15 Mei 2010.
Sembilan tahun telah berlalu semenjak ayahku meninggal. Aku dan ibuku beserta adik perempuanku, kini tinggal di sebuah kota kecil yang bernama Lostcity. Ya, tepat seperti namanya kami tinggal di kota antah-berantah yang penduduknya tidak ramah sama sekali. Mungkin, hanya sebagian yang ramah. Tepat tadi malam, aku mendapatkan mimpi yang sangat aneh. Mimpi yang tidak layak untuk di mimpikan oleh seorang pelajar seperti diriku atau bahkan manusia pada umumnya. Di dalam mimpi itu aku melihat, ada seorang wanita yang masuk ke kampusku dan menjadi teman seruanganku, tapi ada yang berbeda dari wanita itu. Ya, wanita itu mempunyai bau yang sangat khas yaitu bau darah yang sangat amis dan dia seperti mayat karena kulitnya yang sangat putih dan terlihat tipis. Tapi masalahnya, aku tidak ingat wajahnya. Walaupun begitu, aku masih bisa merasakan baunya. Sepertinya, dia bukan dari alam ini atau mungkin dia alien. Aku takut ketika mimpiku ini harus menjadi sebuah kenyataan.
“ Huwah. Kenapa harus bermimpi seperti itu.” jeritku dalam hati.
Meskipun tidak semua mimpiku menjadi kenyataan. Akan tetapi, aku benar-benar takut dengan mimpi yang satu ini. Alarm ponselku berbunyi, menandakan kalau jam telah menunjukkan pukul Tujuh pagi. Aku pun bersiap-siap dan bergegas untuk berangkat ke kampusku. Seperti biasanya, aku menggunakan kendaraan bekas peninggalan ayahku dulu yang masih tersisa dari kebakaran. Yaitu, Binter tuanya. Binter adalah sebuah motor tua yang saat ini sudah tidak di produksi lagi. Aku berangkat ke kampus. Tapi sekitar tujuh menit di perjalanan, aku terhambat oleh sebuah kerumunan massa, dan ada beberapa wartawan di pinggir jalan yang saat itu menyebabkan kemacetan. Aku penasaran dan karena penasaran itu, aku mencoba untuk melihat apa yang di kerumuni mereka.
“ Astaga!” aku terkejut ketika melihat ada seekor kijang tua yang telah mati. Mungkin, karena adanya bekas gigitan di lehernya yang menandakan bahwa kijang itu telah di mangsa.
Aku menduga, kalau gigitan itu adalah gigitan manusia, karena terlihat bekas yang tak begitu menonjol. Tapi, itu tidak mungkin. Tidak ada manusia yang bisa menggigit dengan begitu kuat, bahkan merobek kulit tebal kijang tersebut. Anehnya perut kijang itu terbelah rapi dan organ dalamnya utuh seperti kain yang dibolongi tengahnya. Hanya kulit dan daging luarnya saja yang habis di makan. Aku sempat tertawa kecil ketika terlintas di pikiranku, bahwa orang - orang disini aneh, hanya gara-gara kijang tua. Mereka sampai mendatangkan seorang wartawan.
“ Hahaa lucunya”
Setelah melihat-lihat, aku melanjutkan perjalanan ke kampus. Sesampainya di kampus, seperti biasa aku memarkirkan motorku terdulu. Lalu, melihat majalah pagi di dinding untuk mendapatkan berita baru.
“ Ditemukan. Sebuah jejak kaki manusia yang berukuran 17.5 inchi, jejak kaki itu di perkirakan baru ada sejak tadi malam. Tapi setelah diteliti, jejak kaki itu adalah jejak kaki milik seekor rusa tua dan rusa itu telah ditemukan dalam keadaan tewas. Dengan bekas gigitan di lehernya yang diduga gigitan itu adalah gigitan seorang manusia. Tetapi menurut berbagai pendapat ahli, Manusia tidak ada yang bisa menggigit kulit rusa tua yang sudah setebal tiga hingga lima sentimeter. Apakah akan terungkap misteri Lima Abad yang lalu...?”.
“ Teng teng teng.” lonceng berbunyi.
“ Ah sialan aku belum siap membacanya.” gumamku.
Aku pun mengambil kertas berita itu dan memasukkannya ke dalam saku celanaku. Aku pun bergegas menuju ke ruanganku, aku masuk, dan duduk di bangkuku.
