"Aku pulang." Seika berjalan memasuki rumahnya sambil menghentak-hentakkan kedua kakinya dengan kesal."Kok, udah pulang, Dek? Katanya tadi mau kencan?" tanya Satria heran karena Seika tadi pamit ingin pergi berkencan dengan kekasihnya."Nggak jadi." Seika menuju dapur lalu meneguk segelas air putih yang ada di atas meja hingga tandas. Kekesalan tergambar jelas di wajah cantiknya. Seika merasa sangat kesal karena Arka lagi-lagi tidak datang, padahal mereka sudah berjanji akan menonton film bersama.Menyebalkan!"Apa Arka tidak datang lagi?""Berisik!" sengit Seika menatap Satria tajam.Satria sontak tertawa, dia sudah menduga kalau Seika pasti akan gagal berkencan dengan Arka. Padahal dia sudah sering memberi tahu Seika kalau Arka bukan cowok baik. Namun, adik kandungnya itu tidak pernah mempercayai ucapannya. Semoga saja Seika cepat sadar lalu mengakhiri hubungannya dengan Arka."Kamau udah makan belum?""Belum ...," jawab Seika manja. "Makan dulu, gih! Abang tadi udah buat nasi gor
Hari ini sekolah Cherry mengadakan kegiatan di luar sekolah. Anak perempuan berusia lima tahun itu sudah memakai seragam sekolah lengkap dan bando berwarna merah muda. Devan memang mendidik Cherry dengan sangat baik. Cherry sudah bisa mandi dan memakai seragam sekolah sendiri sejak berumur lima tahun."Nenek!" Cherry berlari kecil menghampiri Diana yang sedang duduk di meja makan lalu mengecup kedua pipi wanita paruh baya itu bergantian."Wah, cucu nenek sudah cantik." Diana mencubit kedua pipi Cherry dengan gemas. "Nenek tadi sudah membuat roti bakar cokelat keju kesukaan kamu. Ayo, kita sarapan dulu.""Papa mana, Nek?" tanya Cherry karena tidak melihat Devan di meja makan."Papamu sudah berangkat ke kantor."Wajah Cherry seketika berubah sendu. Padahal Devan kemarin sudah berjanji akan menemaninya pergi karya wisata, tapi sang ayah malah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali karena ada meeting mendadak."Cherry jangan sedih, ya? Nenek nanti akan menemani Cherry karya wisata."Wajah
"APA?" Diana sontak menjauhkan ponselnya dari telinga karena Devan berteriak keras. Dia sudah menduga jika Devan pasti akan terkejut setelah mendengar ucapannya."Mama sudah mencari Cherry ke mana-mana, tapi dia belum ketemu, Devan. Lebih baik kamu ke sini sekarang!" Diana menutup sambungan teleponnya dengan paksa sebelum Devan semakin marah pada dirinya.Devan langsung meninggalkan ruangan rapat begitu saja. Dia tidak peduli akan kehilangan proyek besar karena yang ada pikirannya hanya Cherry sekarang. Lagi pula uang masih bisa dia cari.Devan pun menyuruh Pramudya agar mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Cherry."Baik, Tuan." Pramudya mengangguk patuh lantas melaksanakan perintah Devan.Devan mengemudikan Mercedes Benz G65 miliknya dengan kencang membelah jalanan ibu kota karena dia ingin cepat-cepat menemukan Cherry. Tiga puluh menit dia tiba di taman. Tanpa menunggu waktu lama dia segera menghampiri Diana."Mama!" Devan menatap Diana dengan tajam. Amarah tergambar jelas
Seika menatap bangunan megah yang berdiri di hadapannya dengan mulut menganga lebar. Rumah keluarga Marcellio ternyata sangat besar dan memiliki halaman yang sangat luas. Beberapa mobil mewah berjejer rapi di samping rumah tersebut, Seika tidak tahu berapa jumlahnya karena sangat banyak. Dia yakin sekali harga mobil tersebut pasti mahal.Seika kembali tercengang melihat sebuah tempat lapang yang memiliki simbol huruf H di tengah-tengah lingkaran. Tanpa perlu bertanya Seika yakin sekali tempat tersebut adalah sebuah landasan helikopter. Sepertinya Devan memang sangat kaya dan dia yakin sekali jika harta lelaki itu tidak akan habis selama tujuh turunan."Ayo masuk, Sayang." Diana mengajak Seika masuk ke dalam rumahnya.Mulut Seika sontak menganga lebar karena interior rumah Devan ternyata sangat mewah. Lantai rumah berlantai tiga itu terbuat dari marmer yang berkilau jika terkena cahaya lampu. Lukisan-lukisan kuno koleksi Diana yang terpajang di dinding membuat rumah bergaya klasik ters
