Share

[Bego] Part 3

"Gab, lo gak papa?" Dua cogan datang menghampiri pria itu. Pria yang ditanya hanya menggeleng pelan menjawab pertanyaan mereka.


"Gabriel sayang!!! Lo gak papa?! Mana Lo yang sakit!? Besar gak lukanya!" Seorang cewek yang entah datang dari alam mana tiba-tiba nyelonong masuk menyenggol Altha. Melihat cowok yang dia khawatirin mendapat luka di siku kirinya, cewek itu berbalik lalu mendorong bahu Altha cukup kuat.


"Eh, lo bego ya! Lihat nih Gabriel jadi terluka gara-gara lo!"


"Apaan sih, gue kan gak sengaja. Lagi pula siapa suruh dia mau balapan sama gue!" Altha yang tak terima didorong, dia pun balas mendorong, lebih kuat sehingga cewek cantik itu terjatuh ke belakang. Sebenarnya gak juga sampe harus jatuh, tapi si cewek itu aja yang sengaja ngejatuhin dirinya supaya jatuh ke dalam pelukan pria di belakangnya. Tapi sayangnya, khayalannya tidak sesuai ekspestasinya, si cowok itu justru menghindarinya dan membiarkannya terjatuh.


"Aw!! Gabriel, kok lo menghindari sih!" gerutu gadis itu manja sambil dia kembali beranjak berdiri sebelum dijadikan bahan tertawaan yang lain. Namun satu makhluk yang emang gak ada akhlaknya sama sekali, menyemburkan tawa keras sambil menepuk pahanya berulang kali. Siapa lagi kalau bukan Altha.


"Tangan gue sakit, gak bisa nahan lo," jawab Gabriel singkat.


"Eh! Lo ngapain ketawa!! Berhenti gak lo!" Cewek itu melirik tajam Altha, gadis bego yang sedang mentertawakannya. Spontan Altha menutup mulutnya, berhenti tertawa.


"Gab, beneran lo gak papa? Lihat tuh siku lo berdarah." Cogan berambut cokelat menunjuk siku Gabriel yang terluka, bahkan jaket lepis Gabriel sampai robek gegara jatuh dari motor.


Gabriel menggelengkan lagi kepalanya, "Hanya luka kecil, gue masih kuat."


"Ini semua tuh gara cewek bego ini! Udah tahu berada di kawasan sekolah masih aja ngebut bawa motor! Gak ada otak lo ya!" Cewek itu kembali menyembur, dia tidak terima Gabriel terluka.


"Ye kan gue udah bilang gak sengaja. Tadi ada lobang, gue gak lihat, jadi kegelincir deh ban motor gue," balas Altha menjelaskan kronologi kenapa bisa dia menyenggol motor sport pria itu. Tepat setelah dia membahas tentang motor, dia langsung teringat Luis yang keberadaannya sekarang entah di mana. "Astaga Mama! Luis gimana nasibnya!" Altha berbalik kemudian berlari mencari keberadaan Luis. Dua temen Gabriel berniat menghentikan Altha, udah nabrak, gak tanggung jawab main kabur lagi. Tapi Gabriel menghentikan dua temannya.


"Biarin aja, gue gak papa. Malas gue ngeladeni cewek stres." Gabriel mendekati motornya, mendirikan kembali motornya sang motornya lalu menaikinya. Gabriel tancap gas pergi menuju parkiran sekolah. Dua temannya mengikuti tanpa berbicara banyak lagi, meski sebenarnya mereka cukup gemes dengan Altha yang gak ada rasa tanggung jawabnya setelah menyerempet orang.


"Gab! Tungguin gue!"


***

Gak butuh waktu lama, sekitar belasan menit saja, Altha udah viral di sekolah barunya. Baru masuk aja udah viral, apalagi kalau udah lama, mungkin dah jadi artisnya sekolah. Keviralan Altha bawa motor nabrak ketos tampan sekolah buming sampe gak ada satu pun murid gak kenal Altha. Altha manusia bego mana peduli soal masalah seperti itu, dia tetep saja santui dengan kehidupannya.


"Lo Altha ya?" Seorang gadis berambut sebahu menegur Altha. Altha hanya mendongak lalu mengangguk tanpa menjawab.


"Kenalin gue, Olivia ... kita temen sebangku loh." Gadis bernama Olivia itu duduk tanpa izin di samping Altha, senyum-senyum manis kentara memiliki niat tersembunyi.


"Gue mau ke kantin dulu." Altha beranjak berdiri, namanya manusia bego kadang mana peka pada orang di sekitarnya, kagak tahu kalau si Olivia punya maksud mendatanginya. Olivia beranjak mengikutinya yang sudah berjalan meninggalkan kelas.