“ Pagi boy?” sapa Hans kepadaku.
“ Eh ya”
“ Aku masih heran dengan seluruh kejadian ini, pertama tentang mimpi itu. Kedua tentang rusa itu dan ketiga, misteri Lima abad yang lalu. Eh iya, aku belum siap membacanya tadi” dalam benakku.
Aku pun merogoh sakuku dan ternyata kertas berita itu sudah tidak ada.
“ Sialan. Apa terjatuh tadi ya? Akhh.” pikirku sembari menggerutu.
“ Semua kejadian ini sepertinya ada keterkaitannya dan ada kejanggalannya. Dimana semua itu datang secara beruntun dan dalam konsep yang tidak jauh berbeda. Ya, sebab wanita yang ada di mimpiku sepertinya bukan dari spesies manusia. Jadi, ada kemungkinan bahwa makanannya adalah daging rusa. Apalagi, itu gigitan manusia bukan hewan atau mungkin wanita itu lapar dan membunuh seseorang. Lantas, dia bingung dan membunuh seekor rusa dengan gigitan di leher dan jejak kaki itu. Apa ada kaitannya dengan misteri Lima abad lalu? Akhhhhh! Entah apalah pikiranku kali ini. Semuanya membuatku bingung. ( sambil memukul kepala sendiri ) yang jelas mimpi itu tidak boleh menjadi sebuah kenyataan.” ucapku berfikir keras.
Namun, ada hal aneh. Berita di mading itu muncul bahkan saat wartawan belum menyelesaikan jurnalnya dan kemungkinan berita tersebut adalah palsu.
“ Shin, kau kenapa?” tanya seorang temanku yang bernama Rinsky, “ ehhh. Anu gak apa-apa, Boy” sahutku. “ Gak apa-apa gimana, kamu aja pagi-pagi udah melamun?” Balas Hans, “Hahaha. Wajar aja Boy. Namanya juga laki-laki. Mungkin dia mikirin masa depannya atau malah mikirin hal-hal kotor sama si anu tuh.” Sambung Kyo, “ Iya pula, betul tuh Kyo” Balas Rinsky sembari memukul pundak Kyo dan mencoba menghibur. Aku hanya tersenyum. Kemudian, wanita yang mungkin aku memiliki rasa kepadanya menyapaku. “ Pagi shin?” sapanya, “Eh. Me-mey, pagi juga Mey.” jawabku grogi. “ Kamu kenapa shin? Kok gugup gitu sih jawabnya?” tanya Memey, “ Gak apa-apa kok, kan sudah biasa aku jawabnya seperti ini.” jawabku. “ Iya sih” balasnya lalu berlalu menuju bangkunya.
Tidak lama kemudian, dosen mata pelajaran kimia masuk dan di ikuti oleh seorang wanita berambut hitam sedikit pirang, panjang. Berbola mata biru laut cerah, berkulit putih dengan mengenakan rok biru tua. Melihat dirinya pikiranku kacau. Saat itu, di pikiranku adalah “ Matilah aku. Mimpiku akan menjadi kenyataan dan kehidupanku bahkan seluruh orang akan menjadi sulit.”
Mungkin dia wanita dalam mimpi itu. Namun, mimpiku masih gantung pada saat sebelumnya. Aku mulai kelihatan gugup ketika dosen kimia mempersilahkan wanita itu memperkenalkan dirinya. Mahasiswi baru itu terlihat sedikit manis saat dia tersenyum ramah kepada kami. “ Ayo Erina, perkenalkan namamu kepada mereka!” kata dosen kimia. “ Baik Bu. Perkenalkan namaku Erina Mctreat. Panggil aku Erina saja. Aku tinggal di kota Gresmory. Eh, maksudku Lostcity. Aku mahasiswi pindahan dari Universitas Copenhagen, Denmark dan aku pindah ke universitas ini. Karena, pekerjaan ayahku dan juga karena universitas ini terkenal dibidang ilmu sainsnya. Salam kenal semuanya.” sapa Erina mahasisiwi baru itu. Kami hanya membalas ucapannya sesuai dengan cara dia memperkenalkan dirinya.
