HAPPY READING***“Saya tidak suka kamu bersamanya.”Anja terdiam beberapa detik mencerna kata-kata Willi, “Kamu bukan apa-apa saya, dan kamu tidak berhak menghalangi saya untuk pergi dengan siapa saja!” Ucap Anja, kali ini ia tidak bisa mengontrol emosinya.Wajah Willi merah padam, ia semakin mendekati Anja, otomatis tubuh Anja mundur ke belakang,“Kamu itu milik saya, saya tidak suka kamu pergi dengan pria lain, selain saya. Paham kamu!” Ucap Willi menahan geram.“Apapun status kamu dengan pria itu, saya tidak suka suka kamu bersamanya!”Anja mendongakan wajahnya, menatap William dengan berani, ia memandang iris mata itu,“Kamu pikir kamu siapa hah!” Ucap Anja lepas control, ia tidak suka diperlakukan semena-mena seperti ini.“Kamu milik saya paham! Saya tidak mau ada laki-laki lain bersama kamu selain saya!”“Ingat saya bukan milik kamu. Sejak awal kita tidak memiliki hubungan apa-apa.”“Apa pantas wanita yang saya tiduri tiap hari lalu, dia bersama pria lain. Kamu ini apa sebenar
HAPPY READING***Richad melirik Anja yang berada di sampingnya, wanita itu hanya diam, ia tidak tahu apa yang terjadi antara Anja dan William. Tangan kirinya menghidupkan audio mobil, sambil memanuver, ia memperhatikan jarak mobil dan motor di hadapannya.“Kamu belum cerita apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan William,” ucap Richad.Anja hanya diam, bagaimana mungkin ia bisa menceritakan kisah ini dengan Richad, sedangkan apa yang terlah ia lakukan adalah hal yang paling gila di muka bumi ini, ia sudah tidur dengan pria itu berulang kali tanpa status apapun.Richad menunggu beberapa detik, hingga Anja menceritakan apa yang telah terjadi, namun wanita itu memilih bungkam,“Kamu langsung mau pulang?” Tanya Richad, sepertinya Anja belum mau cerita kepadanya.“Iya, langsung pulang saja,” ucap Anja.Richad menatap Anja, ia tahu kalau ia harus menghargai privasi Anja, ia tidak bertanya lagi apa yang telah terjadi. Sepanjang perjalan mereka mendengarkan lagu dari audio mobil. Hingga
HAPPY READINGAnja duduk di kursinya, “Sudah lebih baik,” ucap Anja, ia menaruh kopi dan handbag-nya di meja, ia melihat map di atas meja kerjanya. Itu kerjaan yang telah diselesaikan oleh staff nya, namun ia tetap mengoreksinya. Ia juga mengambil pekerjaanya di laci dan ia taruh di meja.“Selamat pagi ibu Anja.”Anja lalu menoleh, ia menatap Richad tepat berada di belakangnya. Ia dengan reflek berdiri, ia lalu tersenyum kepada pria itu.“Selamat pagi juga pak.”“Apa kabar kamu hari ini?”“Ah ya, baik,” ucap Anja gugup, ia memperhatikan penampilan Richad dia mengenakan kemeja berwarna putih dan celana abu-abu, dia sangat sempurna.“Syukurlah kalau begitu. Ponsel kamu tidak aktif dari kemarin, membuat saya khawatir.”Anja tersenyum, “Saya baru mengaktifkan ponsel saya barusan, maaf membuat bapak khawatir.”“Yaudah kalau begitu, saya ke office dulu. Kamu lanjut kerja.”“Baik pak,” ucap Anja.Anja lalu duduk kembai, ia lalu segera melihat ke arah ponselnya, ia melihat banyak pesan dan p
HAPPY READING“Jelaskan pria mana yang tidak marah, wanitanya bersama pria lain. Pria itu bahkan selevel dengan saya!”“Saya hampir gila tiba-tiba kamu pergi meninggalkan saya!”“Saya seperti pria yang tidak tentu arah karena kamu pergi begitu saja, tanpa kejelasan apapun!”“Mungkin saya salah karena saya bertanya apakah kamu tidur dengannya! Saya mengatakan seperti itu karena saya takut kehilangan kamu! Saya tidak bisa, wanita saya berbagi dengan pria manapun!”“Oh God, bagaimana lagi saya harus menjelaskan kepada kamu!”“Apa perlu pembuktian kalau saya ini cinta sama kamu!” Teriak Willi.“Kamu mau bukti, kalau saya bisa menikah dengan kamu!”“Ayo kita menikah! Kalau kamu mau! Saya mau mengikat kamu sehidup semati!”“Saya tidak peduli lagi dengan keluarga saya! Mereka tahu apa tentang peraasaan saya!”“Persetan dengan Livy! Tidak peduli statusnya apa! Saya tidak akan pernah terpikirkan untul bersanding dengannya apalagi memacarinya!”“Yang saya pikirkan saat ini itu, kamu!”“Hanya k