Seika berjalan seorang diri di sepanjang trotoar. Di samping kanan dan kirinya hanya ada rumah mewah yang berjejer rapi. Sampai sekarang Seika belum melihat halte bus sama sekali padahal dia sudah berjalan lumayan jauh. Andai saja dia percaya dengan apa yang Diana katakan jika halte bus letaknya jauh, dia pasti akan menerima tawaran wanita paruh baya itu untuk pulang diantar supir.Namun, semua sudah terlambat. Dia harus berjalan lumayan jauh untuk menemukan halte bus terdekat. Seika terus memaksa kedua kakinya untuk berjalan sambil sesekali menoleh ke belakang. Entah kenapa dia tiba-tiba berharap Devan akan menyusulnya lalu mengantarnya pulang seperti yang dilakukan Kim Tan pada Cha Eun Sang.Namun, Devan tidak mungkin melakukannya karena lelaki itu raja tega. Seika nekat ingin mencari tumpangan karena dia sudah merasa sangat lelah, perutnya juga lapar. Namun, tidak ada satu pun mobil yang mau berhenti untuk memberinya tumpangan ke halte bus terdekat.Rasanya Seika ingin sekali mena
Seika langsung menghampiri Satria yang sedang asyik menonton televisi setelah selesai mandi lalu memakan semangkuk mie instan yang sudah kakak kandungnya itu siapkan. Seika makan dengan lahap karena dia memang benar-benar lapar.Satria memperhatikan Seika dengan lekat. Seika sebenarnya memiliki wajah yang lumayan cantik. Namun, gadis itu tidak terlalu memedulikan penampilannya. Seika lebih suka memakai celana dan kaos yang kebesaran dari tubuhnya. Penampilannya pun terlihat lebih mirip laki-laki dari pada perempuan."Dasar cewek separuh!" Satria geleng-geleng kepala melihat Seika yang makan begitu lahap seolah-olah tidak pernah makan berhari-hari."Kamu lapar banget, Dek?" Seika hanya mengangguk karena mulutnya sibuk mengunyah makanan. Lagi pula dia sangat menyukai mie instan. Dia bahkan bisa menghabiskan dua bungkus mie instan sekaligus sekali makan."Argh, kenyang ...." Seika bersendawa lumayan keras setelah selesai makan.Satria tanpa sadar bergidik mendengarnya. Sampai sekarang d
"Kenapa kamu masih tidur, Seika? Lihat sekarang jam berapa? Apa kamu ingin terlambat bekerja?"Seika meringis kesakitan sambil mengusap kepalanya yang baru saja dipukul oleh Satria lalu mengedarkan pandang ke sekitar seolah-olah mencari sesuatu.Seika masih ingat dengan jelas kalau dia tadi bertemu dengan Devan ketika menunggu bus di halte lalu mereka mengantar Cherry pergi ke sekolah bersama. Namun, Devan tiba-tiba saja mendekat dan ingin mencium bibirnya.Di mana lelaki itu sekarang?"Kamu nyari apa, Seika?""Devan, mana?" tanya Seika polos. Sepertinya nyawa gadis itu belum terkumpul sepenuhnya.Kening Satria berkerut dalam mendengar pertanyaan Seika barusan karena nama lelaki itu terdengar asing di telinganya."Siapa, Devan?"Mulut Seika sontak menganga lebar. Sepertinya gadis itu baru menyadari kalau kejadian yang dialaminya bersama Devan barusan ternyata hanya mimpi.'Kenapa di dalam mimpi Devan juga menyebalkan, sih?' rutuk Seika dalam hati."Siapa Devan, Seika? Apa dia kekasih
Suasana di dalam kantor masih terlihat sepi karena sekarang memang belum jam masuk kerja. Namun, Seika dan Bara selalu berangkat lebih awal dari karyawan yang lain."Selamat pagi, Pak Bara," sapa seorang petugas keamanan yang berpapasan dengan mereka.Bara hanya mengangguk singkat untuk membalas sapaan petugas keamanan tersebut.Seika diam-diam memperhatikan Bara yang berjalan tepat di sampingnya. Lelaki berusia dua puluh empat tahun itu terlihat sangat tampan dalam balutan kemeja berwarna biru navy dan celana bahan berwarna senada. Kaca mata minus yang bertengger di hidung mancungnya membuat kadar ketampanan Bara semakin meningkat."Kamu terlihat tampan sekali hari ini. Kenapa kamu tidak mau menjadi pacarku?"Bara menghela napas panjang karena dia tahu kalau Seika hanya menggodanya. "Kamu tahu sendiri kan, kalau aku—" Bara menatap Seika dengan lekat dan gadis itu mengangguk paham.Sepertinya Seika harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk menjadikan Bara sebagai kekasihnya karena