Kemudian bu dosen mempersilahkannya duduk di bangku kosong dan hebatnya lagi, bangku kosong itu, tepat disampingku. Sebagian teman-temanku berbisik-bisik. Tapi, entah berbisik tentang apa. Mungkin mereka berbisik tentang kemanisan mahasiswi baru ini. Aku hanya gemetaran, canggung dan sedikit merasa gugup. Mahasiswi baru itu pun mulai berjalan menuju ke bangkunya. Awalnya aku tidak tercium apa-apa. Namun, ketika dia mulai berdiri di dekatku. Aku merasakan hawa yang berbeda dan aku mulai mencium bau tubuhnya. Bahkan, aku mulai merasakan keringatku sendiri. Jantungku berdebar-debar bukan karena kecantikannya. Tapi, karena aku takut bahwa mimpiku akan menjadi kenyataan. Tubuhku mulai melemah; baunya semakin tajam dihidungku. Namun, aku belum tau, bau apa ini sebenarnya. Dia semakin mendekat dan menjadi sangat dekat. Kini, dia sudah duduk di kursi sebelahku.
“ Apaaa!” di dalam benakku, aku terkejut saat aku mengetahui bahwa bau badannya tertutupi oleh bau parfume yang dia pakai. “ Sial!” Pikirku.
Dia memakai parfume dengan wangi yang kurang ku kenal. Tapi seingatku, itu seperti wangi Apel Hijau. Bukan, itu lebih tepat seperti Cendana yang sangat melekat sehingga bau badannya sulit untuk di cium. Bukannya misteri ini terjawab malah membuatku semakin curiga.
“ Siapa dia sebenarnya?”.
Mata kuliah pun dimulai. Kali ini, ruangan kami terlihat tenang. Tidak seperti biasanya, mungkin karena dosen kimia terkenal dengan ke galakannya atau karena ada mahasiswi pindahan baru.
Sejak masuk universitas ini pertama kali, sampai sekarang aku tidak ada niat untuk belajar. Aku merasa diriku sudah sepintar dosen-dosen yang mengajar di sini. Tidak, itu hanya gurauanku. Sebenarnya yang membuatku kurang berniat belajar disini karena peraturan universitas yang aneh. Bahkan, membawa makanan ke ruangan saja, tidak dibolehkan dan masih banyak lagi peraturan aneh lainnya.
“ Aku masih merasa penasaran dengan bau badan wanita itu. Lagipula saat ini, dia memakai parfume yang membuatku semakin penasaran. Atau, bukan dia wanita yang di mimpiku. Akhh! Yang penting mimpi ini tidak menjadi kenyataan” setidaknya begitulah di benakku.
Tapi, sebelum bau badan itu terungkap. Mimpi ini masih sebuah tanda tanya besar. Tidak terasa mata kuliah kimia untuk hari ini selesai juga.
“ Kenshin, tolong bawakan buku-buku ibu ke ruang dosen!” kata Dosen Kimia tadi yang membubarkan lamunanku. Dosen Kimia itu memiliki nama Rosalina. Tapi, kami sering memanggilnya Bu Ros. “ Siap Bu” aku membalasnya sambil bergegas mengangkat buku itu.
“ Shin! Nanti ke kantin kampus ya!” saut Hans. ”Oke,” balasku.
Setelah meletakkan buku-buku Bu Ros, aku pun ke ruanganku untuk mengambil tasku, karena setelah istirahat kami akan ke laboratorium bahasa dan setelah itu, pulang. Sesampainya di ruangan, aku terkejut melihat mahasiswi baru itu.
Aku pun bertanya padanya, “ Eh. Anu, kamu gak istirahat. Ini udah istirahat loh?”
Dia hanya menatapku dengan matanya yang bulat menawan itu, dengan sedikit kata-kata dengan nada lirih yang keluar dari mulutnya “ Bukan urusanmu.”
Mendengar itu, aku justru kaget dan sontak membalasnya, “ Eh, maaf kalau aku mencampuri urusanmu.”
Kemudian aku bergegas ke kantin universitas karena mungkin teman-temanku sudah menungguku disana. Tidak jauh dari kantin, aku mendengar pembicaraan teman-temanku tentang mahasiswi baru itu. Ketika aku tiba dikantin, aku pun duduk dan menyambung pembicaraan mereka.
