Share

Bab 2. Bukan milik bersama

Nayyara tiba di rumah pukul tujuh malam, biasanya dia akan pulang sebelum matahari terbenam. Namun, akhir ini, kesibukannya di toko yang harus mengerjakan pesanan yang banyak, membuatnya telat sampai ke rumah hingga pulang malam.

“Bagus, ya. Apa kau pikir aku pembantu di rumah ini. Hah?” bentak Fania pada Nayyara yang baru saja masuk ke dalam rumah, membuat Nayyara terkejut.

“Maaf, Bun. Tadi banyak pesanan di toko, itu sebabnya Nayyara pulang terlambat,” ucap Nayyara mencoba menjelaskan.

“Apa kau pikir aku peduli dengan itu? Cepat buatkan makan malam. Rania sudah sangat kelaparan sedari tadi,” ujar Fania yang hanya memperdulikan Rania, padahal Nayyara baru saja pulang dan tubuhnya terasa pegal-pegal semua karena seharian bekerja di toko dengan pesanan yang begitu banyak yang harus dikerjakan secepat mungkin.

“Tapi, Bun. Aku baru saja sampai dan aku masih harus bersih-bersih dulu. Rania kan juga sudah besar, sudah pasti dia bisa memasak untuk dirinya sendiri,” ucap Nayyara mencoba untuk memberi tahu Bundanya tersebut.

“Sudah berani kamu menolak perintah dariku? Dengar, bersyukurlah aku masih mau menampungmu di rumah ini. Jadi, selama masih tinggal di sini, lakukan semua yang aku perintahkan!" ujar Fania dengan tatapan tajamnya bahwa Nayyara tidak boleh menolak ucapannya.

Nayyara menatap ke arah Yacob yang hanya terdiam tanpa ekspresi dan pandangan matanya beralih ke arah Rania yang menunjukkan sebuah senyum licik penuh kemenangan. Lagi-lagi Nayyara harus menekan kuat rasa sakit dalam hatinya, dia meletakkan tas kecil dan segera menuju dapur. Kedua orang tuanya bukanlah orang yang tidak mampu untuk membayar seorang pembantu di rumah itu, hanya saja Fania berucap bahwa mereka tidak membutuhkan itu disebabkan ada Fania yang bisa mengerjakan semuanya.

Setelah selesai menyajikan makanan di atas meja, Nayyara memanggil kedua orang tuanya dan juga Rania yang tengah asyik bercengkrama di ruang tamu dengan tawa yang menghiasi wajah mereka. Dulu sebelum Rania hadir, dia juga diperlakukan sangat spesial. Pernah, Nayyara bertanya kepada ayah dan juga bundanya akankah dia tetap disayangi nantinya meskipun kelak dia akan memiliki seorang adik? Dan saat itu kedua orang tua itu memeluk dirinya dan mengatakan bahwa apapun yang terjadi nanti, kasih sayang mereka tidak akan berubah.

Namun, nyatanya itu semua hanyalah sebuah janji belaka. Kedua pasangan itu seakan-akan lupa pada janji yang pernah mereka ucapkan. Mereka seakan lupa pada anak yang menemani di kala rasa rindu ingin memiliki anak itu hadir dalam hati mereka. Dan sekarang Nayyara tersisihkan, dia ada namun hadirnya tidak lagi di butuhkan karena seseorang sudah mengganti posisinya.

“Bunda, makanannya sudah siap,” ucap Nayyara memberitahukan seraya kembali menuju meja makan untuk segera mengisi perutnya yang juga sudah sangat kelaparan.

“Kamu mau ngapain?” tanya Fania menghentikan pergerakan Nayyara yang bersiap untuk duduk.

“Mau makan, Bun,” jawab Nayyara.

“Enak saja, kamu baru boleh makan setelah kami selesai. Itu hukuman buatmu karena sudah berani pulang terlambat dan juga bersikap kasar pada Rania tadi siang. Kamu pikir aku tidak tahu apa yang terjadi? Masih memiliki toko kumuh seperti itu saja sudah sombong,” ketus Fania meremehkan.

Nayyara berbalik menuju kamarnya dengan menahan rasa lapar. Kenapa selalu saja ia yang disalahkan, padahal kenyataannya Rania yang selalu mencari masalah padanya, jika banyak yang mengatakan bahwa rumah adalah sebaik-baiknya tempat ternyaman untuk kita pulang, tapi mengapa Nayyara tidak lagi merasakan itu, lantas ke mana lagi Nayyara harus berpulang?

Nayyara membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan nanar. Lelah di sekujur tubuhnya tidak ada apa-apa dibandingkan dengan lelah batinnya dan juga hatinya, ia tidak tahu mengapa Tuhan begitu gemar memberikan sakit yang tiada hentinya. Entah dari sisi mana Tuhan melihat ketangguhan serta kemampuannya untuk melewati semuanya. Nayyara sungguh tidak tahu kenapa Tuhan memilihnya sebagai salah satu manusia yang hidup dengan takdir yang keras. Karena terlalu kelebihan Nayyara perlahan Nayyara memejamkan matanya dan tertidur dalam keadaan lapar.

