“Ethan bagaimana rencanamu menikah dengan Joanna? Kapan kami melamar dia? Mama tidak sabar melihat kamu menikah dengan Joanna.” Tidak peduli putranya baru datang, Dewi langsung menodong pertanyaan yang sudah lama dia tahan. “Katakan pada mama! Biar semuanya mama yang urus.” Langkah kaki Ethan terhenti, dia menoleh ke belakang. “Di mana papa? Ada hal penting yang harus aku bicarakan pada mama dan papa.” Mata Dewi berbinar bahagia. “Apakah kamu mau bilang kalau kamu sudah menyiapkan tanggal untuk melamar Joanna di depan keluarganya?” Ethan menatap mamanya dengan wajah gusar, sungguh dia tidak ingin bercanda saat ini. “Ma, aku tidak ingin bercanda. Ini masalah serius.” Senyum di wajah Dewi langsung lenyap seketika, dia bergegas berjalan melewati putranya. “Papa ada di ruang kerja. Ayo, bicara di sana saja!” Ethan bergegas mengekor mamanya, sampai di ruang kerja dia melihat papanya kaget saat mamanya menjelaskan maksud tujuannya. “Ada masalah apa?” Lelaki paruh baya itu menatap
Ethan nyaris terlonjak saat ayah Joanna mendadak berdiri dibelakangnya. "Kita harus bicara," ujar lelaki paruh baya itu. Tanpa mengatakan apapun, Ethan mengikuti ayah Joanna. Dia sudah menyiapkan diri diintrogasi oleh ayah Joanna. Mereka duduk di ruang tunggu yang sepi karena sudah larut malam. Ethan menatap lelaki paruh baya itu dalam diam. Alih-alih berbicara lelaki itu malah mengeluarkan bungkus rokok, mengambil sebatang lantas meletakkan di atas meja. Ethan mendorong bungkus rokok itu menjauh. "Tidak merokok?" tanya lelaki paruh baya itu lantas mengepulkan asap rokok dari bibirnya. "Tidak, Om," jawabnya cepat. Ethan sedikit terganggu dengan kepulan asap rokok yang mengganggu pernapasannya. "Apa pekerjaanmu?" tanyanya sambil menatap Ethan penuh selidik. "Hanya pegawai kantoran biasa, Om," jawab Ethan asal. "Hanya pegawai kantor? Ck, pasti gajinya masih banyakan Joanna. Saya tidak merestui kalian!" tegasnya. Ethan terperangah, tidak menyangka dia dipand
"Kenapa kamu berikan uangnya? Kamu tahu ayah nggak akan berhenti meminta uang. Sekali dia minta dan dikasih, dia akan terus melakukannya. Uangnya hanya untuk judi dan mabuk." Joanna tidak habis pikir, padahal dia sudah melarang Ethan memberikan uangnya, tapi tetap saja lelaki itu keras kepala. Ethan menggenggam tangan Joanna, membuat wanita itu tersentak kaget. "Jangan emosi! Ibu hamil nggak boleh emosi karena nanti akan mempengaruhi kondisi janin," ujar Ethan. Joanna tersentuh mendengar ucapan Ethan. Lelaki yang dia pikir cuek dan dingin ternyata punya sisi perhatian juga. Joanna mendekat saat dia melihat Ethan memberikan uang pada ayahnya. "Kembalikan uangnya, Yah!" pinta Joanna. Dia berusaha menarik amplop cokelat dari tangan ayahnya, tapi lelaki paruh baya itu malah menjauh dan menyembunyikan uangnya di balik punggung. "Enak saja, ini uang ayah. Sekarang terserah kalau kamu ingin menikah dengan Ethan. Ayah tidak akan menghalanginya." Joanna berusaha mengejar ayahn
"Biarkan aku tetap bekerja meskipun kita sudah menikah!" pinta Joanna. Ethan terkejut mendengar permintaan Joanna, jelas dia keberatan karena itu bisa membahayakan kehamilannya. "Tidak bisa, Joanna. Aku tidak akan membiarkanmu bekerja saat hamil. Kamu fokus saja pada kehamilanmu! Aku akan cukupi semua kebutuhanmu." Joanna sama sekali tidak tergiur dengan tawanan yang diberikan oleh Ethan. "Jangan halangi aku berkarir, Ethan!" "Berhentilah keras kepala, Joanna! Kamu sedang hamil, terlalu beresiko. Kamu bisa berkarir lagi setelah melahirkan." Joanna mencondongkan tubuhnya ke depan. Sepertinya dia harus mengingatkan janji yang telah mereka sepakati sebelumnya. "Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau kamu tidak akan mengekang aku setelah menikah." "Ya, tapi untuk yang satu ini aku tidak bisa. Aku tidak mau ambil resiko. Keselamatanmu dan anak kita yang paling utama," tegas Ethan. Lelaki itu harap kali ini Joanna mau mendengarkannya. "Aku bisa jaga diri, Ethan. Tidak perlu khawatir!