“ Hush. Apa yang kalian bicarakan? Gak bagus gosipin orang loh!” aku menyambung pembicaraan mereka. “ Hahaha. ini Shin, ngomong-ngomong siswi baru itu lumayan juga ?” sambut Rinsky sembari memberiku tempat duduk. “ Iya Shin, kulitnya putih, bersih. pokoknya okelah.” sahut Kyo. “ Hem, tapi gak lebih cantik dari Memeykan. Hehe” jawabku bercanda. “ Akh. Memey, Memey ajapun. Sekali-kali yang baru kenapa ?” balas Rinsky dengan tegas. “ Iya, iya tapi mahasiswi baru itu kelihatan dingin” balasku. “ Emangnya kenapa Shin?” tanya Hans padaku, penasaran. “ Eh. Gak apa-apa kok, jangan dibahas lagi.” ucapku menghentikan pembicaraan.
“ Bagaimanapun juga aku harus merahasiakan ini. Ya, tentang mimpiku dan wanita itu. mulai sekarang aku harus mencari tau tentang wanita itu maksudku tentang si Erina.” bisikku dalam hati meskipun hal ini sedikit berlebihan.
“ Loh. Shin kok diam?” sambung salah satu temanku. “Maaf aku agak posesif. Hah bentar ya! Aku masih ada urusan.” aku pun mengalihkan pembicaraan dan langsung pergi. “ Ya dianya malah kabur?” ucap Rinsky. “ Hari ini Kenshin terlihat aneh?” kata Kyo kepada teman lainnya. “ Entahlah. Biarkan saja dia, mungkin ada urusan yang lebih penting.” jawab Rey.
Aku pun kembali ke kelas untuk mengecek Erina, apakah dia masih berada disana. Ketika melewati mading, aku teringat akan kertas berita yang tadinya ingin aku cari.
“ Eh iya. Kertas berita tadi.” Bisikku lalu aku mencari-cari kertas berita itu. Tapi aku tidak menemukannya, aku melihat ke arah tong sampah ternyata sudah kosong.
“ Hem, hilang deh harapan untuk mengetahui misteri Lima abad yang lalu. Tapi sepertinya, kertas yang di tempel di mading adalah hasil ketikan oknum tidak bertanggung jawab. Bagaimana bisa dia mengetik dan menyebar berita itu sedangkan kejadiannya baru pagi ini?” pikirku mempertanyakan sambil mencari dan tidak peduli walaupun itu hanya berita hoax.
“ Hey Shin, kamu di panggil ke ruangan dosen.” kata Mila, salah satu teman seruanganku yang membuatku terkejut. “ Iya, iya. Aku segera kesana. Makasih atas infonya.” balasku.
“ Hemmm, merepotkan saja” pikirku begitu dan bergegas pergi menuju ruang dosen.
Tok...tok..tok..
bunyi pintu yang aku ketuk. “ Iya masuk.” terdengar suara dari dalam. Akupun membuka pintunya dan terlihat ada beberapa orang dosen dan wanita itu juga ada disana, maksudku Erina.
“ Kemari Shin.” Perintah Bu Ros, Aku menghampirinya dan berkata “ Ada apa ya Bu, memanggil saya kemari?”.
“ Tolong kamu beri tahu daerah sekitar yang ada di universitas ini kepada mahasiswi baru kita ini ya ?” pinta dosen itu. “ Lah kok saya, kan masih banyak mahasiswa lainnya?” jawabku sedikit kesal. “ Sepertinya, tadi ibu perhatikan hanya kamu yang dekat sama dia.” jelas Bu Ros sedikit tertawa ringan, “ Eh, ibu ini alasan saja?” balasku. “ Udah, jangan banyak bicara. Cepat sana beri tahu dia.” Beritahunya dengan tambahan tawa kecil kejam yang keluar dari mulutnya. “ Iya-iya” kataku.
“ Ini kesempatan yang bagus” pikirku begitu.
“ Ayo !” panggilku kepada Erina.
Dia meng’iya’kan, dan kami pun beranjak dari ruang dosen.
Langit tampak cerah dan angin berhembus cukup santai pada hari itu. Beberapa hembusan angin membelai leher kami berdua dan tampak rambut Erina berterbangan. Dalam suasana itu, aku mencoba mulai untuk menawarkan beberapa lokasi di sekitar kampus yang ingin Erina kunjungi terdahulu. Seperti kantin, laboratorium, perpustakaan serta taman. Aku bertanya kepadanya namun jawabannya sangat membingungkanku.
