“Sekian briefing hari ini.” Lelaki berseragam pilot itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas begitu dia sadar jika masih punya banyak waktu untuk sekedar bersantai di cafetaria. Lelaki itu beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Joanna yang masih berada di ruang briefing. Kesempatan bicara empat mata dengan wanita itu setelah semua orang meninggalkan ruangan. “Joanna.”Panggilan itu membuat Joanna mendongak, dia kaget melihat captain penerbangannya berdiri di depannya. “Ya, Captain Edward. Ada apa?”“Bagaimana kalau kita makan dulu? Bukankah kamu juga belum sarapan?” tebak Edward, dia hafal sekali jika Joanna dari dulu selalu sarapan di cafetaria sebelum penerbangan. Joanna mengusap perutnya, padahal dia sudah sarapan, entah kenapa malah lapar lagi. “Baiklah, ayo!”Senyum Edward mengembang sempurna mendengar jawaban Joanna, dia bahagia sekali karena Joanna mau menerima ajakannya. Sambil berjalan mereka mengobrol santai,
Suara ketukan pintu membuat Joanna menoleh. “Masuk saja, Bi! Pintunya nggak dikunci.” Akhirnya, makanan yang dia tunggu datang juga, setengah jam yang lalu memang dia meminta bibi untuk membelikan donat di tempat langganannya, entah kenapa mendadak Joanna ingin sekali makan donat. Senyum di wajah Joanna menghilang saat melihat Ethan muncul dari balik pintu kamarnya. Seketika dia menarik selimut untuk menutupi bahannya yang terbuka. “Bibi bilang kamu ingin makan donat. Tadi, aku belikan donat di tempat biasa kamu beli,” ujar lelaki itu sambil meletakkan kotak donat di atas pangkuan Joanna. Lelaki itu mengambil tempat duduk di tepi ranjang, menatap Joanna dengan tatapan dalam. Dengan sigap Joanna menggeser tubuhnya menjauh. Wanita itu menggigit bibir bawahnya karena harus berhadapan dengan Ethan, padahal selama ini dia berhasil menghindar dari lelaki itu. Rasanya masih canggung bagi Joanna. “Kenapa tidak bilang padaku kalau kamu sedang ngidam?” Ada rasa kecewa karena dia haru
Joanna terkekeh pelan saat dia mengingat ucapan Ethan yang mengatakan jika dia cemburu melihatnya dengan Edward. "Ck, omong kosong," gumam Joanna. Dia tidak percaya dengan ucapan Ethan. Joanna menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin seorang Ethan cemburu padanya. Wanita itu kian mempercepat jalannya, tangannya menarik koper. "Astaga!" pekik Joanna ketika Ethan menghubunginya. Joanna menempelkan ponselnya di telinga. "Ada apa?" "Kenapa kamu pergi dulu? Bukankah kemarin aku sudah bilang tunggu aku? Aku akan mengantar jemput mulai sekarang," ujar Ethan dari sebrang sana. "Tidak usah. Aku bisa pergi sendiri." Joanna tidak habis pikir bisa-bisanya Ethan menyuruhnya melakukan hal itu. Jika, dia melakukannya sama saja artinya lelaki itu ingin membongkar pernikahan rahasianya. "Di mana kamu sekarang. Aku bawakan sarapan untukmu. Bibi bilang kamu belum sarapan." Joanna menghela napas karena lelaki itu begitu keras kepala. Perhatian yang diberikan oleh Ethan berlebihan sekali. "Adu
"Lepas! Lepaskan aku!" Teriakan seorang wanita bergaun hitam di dalam kamar hotel VVIP itu menggema dalam seluruh ruangan. Namun sayang, ruangan yang kedap suara beserta dekapan pria tampan di atasnya seolah tak memberikan kesempatan bagi siapapun untuk menolongnya. "Diam! Diam, Sayang!" Dengan tangan kekarnya, lelaki itu mengangkat tubuh Joanna. Lelaki itu tidak peduli saat wanita itu terus meronta di dalam gendongannya. Bagaimana bisa dirinya berada di situasi seperti ini!? Wanita itu hanyalah berniat untuk mengambil barang kliennya yang tertinggal di dalam kamar, namun tiba-tiba seorang pria bertubuh kekar menarik tangannya, dan menjatuhkannya ke atas ranjang! "Brengsek! Apa yang kamu lakukan padaku?" Joanna memukul dada lelaki itu dengan histeris. Cahaya sekitar yang remang-remang membuat Joanna tak bisa melihat jelas wajah lelaki itu. "Aarrgghhh!" pekik Joanna setelah tubuhnya dilempar di atas tempat tidur. DEG! Joanna terdiam ketika dia melihat paras lelaki bersetelan jas
