah bohongi aku selama ini!" Putri berseru keras sekali. Dira yang ada dalam kamarnya ikut keluar untuk melihat apa yang terjadi."Gawat, Mah. Itu suara Putri." Indra yang baru ingin melanjutkan adegan panasnya bersama ibu tirinya terpaksa mengurungkan niatnya. Lelaki itu buru-buru kembali memakai bajunya."Tenang, biar Putri aku yang urus!" Sarah membuka pintu kamar setelah selesai memakai bajunya kembali.Plak!Sarah menampar menantunya yang dianggapnya lancang karena sudah mengganggu malam indahnya bersama anak tirinya."Ngapain kamu teriak-teriak kaya orang gila gini?" tanya Sarah dengan tatapan sangat mengerikan. Sudah saatnya kali ini dia menunjukan sifat aslinya. Hubungan gelapnya bersama Indra sudah terbongkar oleh Putri, jadi menurutnya sudah tidak ada gunanya lagi berpura-pura baik di depan menantu wanitanya itu."Tante, kalian menjijikan sekali. Ternyata selama ini aku cuma dijadikan alat untuk menutupi hub
Pov Author"Tan, gimana ini? Kita bisa ketahuan kalau Papah tahu kamu disini?" Indra terlihat sangat panik. Sarah yang baru saja selesai memakai bajunya nampak panik juga."Kamu ingat foto editan tadi siang. Kita gunakan foto itu untuk mengelabuhi Papah kamu!" ucap Sarah yang tiba-tiba punya ide jahat. Putri menatap marah dua orang itu, lagi-lagi dia merasa menjadi orang bodoh yang terus-terusan di bohongi Sarah dan Indra. Dia memakan mentah-mentah ucapan Indra yang sudah memfitnah Ayahnya sendiri demi bisa membohongi wanita itu. Ya, foto yang Indra tunjukan ternyata hanya sebuah editan."Caranya?"Sarah membisikan sesuatu ke Indra. Indra sempat ragu dengan ide ibu tirinya. Tapi karena tak ada cara lain lagi, dia terpaksa tetap melakukannya."Kamu sekarang temui Papah kamu. Aku akan kunci pintu dari dalam agar dia enggak tahu keadaan Putri di dalam.Indra menurut, dia langsung keluar kamar untuk menemui Ayahnya."Pah, tante lagi ada di dalam bareng Putri. Seharian ini dia menangis."L
"Kau sekarang tahu betapa ganasnya suami kamu saat menyerang aku, kan? Jadi jangan pernah berpikir lelaki itu doyan sama wanita yang sangat bisa seperti kamu!"Setelah dipuaskan anak tirinya, kembali Sarah menyerang menantu wanitanya dengan kalimat pedasnya. Dia amat sangat puas melihat penderitaan wanita itu."Aku bawa Putri ke atas ranjang ya, Tant. Badannya terlihat lemah sekali. Kalau terjadi apa-apa sama dia, kita juga yang bakal susah!" ucap Indra. Sarah sebenarnya masih tak terima kalau Putri diletakan di atas ranjang milik anak tirinya, tapi melihat keadaan Putri yang makin lemah, dia akhirnya mengizinkan Indra membawa Putri ke sana."Sekarang gimana, Tant. Apa rencana kita selanjutnya?" tanya Indra. Sarah nampak berpikir sejenak. Dia dan Indra takan mungkin bisa terus-terusan menyembunyikan Putri dari kamar itu."Esok, kamu bawa Ayah kamu ke luar dari rumah ini. Saat kalian tak ada, Tante akan bawa Putri ke luar rumah." ucap Sarah."Kalau boleh tahu, Tante mau bawa dia kemana
Put, karena mood Papah lagi bagus. Papah juga sekalian mau beri kejutan buat kamu!" Setelah selesai memeluk istrinya, Dicky kembali fokus pada Putri."Kejutan?" Putri bertanya pada Ayah mertuanya secara hati-hati karena Sarah dan Indra memperhatikan setiap gerak-geriknya."Iya. Tapi kamu harus janji dulu sama Papah kamu jangan tersinggung!"Semua orang yang berada di ruang makan beralih menatap ke arah Dicky. Tak sabar menunggu Dicky melanjutkan ucapannya."Putri enggak akan tersinggung, Pah. Putri janji!"Dicky tersenyum lalu memberikan sebuah map pada Putri."Apa ini, Pah?" tanya Putri kemudian."Buka saja!" perintah Dicky. Putripun menuruti ucapan Ayah mertuanya."Pah, apa ini enggak berlebihan?" tanya Putri setelah melihat isi dalam map tersebut ternyata sebuah sertifikat rumah. Dan nama yang tertera disana ialah namanya, bukan nama Indra."Kamu layak mendapatkannya, Put. Papah berterimakasih karena sudah mau menikah dengan satu-satunya anak Papah. Kamu jangan tersinggung, ya. Kar
Indra tersenyum jahat, alkohol benar-benar sudah mempengaruhi otaknya. Jika biasanya dia selalu saja berusaha mencari cara agar bisa menahan diri untuk tidak menyentuh Putri, kali ini tidak lagi. Dia pikir dengan dia melakukan itu, rasa sakit hatinya pada ibu tirinya bisa terobati. Dia sama sekali tak memikirkan perasaan hancur Putri karena perlakuannya."Kamu diam saja, jangan melawan atau aku pukul kamu!"Indra pikir setelah mengancam Putri, wanita itu akan takut dan menurut. Sayangnya dugaannya salah, saat dia melepaskan tangannya dari mulut Putri dan hendak melepaskan bajunya, Putri tiba-tiba melakukan perlawanan lagi. Putri mendorong tubuh suaminya dan langsung bangkit dan memaksa kakinya cepat-cepat berlari meski dia sangat kesakitan.Indra marah, dia buru-buru bangkit dan kembali menyeret dan menghempaskan tubuh istrinya ke atas ranjang."Kamu pikir kamu bisa lepas dari aku!"Sorot mata kemarahan dari Indra makin membuat Putri ketakutan."Mas, ibu tiri kamu tidak akan memaafkan
"Pah, aku agak enggak enak badan. Aku masuk ke kamar dulu!"Tanpa menunggu respon suaminya, Sarah langsung masuk dalam kamarnya. Sampai dalam kamar wanita itu mengamuk dan membanting barang-barang yang ada di atas meja riasnya."Aku enggak akan biarin kalian pindah. Enggak akan!"Sarah terus mengamuk seperti orang gila, dia tak peduli keberadaan suaminya di lantai bawah."Mah, kamu kenapa?"Selesai makan, Dicky langsung naik ke atas. Dia terkejut melihat keadaan kamarnya yang sudah sangat berantakan.Sarah hanya diam, tak mungkin dia menjawab jujur apa yang membuatnya marah."Mah, kalau ada apa-apa cerita saja sama Papah. Jangan malah mengamuk seperti ini!"Dicky mendekat ke arah Sarah. Sarah tak bisa menahan tangisnya lagi. Dicky membawa Sarah ke dalam pelukannya agar wanita itu bisa lebih tenang. Seandainya saja Dicky tahu kalau Sarah tengah menangisi lelaki lain, pasti dia akan sangat jijik dengan Sarah."Udah jangan nangis lagi, ayo cerita sama Papah. Apa yang membuatmu marah sepe