“ Oke. Kalau begitu kita ke taman.” ajakku.
Aku pun membawanya ke arah jam Dua Belas, yaitu arah taman. Di perjalanan menuju taman, suasana sangat hening, tidak ada satu kata pun yang keluar di antara kami. Bahkan suara angin pun dapat kami dengar. Agar tidak terlihat hening aku ingin memulai pembicaraan. Tapi, aku tidak tau apa yang ingin aku katakan dan aku terlihat gugup saat itu. Aku juga berusaha agar dapat mencium baunya akan tetapi bau cendananya begitu melekat.
“ Hem, kamu beda sekali pada saat memperkenalkan dirimu tadi di ruangan sama sekarang ini?” kuberanikan untuk berbicara. “ Ehh, berbeda dari mana?” jawabnya dengan senyum di wajah putihnya itu. “ Ya, berbeda saja. Ternyata kamu orang yang dingin ya.” jelasku dengan agak bercanda. “ Enggak kok, perasaan kamunya saja begitu,” jawabnya.
Kami telah sampai di taman, suasana disana sangat ramai karena mungkin ini adalah hari Sabtu.
“wah ramai ya.” Katanya dengan ekspresi wajah yang gembira, berbeda saat aku menyapanya pertama kali. Aku mengusulkan untuk mencari lokasi yang bisa digunakan untuk duduk. Terlihat dari wajahnya, si Erina kelihatan seperti tidak pernah ke taman.
Setelah berkeliling di taman, ternyata karena ramainya kami tidak menemukan tempat yang bisa untuk ditempati.
“ Hey, kita ke perpustakaan saja ya. Disini terlalu ramai.” Kataku di dalam kebisingan. “ Gak usah, kita kembali keruangan saja lagi, ini udah masuk mata kuliah selanjutnya” jawabnya.
Aku memberitahukan, bahwa sekarang adalah jam untuk ke laboratorium bahasa dan kami pun bergegas untuk menuju keruangan terdahulu, demi mengambil tas si Erina dengan berlari kecil. Ini adalah pengalaman pertamaku dapat berlari bersama seorang wanita.
“ Tunggu” terdengar suara dari belakang.
Aku pun menoleh untuk mencari tahu suara siapa itu, ternyata suara itu dari teman-temanku yang memanggil kami. Aku dan Erina pun berhenti. “ Ehh, rupanya kalian.” kataku. “ Kalian mau kemana?” tanya Rinski kepada kami, “ Ya keruanganlah, jadi kemana lagi.” Jawabku agak kesal. Sedangkan kawanku yang lain berbisik-bisik entah tentang apa.
“ Loh kalian tidak tahu. Hari ini ada rapat dosen dan staff-staff lainnya, jadi kita dipulangkan.” jawab Rinski memberitahukan.
Awalnya aku tidak percaya, hanya saja Rinski memperkuatnya dengan mengulangi arahannya beberapa kali, lalu dia mengajakku untuk kongkow dan bermain-main sejenak. Namun aku menolaknya.
“ Gak, aku banyak pekerjaan.” Jawabku cuek. Ya, seperti biasanya aku sepulang dari kampus, kembali kerumah, lalu melanjutkan pekerjaanku sebagai penebang pohon di hutan bersama teman dekatku.
“ Alah, mentang-mentang ada gebetan baru, jadi lupa sama kami.?” Kata Kyo sambil menyindir. Aku mencoba meyakinkan mereka dan alhasil mereka hanya menyuruhku berhati-hati membawa kendaraan.
“ Aku duluan ya Erina.” sapaku pada Erina. Akupun berangkat pulang menuju kerumah dan dipertengahan jalan Binter tuaku mogok. “Akh, kenapa sih ini motor? Malah pake mogok segala lagi.” gumamku. aku membuka dan melihat tangki bensinnya, ternyata bensinnya benar-benar habis. Aku baru ingat. Bahwa, hampir Lima hari aku tidak mengisi bensin kendaraan ini. Untung saja ada terminal bensin dalam radius 100 meter di depan. Jadi, aku tidak terlalu jauh mendorongnya. Setelah mengisi bensin, aku melanjutkan perjalanan pulang dan di perjalanan pulang, aku tidak melihat bangkai rusa yang kutemui tadi pagi.