HAPPY READINGBeberapa hari kemudian, itu merupakan terakhir mereka bertemu, William tidak lagi menghubunginya walau ia sudah membuka blokir ponselnya. Selama beberapa hari itu, jujur pria itu tidak lepas dari kepalanya. Masih teringat dalam ingatannya, bagaimana pria itu memeluknya, tertawa bersama, saling bercerita, deeptalk, pillowtalk, moment seperti itu sangat berharga untuknya. Mereka bisa bercerita banyak hal, walau moment itu hanya sebentar, entahlah ia merasa kalau setiap moment yang mereka lakukan itu sangat terkenang.Ia mulai menerima dan menyadari bahwa perasaannya terhadap William itu ada. Ia tidak menapik kenyataan bahwa ia memang menyukai Willi. Ia tidak bisa membohongi perasaanya, semakin berpikir semakin membuatnya tidak tenang. Ia berbicara pada diri sendiri, apa ia sanggup menjalin hubungannya dengan William.Untuk Richad, entahlah ia merasa gamang, pria itu memberi prihatian lebih kepadanya, tidak jarang ia dan Richad makan siang bersama. Dia sangat baik, bahkan
HAPPY READING***1 bulan kemudian,“Oh My God!” Teriak William dalam hati. Ia menatap Anja, dengan rambut sebahunya, ia tidak tahu sejak kapan Anja memangkas rambutnya panjangnya menjadi separuh, lalu tatapannya berubah dan senyumnya berkurang, ia berubah menjadi ragu. Ini sudah sebulan berlalu Anja tidak bersamanya, ia hampir gila memikirkan wanita itu setiap harinya.Willi memejamkan mata beberapa detik, ia menutup wajahnya dengan tangan, ia menghabiskan dua Minggu di Eropa di kota terpencil hanya karena memikirkan wanita itu. Untuk masalah Livy sudah ia selesaikan sejak ia mengatakan cintanya kepada Anja. Orang tuanya menyayangkan hubungannya dengan Livy, namun apa boleh buat ini semua tentang keputusannya. Ia tidak bisa menikah dengan orang yang tidak memiliki perasaan yang sama.Willi merasa senang kalau Anja kini menghampirinya, namun beberapa detik kemudian ia berubah menjadi jengkel dan kesal. Memasang topeng tidak peduli di wajahnya, ia melangkah mendekati Anja yang berdir
“Pak, jadwal Anda sore nanti adalah bertemu dengan ibu Anjani manager Marketing dari Semen Indonesia.” William memandang sekretarisnya. “Terima kasih sudah mengingatkan saya.” Setelah wanita itu pergi kembali ke ruangannya, ia menarik nafas beberapa detik lalu melihat jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 09.00. Entahlah ada angin apa ia ingin bertemu dengan Anjani. Biasanya, staff saja yang mengurus ini semua. Namun, firasatnya membuat pria itu ia ingin terjun langsung bertemu dengan Anjani yang menawarkan kualitas harga bahan baku pembuatan property-nya itu. Sebagai pengusaha real estat, keluarganya konsisten memberi yang terbaik. William pun kembali menekuri pekerjaannya. Beberapa jam kemudian, pekerjaanya selesai. Diambilnya kunci mobilnya dan segera menemui kliennya saat ini. William beranjak dari duduknya ia lalu memasukan kunci ke saku celana. Ia melihat Tiara, sekretarisnya keluar dari ruangan, membawa berkas di tangannya.“Bapak mau ke mana?” “Saya m
“Siapa?” tanya Anjani penasaran.“Temennya papa.” “Really? Masih muda loh dia, papa lo kan udah tua,” ucap Anja. Ia sungguh tidak menyangka kalau teman papanya Juliet semuda itu. Juliet tertawa, “Namanya juga rekan bisnis, nggak mandang umur lah.” “Ganteng banget tau itu. Siapa namanya?” “Christian.” “Pasti tajir banget,” ucap Anja, karena ia melihat secara jelas look nya seperti apa. “Setara sama papa,” bisik Juliet sambil terkekeh. Alis Anja terangkat, “Keren banget dong.” “Pastinya,” Juliet tertawa geli. Anjani dan Juliet lalu duduk di kursi, ia memandang server yang membawa pesanannya. Mereka pun duduk dan menyesap coffee yang tersedia. Hot mocca yang ia sesap mengeluarkan rasa dark chocolate. Kopinya juga dipadukan dengan sempurna tanpa rasa asam setelahnya. Ia mengangguk puas, sebelum menatap Julliet yang juga sedang menikmati minumannya. “Lo dari tadi nungguin gue lama, nggak?” “Enggak sih, barusan aja. Sekitar 10 menit yang lalu,” ucap Juliet. Anjani memperhat