"Altha, lo mau makan ya?"


"Gak! Mau ngejahat gue! Ya mau makanlah! Lo kira gue mau ngapain ke kantin?" Tensi Altha naik, sebenarnya dia sangat ceria pagi ini namun karena pisangnya habis suasana hatinya jadi gak baik, dia butuh sesuatu yang bisa membaikkan mood-nya.


"Ya, maap ... gue kira mau datangin Senior Gabriel."


"Gabriel? Siapa dia? Kenapa aku harus mendatanginya?" Altha mengenyit tidak ingat kalau dia mengenal seseorang bernama Gabriel, seingatnya dalam kamus pertemanannya hanya Luis yang benar-benar tahan berteman dengannya sampai saat ini, "Apa dia punya pisang?" Pikiran Altha memang gak pernah benar, dia pikir si Gabriel penjual pisang makanya Olivia menyebut namanya.


"Hah, pisang?" Olivia melongos bingung, "Pisang apa yang lo maksud? Kok pikiran gue jadi traveling ya!" Olivia memang cantik, tapi jangan salah paham, dia memiliki jalan pikiran yang sesatnya gak jauh beda dengan Altha.


"Pisang warnanya apa?" Altha bertanya sembari dia menatap Olivia lekat. Olivia berpikir sejenak.


"Kuning? Hijau?"


"Nah lo tahu tuh pisang. Napa jadi nanya pisang apa?" Altha memijit keningnya bertingkah seperti orang dewasa yang sakit kepala ketika berbicara dengan bocah yang kagak konek sama arah pembicaraan. Olivia mengangguk pelan, mengerti kalau si Altha ingin pisang makanan sang mangki alias monyet. Gak mikir kalau dia juga pernah makan pisang goreng milik Mpok Ati penjual di kantin. Jadi terkesan monyet teriak monyet.


"Gue pikir lo mau pisang apa, ternyata pikiran gue aja yang aneh." Olivia tertawa renyah, mentertawai dirinya sendiri yang bodoh. Padahal dia sengaja membodohi dirinya agar memikat perhatian Altha, namun Altha yang otaknya kadang encer kadang juga konslet kayak kabel PLN, kadang juga cuman muter nyesat terus lupa kagak paham tipu muslihat yang dibuat Olivia.


"Emang dia jual pisang?"


Olivia menggeleng lugu, "Enggak." Altha menghela nafas kasar mendengar jawabannya.


"Terus ngapain lo bilang gue mau datengin si Ariel?" Altha kembali melihat ke depan.


"Gabriel!" sahut Olivia membenarkan. Altha hanya mengap dengan wajah tenang tanpa merasa bersalah telah salah menyebut nama seseorang.

Sejenak terjadi keheningan. Olivia kembali membuka suara, "Gue kira lo mau minta maaf sama Senior Gabriel." Altha berhasil melongos lagi menatapnya.


"Why?" tanya Altha bingung. Bingung kenapa dia harus minta maaf dengan seseorang yang bernama Gabriel. Apa dia pernah membuat masalah dengan orang itu? Rasanya tidak pernah deh, pikir Altha.


Mana batu, mau gue tumpuk kepala si Altha biar gak bego-bego amat. Baru aja tadi pagi nyerempet seseorang, dengan santainye dia melupakan kejadian yang memalukan negara dan keluarganya sendiri. Gue gemes.


"Lo lupa?" Olivia bingung mau berekspresi seperti apa lagi. Hanya sama Altha aja dia merasa bego.


"Apaan?" Altha masih selow seperti angin pantai.


"Soal kejadian tadi pagi!" Olivia mulai ngegas. Gemes dan kesal aja dengan sikap Altha yang super bego. Sampai dia bingung sendiri, apa emang si Altha bego atau pura-pura bego.


"Kejadian tadi pagi?" Altha menggaruk keningnya, kembali mengingat kejadian apa yang terjadi tadi pagi. Tapi dia tidak mengingat apapun gegara perutnya dah kelaperan. Altha menatap Olivia bingung. "Kejadian naon?" tanyanya dengan logat sunda asalan.


"Astaga, Tha! Kepala lo isinya apaan? Cepat banget lupa kejadian tadi pagi. Pantes aja gue liat lo tenang-tenang aja macam gak ada masalah hidup sama sekali." Olivia juga ikut rada stres jika terus bersama Altha. Namun jujur saja Olivia akui dia tidak pernah bertemu manusia seunik Altha, gak normal, gak juga gila, di pertengahan bikin semua orang mikir, apa si Altha memang beneran anak manusia?