“ Sudah tidak ada ya” ucapku lirih.
Padahal aku masih ingin mengamati bangkai rusa itu. Tapi ada yang aneh. Ya, tentu saja aneh, soalnya daerah sekitar sini sangat sepi, tidak seperti pagi tadi dan hari biasanya. pintu-pintu penduduk tertutup rapat, aku jadi merinding dan mempercepat kendaraanku.
Beberapa waktu kemudian, aku sampai di rumah dan memarkirkan kendaraan ayahku lalu masuk ke dalam rumah.
“ Ma, aku pulang?” teriakku dari depan rumah. Aku membuka pintu dan langsung ke kamar. “ Kenshin, makan dulu?” balas mama. “ Iya sabar.” aku berkata. Aku pun turun dan mengambil piring lalu menambahkan beberapa hidangan dan kentang yang telah di sediakan ibuku diatas meja makan.
Lagi asyik makan, ponselku berdering, disana terlihat bahwa teman dekatku telah mengirim pesan kepadaku,
“ Hey Kenshin, jam berapa nanti kita nebang pohonnya? Biar aku jemput kau. kayaknya hari ini bakalan banyak pohon yang kita tebang. Jadi, siap-siap saja ya” pesannya.
Aku pun membalasnya. “ Sekarang aja kau jemput aku. Aku udah pulang. ada rapat dosen tadi. Jadi, pulangnya agak cepat.”
“ Oke” balasnya.
Setelah makan aku mengganti pakaianku dengan pakaian yang biasa kugunakan untuk bekerja sebagai tukang tebang.
Tin, tin, tin.
Bunyi klakson sebuah mobil. “ Kenshin, temanmu datang.” kata mama yang terdengar suaranya dari dapur. “Iya Ma, aku pergi dulu ya.” Balasku setelah meninggalkan piring bekas makanku di atas meja makan.
Aku segera keluar rumah dan masuk ke dalam truck mini temanku. Perkenalkan nama temanku yang ini adalah Juna Dorrothy namun dia memiliki marga Clasvoki dan dia ialah teman dekatku. Dorrothy adalah sebuah marga yang menarik garis keturunan dari anggota keluarga perempuan, meskipun itu melenceng, namun aku tidak terlalu peduli, Juna bilang bahwa gen dia lebih condong kepada marga ayahnya yaitu Clasvoki, sehingga dia lebih memilih menarik marga Clasvoki untuk dirinya. Juna adalah orang yang baik dan agak kuat. Tapi masih lebih kuat aku, haha hanya bercanda. Kami pun bergegas menuju ke hutan yang letaknya agak jauh dari rumahku. Cuaca masih terlihat cerah, suasana kota Lostcity terlihat sangat ramai dari biasanya kecuali jalan dimana rusa tua itu mati, di sana masih tampak sunyi. Setelah beberapa menit menunggu akhirnya kami sampai di hutan Baramus.
Hutan Baramus adalah hutan yang sangat luas dan terletak di tengah-tengah Lostcity, sisi kanannya di jadikan pusat bumi perkemahan. Sedangkan di sisi kirinya adalah surganya para penebang kayu, di sisi kiri pula tidak terlalu banyak kendaraan berlalu lalang. Aku pun turun dari truck dan mengambil beberapa peralatan untuk menebang pohon. Terutama sekali kami mengambil kapak dan pengasah.
“ Ayo Shin, cepat! ini bakalan menjadi hari yang melelahkan.” kata Juna dengan penuh semangat. “ Ya.” jawabku.
Kira-kira Lima Puluh meter dari truck, aku menemukan pohon yang sudah cocok untuk di tebang. Kemudian, aku memulai menebangnya dengan beberapa kali tebasan dari mata kapakku.
“ Srekkk, srekkkk, srekkkk.” terdengar suara semak-semak yang saling bersentuhan dan menimbulkan suara pergesekan yang agak kuat, tidak seperti suara gesekan yang ditimbulkan angin.
“ Hey Juna, jangan coba menakut-nakuti! Aku dengar suara semak-semak itu.” teriakku dengan keras.
