Share

Siapa yang Datang?

Bab 3 - Siapa yang Datang?

 

Mas Heru berjalan ke ruang tamu, kemudian duduk tepat di sebelahku.

 

"Maaf ya, Dek," ucap Mas Heru sembari memegang pundakku.

 

Aku diam saja, mematung dan membisu, tak menjawab ucapannya. Biar sekali ini saja kubalas perbuatannya. Selama 3 tahun menikah, dia selalu marah-marah padaku. Selama ini aku diam, tetapi tidak kali ini dan seterusnya. Enak saja dia, mentang-mentang aku diam, dikiranya aku ini bisa selamanya ditindas apa. Lihat saja Heru, kau akan kubalas.

 

"Dek, kamu tuli ya? Mas minta maaf, kenapa kamu diam saja? "tanya Mas Heru kesal.

 

"Ya," ucapku ketus.

 

Aku meninggalkan dia sendiri di ruang tamu dan langsung masuk ke kamar. Kukunci pintu agar dia tak bisa masuk.

 

"Songong banget sih, jadi orang! Orang masih mau ngomong juga malah ngeloyor pergi!" omel Mas Heru.

 

Terserah dialah, aku sudah lelah mendengar ocehannya. Aku memutuskan untuk tidur, barangkali saat tidur, aku bisa bermimpi bertemu dengan pangeran tampan yang bersedia menikah denganku, agar aku bisa terlepas dari Mas Heru yang pelit dan medit itu.

 

***

 

Pukul delapan malam, aku baru bangun, saat membuka kamar, tak terlihat batang hidung lelaki yang menjadi suamiku itu.

 

"Ke mana Mas Heru? Apa dia kabur?" tanyaku.

 

Meski aku dalam keadaan marah, tetapi aku juga merasa bersalah, tak seharusnya aku berbicara kasar padanya. Kini, penyesalan yang ada dalam hati. Apalagi bayangan pesan Mamak menggelayut di kepalaku. Harus nurut sama suami, selalu itu yang dipesankan Mamak padaku.

 

Hingga malam menjelang, Mas Heru juga tak kunjung kembali ke rumah, rumah yang diberikan orang tuanya sebagai hadiah pernikahan kami. Ya, walaupun sederhana, tetapi masih bisa untuk berteduh dari panas dan hujan. Untung saja, rumah ini dijadikan kado pernikahan oleh kedua orang tuanya, ah, bukan kedua orang tuanya sebenarnya, lebih tepatnya Abah, bapak Mas Heru. Kalau ibu Mas Heru, orangnya pelit dan medit, sebelas dua belas dengan suamiku itu.

 

Sebenarnya, Mas Heru dulu adalah lelaki yang baik, makanya aku memilihnya menjadi suami. Namun, entah kenapa, setelah menikah denganku, dia jadi sering marah-marah tak jelas dan membuatku naik darah, apalagi sifat pelit dan meditnya itu, membuatku mengelus dada. 

 

Padahal dulu, saat pacaran apa pun yang ingin kubeli selalu dituruti, mulai dari baju baru, make up, skin care, sepatu, pulsa, dan semua kebutuhanku dia turuti. Itulah alasanku menerima dia sebagai suami. Namun, saat sudah menikah, kelakuannya itu berbeda seratus delapan puluh derajat. Aku baru tahu kalau dirinya itu pelit dan kikir.

 

Setiap kali ditanya, kenapa uang nafkahku hanya lima belas ribu, Mas Heru selalu marah, tak jarang dia mengungkit bahwa uangnya dulu kuhabiskan karena aku meminta ini dan itu darinya, sekarang aku harus menerima kenyataan bahwa jatah uang nafkahku hanya lima belas ribu. Catat, hanya lima belas ribu!. Meski dirinya yang memenuhi kebutuhan dapur lainnya, tetapi kan sebagai istri, kadang kala aku mau jajan makanan di luar, seperti beli cilok atau makan pempek.

 

Kulihat jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, suamiku juga tak kunjung pulang.

