Pov Author"Tan, gimana ini? Kita bisa ketahuan kalau Papah tahu kamu disini?" Indra terlihat sangat panik. Sarah yang baru saja selesai memakai bajunya nampak panik juga."Kamu ingat foto editan tadi siang. Kita gunakan foto itu untuk mengelabuhi Papah kamu!" ucap Sarah yang tiba-tiba punya ide jahat. Putri menatap marah dua orang itu, lagi-lagi dia merasa menjadi orang bodoh yang terus-terusan di bohongi Sarah dan Indra. Dia memakan mentah-mentah ucapan Indra yang sudah memfitnah Ayahnya sendiri demi bisa membohongi wanita itu. Ya, foto yang Indra tunjukan ternyata hanya sebuah editan."Caranya?"Sarah membisikan sesuatu ke Indra. Indra sempat ragu dengan ide ibu tirinya. Tapi karena tak ada cara lain lagi, dia terpaksa tetap melakukannya."Kamu sekarang temui Papah kamu. Aku akan kunci pintu dari dalam agar dia enggak tahu keadaan Putri di dalam.Indra menurut, dia langsung keluar kamar untuk menemui Ayahnya."Pah, tante lagi ada di dalam bareng Putri. Seharian ini dia menangis."L
"Kau sekarang tahu betapa ganasnya suami kamu saat menyerang aku, kan? Jadi jangan pernah berpikir lelaki itu doyan sama wanita yang sangat bisa seperti kamu!"Setelah dipuaskan anak tirinya, kembali Sarah menyerang menantu wanitanya dengan kalimat pedasnya. Dia amat sangat puas melihat penderitaan wanita itu."Aku bawa Putri ke atas ranjang ya, Tant. Badannya terlihat lemah sekali. Kalau terjadi apa-apa sama dia, kita juga yang bakal susah!" ucap Indra. Sarah sebenarnya masih tak terima kalau Putri diletakan di atas ranjang milik anak tirinya, tapi melihat keadaan Putri yang makin lemah, dia akhirnya mengizinkan Indra membawa Putri ke sana."Sekarang gimana, Tant. Apa rencana kita selanjutnya?" tanya Indra. Sarah nampak berpikir sejenak. Dia dan Indra takan mungkin bisa terus-terusan menyembunyikan Putri dari kamar itu."Esok, kamu bawa Ayah kamu ke luar dari rumah ini. Saat kalian tak ada, Tante akan bawa Putri ke luar rumah." ucap Sarah."Kalau boleh tahu, Tante mau bawa dia kemana
Put, karena mood Papah lagi bagus. Papah juga sekalian mau beri kejutan buat kamu!" Setelah selesai memeluk istrinya, Dicky kembali fokus pada Putri."Kejutan?" Putri bertanya pada Ayah mertuanya secara hati-hati karena Sarah dan Indra memperhatikan setiap gerak-geriknya."Iya. Tapi kamu harus janji dulu sama Papah kamu jangan tersinggung!"Semua orang yang berada di ruang makan beralih menatap ke arah Dicky. Tak sabar menunggu Dicky melanjutkan ucapannya."Putri enggak akan tersinggung, Pah. Putri janji!"Dicky tersenyum lalu memberikan sebuah map pada Putri."Apa ini, Pah?" tanya Putri kemudian."Buka saja!" perintah Dicky. Putripun menuruti ucapan Ayah mertuanya."Pah, apa ini enggak berlebihan?" tanya Putri setelah melihat isi dalam map tersebut ternyata sebuah sertifikat rumah. Dan nama yang tertera disana ialah namanya, bukan nama Indra."Kamu layak mendapatkannya, Put. Papah berterimakasih karena sudah mau menikah dengan satu-satunya anak Papah. Kamu jangan tersinggung, ya. Kar
Indra tersenyum jahat, alkohol benar-benar sudah mempengaruhi otaknya. Jika biasanya dia selalu saja berusaha mencari cara agar bisa menahan diri untuk tidak menyentuh Putri, kali ini tidak lagi. Dia pikir dengan dia melakukan itu, rasa sakit hatinya pada ibu tirinya bisa terobati. Dia sama sekali tak memikirkan perasaan hancur Putri karena perlakuannya."Kamu diam saja, jangan melawan atau aku pukul kamu!"Indra pikir setelah mengancam Putri, wanita itu akan takut dan menurut. Sayangnya dugaannya salah, saat dia melepaskan tangannya dari mulut Putri dan hendak melepaskan bajunya, Putri tiba-tiba melakukan perlawanan lagi. Putri mendorong tubuh suaminya dan langsung bangkit dan memaksa kakinya cepat-cepat berlari meski dia sangat kesakitan.Indra marah, dia buru-buru bangkit dan kembali menyeret dan menghempaskan tubuh istrinya ke atas ranjang."Kamu pikir kamu bisa lepas dari aku!"Sorot mata kemarahan dari Indra makin membuat Putri ketakutan."Mas, ibu tiri kamu tidak akan memaafkan