Altha menyengir, bangga dikatakan gak punya masalah hidup, "Emangnya kejadian apaan sih?"


"Itu loh yang nab-"


"Aduh!!" Belum selesai Olivia berbicara, datang tiga manusia yang narsisnya kebangetan menyenggol bahu Olivia dan Altha. Si Olivia jatuh tersungkur ke lantai, berbeda dengan si Altha, justru menyenggol dirinya yang terjatuh.


"Eh, lo punya mata gak sih!" Seharusnya Altha yang marah gegara disenggol, justru yang menyenggol yang marah. Aneh.


"Ada." Altha menjawab tenang, tampak lugu, gak sadar tiga ciwi itu sengaja mencari masalah dengannya.


"Lo yang tadi pagi nabrak Gabriel gue!" Perempuan itu bergegas bangun dibantu dengan dua temannya.


"Lo yang jatuh itu tapi gak ditangkap sama Gabriel kan?" balas Altha tenang sembari dia membantu Olivia bangun. Perempuan itu berdecak, ekspresinya semakin berubah marah gegara si Altha menyinggung soal tadi pagi, soal dia gak ditangkap Gabriel.


"Lo gak! Aduh duh duh!" Perempuan itu niatnya mau mendorong Altha, tapi emang perasaannya atau bagaimana, jari tangannya terkilir karena saking kerasnya badan si Altha.


"Itu kulit apa baja?" Perempuan itu menggerutu sambil memegang tangannya yang sakit, "Lo makan baja dan besi ya tiap pagi sampe badan lo keras mengalahkan beton!"


"Gue makan pisang." Altha membenarkan tebakan perempuan itu walau sebenarnya perempuan itu gak minta jawaban darinya, dia hanya sedang meledek badan Altha yang subhanallah kerasnya ngalahin beton.


"Gue gak nanya!"


"Lah tadi lo nanya kan?"


"Gue lagi menghina lo bego!"


"Ngapa lo hina gue?"


"Aargg!! Lo bego apa pura-pura bego sih!" Perempuan udah gak tahan dengan sikap Altha. Mamanya aja kadang gak tahan apalagi dia, bisa tua di usia muda dia kalau terus meladeni si Altha.


"Kata orang gue emang bego. Tapi menurut gue, gue tuh pintar, kayak Alexander Graham!" Jawaban Altha emang gak bisa bikin tenang manusia, bawaannya mau ngegampar wajah lugunya itu.


"Hanya orang gila yang samanya kek lo bilang lo pintar!!" ujar tiga cewek itu bersamaan, ngegas gegara si Altha ngaku sok pintar. Seandainya Olivia gak di pihak si Altha, mungkin dia juga bakalan ikut teriak bersama tiga cewek itu.


"Weh, selow men. Emang ya orang pintar banyak yang iri. Heran gue, di mana pun gue berada selalu aja ada yang iri."


"Gak usah sok deh lo!" Temen perempuan itu mendorong Altha, tapi yang dia dapat justru tangannya yang hampir patah gegara kulit si Altha kerasnya ngalahin beton.


"Aww! Tuh badan apa baja sih, keras amat!"


"Lo apakan temen gue woi!!" Melihat dua temannya pada sakit setelah menyetuh Altha, dia ngerasa si Altha pasti pake ilmu guna-guna memperkebal tubuhnya.


"Eh, temen lo yang duluan cari masalah! Gak punya mata lo!" Olivia mendorong perempuan itu menjauhi Altha.


"Kalian berani ngelawan kakak kelas!" Perempuan itu mengancam.


"Apa ada aturan adik kelas dilarang melawan saat dibully?" Olivia tersenyum sinis, menyinggung ke tiga perempuan itu dengan perkataan telak.


"Lo!"


"Apa!" Olivia maju selangkah, bertingkah seperti preman yang siap berkelahi kapan saja. Perempuan itu mundur, jadi merasa sedikit takut melihat Olivia berlagak berani, "Heh ... jadi ini yang namanya harimau berbulu domba? Lembek banget!" Olivia tertawa sinis merendahkan tiga perempuan itu. Tiga perempuan itu berdecak kesal tidak terima direndahkan, berbeda dengan Altha dia justru tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan Olivia. Maklum otaknya memang gak pernah encer kalau soal kata kiasan.


"Sejak kapan harimau punya bulu domba? Bukannya harimau bulunya kayak kucing ya?"


"Itu hanya kata kiasan bego!!" Geram dengan bagonya si Altha, ke empat perempuan waras itu menjerit membalas si Altha.​

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status