 

"Sudah dua jam, kenapa dia belum juga pulang?" tanyaku pada si Empis.

 

Empis adalah ikan kesayangan milik Mas Heru, pernah suatu kali Mas Heru marah karena aku tak membersihkan akuarium si Empis.

 

"Empis, kamu tahu ke mana Bapakmu?" tanyaku lagi.

 

Empis hanya bisa berenang, menari-nari seperti balerina di air.

 

"Ah, percuma ngomong sama kamu, kamu juga gak bisa jawab! Kesal sekali aku sama kami!" ucapku lagi.

 

Empis tak menanggapi, ia terus menari di air, berkeliling ke sana ke mari.

 

Aku segera bangkit, ingin mengunci pintu, tetapi mataku tertuju pada seseorang yang sedang tertidur di sofa teras. Aku yang penasaran langsung menghampiri oramg tersebut.

 

"Ternyata kamu di sini, Mas," kataku.

 

Aku membangunkan Mas Heru yang tertidur di teras. Entah kenapa dia malah memilih tidur di teras, padahal bisa saja dia tidur di ruang tamu. Dasar Mas Heru! Selalu membuatku merasa kesal.

 

"Mas, bangun! Pindah ayo ke kamar," ucapku.

 

Mas Heru menggeliat, ia membuka matanya, kemudian berjalan ke kamar dengan langkah gontai.

 

***

 

"Maafin aku," kata Mas Heru sembari memeluk tubuhku.

 

Aku mengangguk saja.

 

"Jawab dulu, mau maafin aku atau enggak?" tanya Mas Heru lagi.

 

"Iya, aku maafin, sekarang ayo tidur," kataku.

 

Mas Heru melingkarkan sepuluh jarinya ke pinggangku yang ramping, kalau sudah begini, pastilah dia akan meminta haknya. Padahal, aku sedang malas meladeninya.

 

"Dek, bolehkah?" tanya Mas Heru.

 

"Aku ...," kataku.

 

Belum sempat menyelesaikan kalimat yang akan kukatakan, Mas Heru langsung melakukan hal yang dimintanya tadi. Benar-benar suami tak sabaran.

 

***

 

Pagi hari, buru-buru aku mandi dan melaksanakan salat subuh, sebab hari ini aku akan ke warung Mpok Maman untuk membeli cabai. Tak perlu ke pasar, sebab kemarin, masih ada tahu di kulkas. Lagian, aku ke pasar juga hanya tiga kali dalam seminggu, itu juga membeli kebutuhan yang tak ada di rumah dengan ala kadarnya.

 

"Mas, minta duit," kataku sambil menyodorkan tangan.

 

"Bukannya sudah kubilang kalau uang jatahmu selama tiga hari tak akan kuberi? Aku kan mau diurut nanti sama Mbah Oo," jelas Mas Heru.

 

Seketika emosiku naik, enak saja dia tak  mau memberi uang nafkah yang hanya lima belas ribu itu.

 

"Mas, aku hanya kamu kasih sehari lima belas ribu! Ingat, lima belas ribu! Kenapa masih mau kau potong juga? Urusan badan dan kakimu sakit, itu urusanmu, bukan urusanku!" kataku geram.

 

Mas Heru tampak tak suka dengan apa yang barusan kukatakan. Wajahnya berubah merah padam, dadanya naik turun, matanya merah seperti darah. Dia bersiap-siap mengangkat tangannya, seperti ia ingin melayangkan tangannya ke arah pipiku. Sudah tinggal satu Cm lagi, Mas Heru tak jadi menamparku, sebab seseorang mengetuk pintu ruamah dengan sangat keras.

 

"Assalamualaikum," sapa orang tersebut.

 

Aku dan Mas Heru menoleh ke arah sumber suara dan terkejut dengan kedatangannya.

 

 

Kira-kira, siapa yang dattang ke rumah mereka?  Kenapa wajah Mas Heru menjadi tegang? 

 

***

TBC

 

Tetap stay tune ya. Jangan lupa like dan komennya. Sayang kalian banyak-banyak.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status