***

Matahari sudah menunjukkan sinarnya dengan sempurna, begitu juga Nayyara seperti biasa sia sudah rapi dengan penampilan sederhananya. Namun, kesederhanaan itu yang membuat Nayyara kelihatan lebih cantik dan juga elegan. Dia berbeda dengan Rania yang selalu memakai baju-baju yang mewah.

Saat hendak berangkat bekerja Nayyara sibuk mencari-cari sepeda motor miliknya, seingatnya dia memarkirkannya di tempat biasa. Tidak mungkin hilang atau pun maling mencurinya di sebabkan kompleks rumah Nayyara dijaga ketat oleh beberapa penjaga. Nayyara berbalik berniat untuk bertanya pada Ayahnya namun langkahnya terhenti saat mendengar bunyi suara motor yang sangat dikenalinya.

“Tidak bisakah izin terlebih dahulu sebelum memakai barang milik orang lain?” tanya Nayyara mencoba untuk menahan amarahnya ketika melihat motornya yang saat ini sedang dinaiki oleh Rania.

“Suka-suka aku dong, barang kamu kan barang aku juga,” jawab Rania dengan entengnya membuat Nayyara geram dengan sikap semena-mena Rania.

“Come on Rania, dewasalah, kamu itu bukan anak kecil lagi yang harus selalu diperingati. Kamu sudah bisa membedakan mana yang salah dan mana yang benar, mau sampai kapan kamu kekanak-kanakan terus? Bahkan kamu sudah bisa berpacaran, masa hal sepele seperti ini saja tidak tahu,” ujar Nayyara mengambil dengan kasar kunci motornya yang berada di tangan Rania.

“Apa maksudnya kamu berbicara begitu? Kamu mau bilang kalau kamu itu lebih pintar dari aku gitu?” ucap Rania tidak terima.

Namun Nayyara tidak menggubris perkataan Rania, karena ia tahu akan panjang masalahnya jika terus berdebat dengan Rania yang selalu ingin menang sendiri itu.

Amarah Rania semakin memuncak saat Nayyara tidak mempedulikannya. Ia mengambil kunci motor Nayyara dan melemparkannya ke dalam tong sampah yang berada di sampingnya membuat Nayyara geram dengan apa yang dilakukan oleh Rania.

“Apa-apaan kamu Rania!” bentak Nayyara mendorong pelan tubuh Rania.

Dengan sangat kebetulan Fania lewat dan Rania mengambil kesempatan itu untuk memberikan pelajaran pada Nayyara dengan berpura-pura terjatuh di hadapan Fania, lantas nanti Rania akan menyalahkan Nayyara dan kemudian Nayyara akan dimarahi oleh Bunda Fania.

“Aduh,” ucap Rania sengaja menjatuhkan dirinya sendiri padahal tadi Nayyara mendorongnya pelan.

Dan benar saja, Fania melihat itu dan segera menghampiri Rania yang terduduk di hadapan Nayyara.

“Rania sayang, kamu tidak apa-apa, Nak?” tanya Fania membantu anak kesayangannya itu berdiri.

“Tidak apa-apa, Bun. Ini salahku karena telah membawa motor Kak Nayyara tanpa ijin,” ujar Rania pura-pura merasa bersalah dan tentu saja semua itu tidak terlepas dari tatapan Nayyara yang seakan mengetahui kelicikan Rania.

Plak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi mulus Nayyara, ia tidak mengatakan apapun bahkan juga ia tidak menunjukkan ekspresi takut di depan Fania untuk pertama kalinya. Ia sudah lelah terus mengalah untuk Rania, Nayyara merasa lelah terus mempertanggung jawabkan kesalahan yang dilakukan oleh Rania sendiri.

“Berani kamu menyakiti putriku. Hah?” bentak Fania yang amarahnya sudah memuncak melihat Nayyara yang tidak merasa bersalah sedikitpun.

“Nayya tidak bersalah Bunda, aku hanya memperingatkan saja bahwa segala sesuatu yang bukan milik kita, jika ingin memakainya akan lebih baik kalau ijin terlebih dahulu. Bukannya Bunda sendiri yang mengajarkan itu kepada kami?” ujar Nayyara masih setia dengan wajah datarnya walaupun rasa perih menjalar pada pipinya.

“Siapa bilang itu milikmu? Mulai sekarang motor itu milik bersama, jadi siapapun boleh menggunakannya,” ucap Fania tidak ingin dibantah.

“Sepertinya Bunda mulai lupa bahwa motor ini adalah hadiah yang diberikan Nenek padaku, jadi motor ini milikku bukan milik bersama. Permisi Bunda Nayyara harus segera berangkat bekerja,” ujar Nayyara mengambil kunci motornya dan segera pergi meninggalkan Bundanya dan juga Rania yang masih tidak percaya dengan perubahan sifat Nayyara yang sudah mulai berani pada mereka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status