"Pah, aku agak enggak enak badan. Aku masuk ke kamar dulu!"Tanpa menunggu respon suaminya, Sarah langsung masuk dalam kamarnya. Sampai dalam kamar wanita itu mengamuk dan membanting barang-barang yang ada di atas meja riasnya."Aku enggak akan biarin kalian pindah. Enggak akan!"Sarah terus mengamuk seperti orang gila, dia tak peduli keberadaan suaminya di lantai bawah."Mah, kamu kenapa?"Selesai makan, Dicky langsung naik ke atas. Dia terkejut melihat keadaan kamarnya yang sudah sangat berantakan.Sarah hanya diam, tak mungkin dia menjawab jujur apa yang membuatnya marah."Mah, kalau ada apa-apa cerita saja sama Papah. Jangan malah mengamuk seperti ini!"Dicky mendekat ke arah Sarah. Sarah tak bisa menahan tangisnya lagi. Dicky membawa Sarah ke dalam pelukannya agar wanita itu bisa lebih tenang. Seandainya saja Dicky tahu kalau Sarah tengah menangisi lelaki lain, pasti dia akan sangat jijik dengan Sarah."Udah jangan nangis lagi, ayo cerita sama Papah. Apa yang membuatmu marah sepe
"Pu...Putri...? Kenapa kamu ada di sini?"Mendengar namanya disebut Putri mengerutkan keningnya. Dia mencoba mengingat-ingat siapa lelaki yang ada bersama suaminya."Kenapa ada di sini? Pertanyaanmu aneh, Wa. Dia kan istriku pastilah dia tinggal serumah denganku."Mendengar penjelasan Indra, wajah ceria Dewa berubah menjadi syok."Jadi Putri ini istri kamu?"Indra mengangguk sembari menatap aneh ke arah sepupunya."Kamu kenapa reaksinya gitu. Kamu kenal sama Putri?" tanya Indra penasaran."Em...jadi gini. Dulu saat aku SMA Putri sering aku kerjain waktu lagi MPLS."Dewa menatap ke arah Putri. "Put, kamu enggak ingat aku? Dulu kamu pernah nangis saat aku kerjain kamu. Katamu aku senior yang jahat jadi kamu benci banget sama aku!""Ka--kamu Kak Dewa yang suka banget jahatin aku dulu kah?" Putri mulai mengingat wajah kakak kelasnya yang dulu sering isengin dia.Dewa mengangguk cepat. "Betul, Put. Aku Dewa. Syukurlah kalau kamu masih inget aku!""Ya ampun, Kak. Dulu aku benci banget sama
"Tan, ini beneran enggak ada sangkut pautnya sama Putri. Tante tahu kan akhir-akhir ini kita sedang banyak masalah. Aku cuma masih belum bisa nerima kenyataan saja. Aku sama sekali enggak berniat njauhin Tante!"Tak mau melihat wanita di depannya terus menangis, Indra kali ini bicara sangat lembut. Tangannya terulur untuk mengelap airmata wanita itu. Dia berharap Sarah kali ini bisa bersikap lebih tenang atau seseorang akan memergoki mereka."Bohong!"Sarah menepis tangan Indra. Tak mudah bagi wanita itu untuk percaya begitu saja ucapan Indra. Menurutnya Indra benar-benar sudah berubah. Tidak lagi seperti Indra yang selama ini sangat tergila-gila dengannya."Tan, aku enggak bohong. Aku janji aku enggak akan memperlakukan Tante seperti kemaren lagi. Aku janji!"Meski masih belum terlalu yakin dengan janji yang Indra katakan tapi Sarah memaksa bibirnya tersenyum. Wanita itu langsung memeluk Indra sangat erat."Tante kaya orang gila beberapa hari ini. Kamu sekali lagi berbuat kaya gitu
"Dir, awasi Putri selama aku tidak di rumah. Kalau sampai Putri berhasil diam-diam keluar dari rumah ini, awas kamu!"Setelah selesai mengancam pembantunya, Indra kembali ke kantornya. Jam makan siangnya sudah habis. Meski dia belum sempat makan tapi dia tak berniat kembali ke restoran. Sampai detik ini Indra belum bisa melupakan kekesalannya saat melihat Putri sedang makan siang bersama lelaki lain.[Ndra, kamu kemana? Kok belum balik ke kantor?]Baru beberapa jam lalu Indra berjanji pada Sarah takan mengabaikan wanita itu lagi namun sekarang dia mengingkarinya. Rasa cemburu dan marah pada Putri membuat lelaki itu kembali tak mempedulikan Sarah.Beberapa kali Sarah menghubungi Indra namun lelaki itu tak mau mengangkatnya, ini membuat Sarah kembali marah. Dia mondar mandir berada dalam ruangan Indra menunggu lelaki itu tiba di sana."Ndra, kamu kenapa enggak angkat teleponku lagi?" tanya Sarah setelah Indra sampai dalam ruangannya."Tan, aku lagi banyak urusan. Bisa enggak biarkan aku