"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Suara baling-baling helikopter terdengar bising dari atas rooftop sebuah perusahaan yang memiliki lambang huruf D besar di bagian depan. Tidak lama kemudian seorang lelaki berwajah tampan terlihat turun dari atas helikopter tersebut. Lelaki bernama Marcellio Devan itu baru saja menghadiri rapat penting di luar kota. Dia memang sering memakai helikopter jika ada pekerjaan di luar kota agar tidak terjebak macet sekaligus untuk mempersingkat waktu.Cuaca siang ini cukup panas, Devan pun mengeluarkan kaca mata hitam dari saku kemeja untuk melindungi matanya. Rambut Devan tampak berantakan karena angin yang berembus sedikit kencang. Namun, semua itu tidak mengurangi kadar ketampanannya."Apa jadwalku setelah ini?" tanya Devan pada lelaki paruh baya yang menjadi orang kepercayaannya."Anda harus menjemput Nona Cherry di sekolah, Tuan," jelas Pramudya.Devan menghela napas panjang. Sebenarnya dia merasa sangat lelah dan ingin beristirahat. Namun, dia sudah berjanji akan menjemput Cherry di
"Aku pulang." Seika berjalan memasuki rumahnya sambil menghentak-hentakkan kedua kakinya dengan kesal."Kok, udah pulang, Dek? Katanya tadi mau kencan?" tanya Satria heran karena Seika tadi pamit ingin pergi berkencan dengan kekasihnya."Nggak jadi." Seika menuju dapur lalu meneguk segelas air putih yang ada di atas meja hingga tandas. Kekesalan tergambar jelas di wajah cantiknya. Seika merasa sangat kesal karena Arka lagi-lagi tidak datang, padahal mereka sudah berjanji akan menonton film bersama.Menyebalkan!"Apa Arka tidak datang lagi?""Berisik!" sengit Seika menatap Satria tajam.Satria sontak tertawa, dia sudah menduga kalau Seika pasti akan gagal berkencan dengan Arka. Padahal dia sudah sering memberi tahu Seika kalau Arka bukan cowok baik. Namun, adik kandungnya itu tidak pernah mempercayai ucapannya. Semoga saja Seika cepat sadar lalu mengakhiri hubungannya dengan Arka."Kamau udah makan belum?""Belum ...," jawab Seika manja. "Makan dulu, gih! Abang tadi udah buat nasi gor
Hari ini sekolah Cherry mengadakan kegiatan di luar sekolah. Anak perempuan berusia lima tahun itu sudah memakai seragam sekolah lengkap dan bando berwarna merah muda. Devan memang mendidik Cherry dengan sangat baik. Cherry sudah bisa mandi dan memakai seragam sekolah sendiri sejak berumur lima tahun."Nenek!" Cherry berlari kecil menghampiri Diana yang sedang duduk di meja makan lalu mengecup kedua pipi wanita paruh baya itu bergantian."Wah, cucu nenek sudah cantik." Diana mencubit kedua pipi Cherry dengan gemas. "Nenek tadi sudah membuat roti bakar cokelat keju kesukaan kamu. Ayo, kita sarapan dulu.""Papa mana, Nek?" tanya Cherry karena tidak melihat Devan di meja makan."Papamu sudah berangkat ke kantor."Wajah Cherry seketika berubah sendu. Padahal Devan kemarin sudah berjanji akan menemaninya pergi karya wisata, tapi sang ayah malah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali karena ada meeting mendadak."Cherry jangan sedih, ya? Nenek nanti akan menemani Cherry karya wisata."Wajah
"APA?" Diana sontak menjauhkan ponselnya dari telinga karena Devan berteriak keras. Dia sudah menduga jika Devan pasti akan terkejut setelah mendengar ucapannya."Mama sudah mencari Cherry ke mana-mana, tapi dia belum ketemu, Devan. Lebih baik kamu ke sini sekarang!" Diana menutup sambungan teleponnya dengan paksa sebelum Devan semakin marah pada dirinya.Devan langsung meninggalkan ruangan rapat begitu saja. Dia tidak peduli akan kehilangan proyek besar karena yang ada pikirannya hanya Cherry sekarang. Lagi pula uang masih bisa dia cari.Devan pun menyuruh Pramudya agar mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Cherry."Baik, Tuan." Pramudya mengangguk patuh lantas melaksanakan perintah Devan.Devan mengemudikan Mercedes Benz G65 miliknya dengan kencang membelah jalanan ibu kota karena dia ingin cepat-cepat menemukan Cherry. Tiga puluh menit dia tiba di taman. Tanpa menunggu waktu lama dia segera menghampiri Diana."Mama!" Devan menatap Diana dengan tajam. Amarah tergambar jelas
Seika menatap bangunan megah yang berdiri di hadapannya dengan mulut menganga lebar. Rumah keluarga Marcellio ternyata sangat besar dan memiliki halaman yang sangat luas. Beberapa mobil mewah berjejer rapi di samping rumah tersebut, Seika tidak tahu berapa jumlahnya karena sangat banyak. Dia yakin sekali harga mobil tersebut pasti mahal.Seika kembali tercengang melihat sebuah tempat lapang yang memiliki simbol huruf H di tengah-tengah lingkaran. Tanpa perlu bertanya Seika yakin sekali tempat tersebut adalah sebuah landasan helikopter. Sepertinya Devan memang sangat kaya dan dia yakin sekali jika harta lelaki itu tidak akan habis selama tujuh turunan."Ayo masuk, Sayang." Diana mengajak Seika masuk ke dalam rumahnya.Mulut Seika sontak menganga lebar karena interior rumah Devan ternyata sangat mewah. Lantai rumah berlantai tiga itu terbuat dari marmer yang berkilau jika terkena cahaya lampu. Lukisan-lukisan kuno koleksi Diana yang terpajang di dinding membuat rumah bergaya klasik ters