Jantung Joanna berdebar kencang saat dia melihat pantulan wajahnya di depan cermin setelah penata rias selesai meriasnya. Dia nyaris tidak mengenali wajahnya sendiri. Akhirnya, hari pernikahannya tiba juga. “Mbak Joanna cantik sekali,” puji penata rias itu. Joanna bahkan tidak bisa berkata-kata lagi. “Ayo, ganti gaun pengantin dulu, Mbak Joanna!” Wanita itu hanya menurut, tiga orang membantunya menggunakan gaun itu. Kini penampilannya sudah lengkap dari atas kepala sampai ujung kaki. Gaun yang memiliki ekor panjang itu melekat sempurna di tubuh Joanna. “Astaga, gaunnya cocok sekali dengan Mbak Joanna. Cantik sekali, Mbak!” puji penata rias itu lagi. Joanna tersenyum tipis. “Terima kasih.” Wanita itu tidak bisa berpaling dari cermin, meskipun gaun itu cukup berat tapi Joanna menyukai gaun itu. Desainer pilihan Ethan memang terbaik, bisa membuatkan gaun sesuai dengan permintaannya. Tok … Tok … Tok …. Suara ketukan pintu membuat semua orang menoleh ke pintu. “Sep
“Bagaimana dengan kamar pengantin?” Joanna bingung saat suaminya mengajaknya meninggalkan hotel tempat mereka melangsungkan pernikahan. Padahal, dia tahu Ethan sudah menyiapkan kamar untuk mereka dan harganya sangat mahal. Pertanyaan itu membuat Ethan menoleh. “Apa kamu ingin kita di sana?”Joanna menggeleng. “Tidak usah. Terserah kamu saja!”Ethan mengajak Joanna pergi ke kediamannya yang kini sudah resmi menjadi rumah mereka. Gerbang rumah langsung terbuka begitu Ethan tiba, seseorang langsung membukakan pintu untuk mereka setelah mobil itu berhenti di depan rumah. Ethan membantu Joanna mengangkat ekor gaun pengantin wanita itu. “Aku bisa sendiri, biar aku bawa,” ujar Joanna berusaha mengambil alih gaunnya. “Tidak usah, jalanlah dulu!”Joanna mengangguk, berkat Ethan dia bisa berjalan dengan nyaman. Wanita itu berhenti setelah melewati pintu, dia baru menyadari rumah Ethan begitu mewah sekali. Rasanya dia tidak bosan melihat furniture mewah yang ada di ruang tamu. “Joanna, seka
"Lepas! Lepaskan aku!" Teriakan seorang wanita bergaun hitam di dalam kamar hotel VVIP itu menggema dalam seluruh ruangan. Namun sayang, ruangan yang kedap suara beserta dekapan pria tampan di atasnya seolah tak memberikan kesempatan bagi siapapun untuk menolongnya. "Diam! Diam, Sayang!" Dengan tangan kekarnya, lelaki itu mengangkat tubuh Joanna. Lelaki itu tidak peduli saat wanita itu terus meronta di dalam gendongannya. Bagaimana bisa dirinya berada di situasi seperti ini!? Wanita itu hanyalah berniat untuk mengambil barang kliennya yang tertinggal di dalam kamar, namun tiba-tiba seorang pria bertubuh kekar menarik tangannya, dan menjatuhkannya ke atas ranjang! "Brengsek! Apa yang kamu lakukan padaku?" Joanna memukul dada lelaki itu dengan histeris. Cahaya sekitar yang remang-remang membuat Joanna tak bisa melihat jelas wajah lelaki itu. "Aarrgghhh!" pekik Joanna setelah tubuhnya dilempar di atas tempat tidur. DEG! Joanna terdiam ketika dia melihat paras lelaki bersetelan jas
“Jadi, dia punya kerja sampingan?” Ethan bersiul pelan setelah mengetahui fakta yang mengejutkan, ternyata wanita yang tidur dengannya adalah pramugarinya sendiri. “Mohon maaf, Pak Ethan. Sepertinya semalam ada kesalahan.” Seketika Ethan mendongak. “Maksud kamu apa?” “Joanna bukan wanita pesanan saya, Pak.” Ethan tertegun seketika. “Kamu yakin?” Sekretaris itu mengangguk dengan mantap. “Benar, Pak.” “Bagaimana bisa dia datang ke kamarku? Apa dia sengaja melakukannya?” Ethan semakin penasaran. “Akan saya cari tahu, Pak.” Ethan tidak peduli dengan semua itu, yang jelas dia sudah tertarik dengan Joanna. Sekali lagi Ethan menatap biodata Joanna yang ada di atas mejanya. Lelaki itu menyeraingai saat menyadari Joanna adalah orang yang pernah menggores hatinya di masa lalu dan sepertinya wanita itu masih belum menyadari siapa dirinya di masa lalu. Dia tidak menyangka selama ini wanita itu berada di dekatnya, dunia sempit sekali. “Mari kita lihat, Joanna. Apa kamu masih sama sombongn