“Jadi, dia punya kerja sampingan?” Ethan bersiul pelan setelah mengetahui fakta yang mengejutkan, ternyata wanita yang tidur dengannya adalah pramugarinya sendiri. “Mohon maaf, Pak Ethan. Sepertinya semalam ada kesalahan.” Seketika Ethan mendongak. “Maksud kamu apa?” “Joanna bukan wanita pesanan saya, Pak.” Ethan tertegun seketika. “Kamu yakin?” Sekretaris itu mengangguk dengan mantap. “Benar, Pak.” “Bagaimana bisa dia datang ke kamarku? Apa dia sengaja melakukannya?” Ethan semakin penasaran. “Akan saya cari tahu, Pak.” Ethan tidak peduli dengan semua itu, yang jelas dia sudah tertarik dengan Joanna. Sekali lagi Ethan menatap biodata Joanna yang ada di atas mejanya. Lelaki itu menyeraingai saat menyadari Joanna adalah orang yang pernah menggores hatinya di masa lalu dan sepertinya wanita itu masih belum menyadari siapa dirinya di masa lalu. Dia tidak menyangka selama ini wanita itu berada di dekatnya, dunia sempit sekali. “Mari kita lihat, Joanna. Apa kamu masih sama sombongn
"Mr. Ferdian?" Joanna tersenyum manis setelah menyapa seorang lelaki yang duduk sendiri. Joanna yakin tidak salah orang, wajah lelaki itu sama persis seperti foto yang sempat dia terima. "Maaf membuat anda menunggu lama." Joanna meletakkan tas di atas meja lantas duduk di depan lelaki itu. Lumayan saat dia sedang transit ada panggilan mendadak. Dari pada berdiam diri di kamar hotel, dia memilih melakukan kerja sampingan. Kepulan asap dari bibir lelaki itu membuat Joanna meremas ujung gaun yang dia gunakan. Dia benci sekali dengan asap rokok. Namun, demi pekerjaannya dia berusaha menahan diri. "Jadi, apa yang harus saya lakukan, Mr. Ferdian?" Joanna berusaha mengabaikan kepulan asap yang kian menjadi. "Tidak ada," jawab lelaki itu singkat. Joanna mengernyit mendengar jawaban itu. "Maksudnya? Apa anda marah karena saya datang terlambat?" Lelaki itu melempar puntung rokok di asbak lantas beranjak dari tempat duduknya. “Ikut saya!” “Eh, mau ke mana?” tanya Joanna bingung. Pertanya
Joanna mencengkeram erat ponselnya, raut wajahnya perlahan mulai memerah menahan amarah. Dia yakin sekali lagi-lagi pelanggannya membatalkan karena adanya campur tangan Ethan. Ini bukan kali pertama dia mengalaminya. Pandangan mata wanita itu berpindah menatap sekeliling ruang tunggu crew. Semua orang terlihat sibuk persiapan penerbangan, tapi saat ini Joanna tidak bisa fokus. Wanita itu langsung beranjak dari tempat duduknya, berjalan meninggalkan ruang crew. “Joanna, kamu mau ke mana?” Rosa menghadang langkah kaki Joanna. “Aku ada urusan sebentar,” jawabnya. “Jangan menghalangiku, Rosa!” “Eh, tapi sebentar lagi kita ada briefing. Tahu sendiri kalau Captain Edo tidak suka ada yang datang ter—” Rosa terdiam saat Joanna melewatinya begitu saja, temannya yang satu itu selalu tidak bisa dibilangi. Rosa mengendikkan bahu, tidak ingin ambil pusing, yang terpenting dia sudah mengingatkan. “Kalau ada masalah biar ditanggung sendiri!” Joanna berjalan cepat menuju ke ruang presdir maskapai
Joanna membeku di tempat setelah dia membuka lemari penyimpanannya. Tiba-tiba saja dia menemukan setangkai bunga mawar dan cokelat. “Sebenarnya siapa yang meletakkan di sini?” gerutu Joanna. Wanita itu mengeluarkan kedua benda itu dari lemari penyimpanan. Joanna mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling, mencoba mencari seseorang yang mencurigakan. Namun, semua terlihat normal. “Jean, apa kamu tahu siapa yang meletakkan ini di lemari penyimpananku?” tanya Joanna pada salah seorang pramugari. Jean menggeleng. “Aku tidak tahu. Bukannya lemarimu dikunci? Bagaimana bisa memasukkan itu ke dalam?” Joanna mengendikkan bahu. “Aku tidak tahu. Ini sudah kesekian kalinya dan itu sangat mengganggu,” keluhnya. “Di sini khusus ruangan pramugari, tidak mungkin ada lelaki yang masuk, Joanna. Mungkinkah dari pengagum rahasiamu? Bukankah belakangan ini ada yang mengirim bunga? Bagaimana kalau kamu ke ruang keamanan untuk cek CCTV?” Joanna menghela napas pelan, dia tidak bisa bekerja dengan tena