“ Siapa yang menakut-nakuti kau, aku pun juga dengar suara itu. Mungkin itu hanya suara angin” katanya. Aku kaget mendengar ucapannya, aku pun melihat ke balik semak-semak untuk mencari tahu keanehan apa yang terjadi.
“ Ternyata hanya seekor binatang kecil bukan angin.” ucapku lirih saat tahu itu hanyalah binatang,
“ Aku ambil air minum sebentar Jun” sahutku. Akupun membalikkan badanku dan beranjak ke arah truck.
Betapa terkejutnya diriku, saat melihat ke arah mobil. Terlihat ada se-sosok yang tingginya Lima meter, dengan bulu lebat di sekitar tubuhnya. Dia keluar dari balik pepohonan di seberang jalan dan menendang keras mini truck milik Juna sehingga terbang tepat ke arah Juna dengan jarak 50 meter di belakang Juna.
“ Juna awas belakangmu!” teriakku yang hanya memberikan peringatan.
Dia melihat ke belakang dan loncat menghindari serangan dadakan itu, dia pun berhasil menghindar dari mobil yang di tendang se-sosok monster itu. Aku sangat deg-degan. Se-sosok monster itu seperti Bigfoot dalam dongeng di Amerika sana, monster tersebut membawa seekor rusa tua yang telah mati di pundaknya.
“ Apa!!” seekor rusa tua pikirku. Ciri-ciri rusa itu sama seperti rusa yang kutemui di pinggir jalan itu.
“ Akh. Nanti saja berfikirnya” ucapku. “ Apa yang kau katakan Shin?” tanya Juna dalam posisi kuda-kuda. “ Bukan apa-apa, sebaiknya kita lari dari sini” aku membalas. “ Tapi pick-upnya.” tanyanya kembali dengan ragu. “ Pikirkan keselamatanmu, kita bisa mati.” Balasku yang memperhatikan keadaan.
Orang yang seperti Bigfoot itu mendekat dan menatap ke arah kami. kami pun pergi menjauhinya bahkan menjauh dari hutan itu untuk sementara, dengan berlari sambil memegang sebuah kapak.
Langit terlihat mulai mendung dan sedikit gelap dengan suasana di sekitar sangat amat sunyi, Bahkan, tak terlihat satu pun penebang pohon lainnya. Setelah kami pikir aman, kami pun berhenti untuk beristirahat sejenak. Kami duduk di sebuah kedai di pinggir jalan. “ Hey Kenshin. Kita tidak mungkin pulang jalan kaki bukan?” oceh Juna kepadaku. “ Iya sih, jadi gimana? Kita kembali lagi ke hutan terus kita ambil mobilmu?" jawabku dengan nafas yang belum normal dan terengah-engah. “ Ya itu maksudku. Tapi...?” bilangnya begitu dan aku langsung memotong ucapannya “ Tapi apa? takut ada monster itu. Gak usah khawatir, ayo kita kembali. Cuaca disini sudah mulai mendung dan disini juga sepi. Kau tidak takut?” kataku. “ Ya sudah” jawabnya dengan nada gantung. Langit benar – benar gelap dan keadaan kami berada ditengah-tengah hutan, lebih tepatnya berada di pinggir jalan yang dihimpit di antara hutan lebat. Kami pun berjalan kembali ke tempat sem
Rambut kusisir rapi, agak miring ke kanan sedikit, menggunakan jacket kulit hitam , dengan jeans panjang berwarna biru kehitam-hitaman. Tidak lupa pula memakai minyak wangi. Lalu, aku mengeluarkan motorku dan kemudian aku pergi menuju taman kampus. “ Mau kemana Kenshin?” teriak ibu dari dalam rumah. “ Sebentar Bu.” jawabku. Aku pun berangkat. Sengaja aku mempercepat laju motorku, agar cepat sampai di taman kampus terdahulu, tidak sopan kalau membuat wanita menunggu. Di taman keadaannya masih sangat sepi, tidak ada orang disana. Melainkan, hanya tukang sapu jalanan saja. Aku mencari tempat duduk yang pas, agar terhindar dari panas matahari, Lima menit menunggu, akhirnya Erina datang juga, aku tersenyum melihat dia dari kejauhan yang memakai baju panjang dengan rok hitam panjang. Tapi tunggu, tidak lama Erina datang, aku melihat dua orang yang datang kemari menyusul Erina dari belakang. Di sisi kanan, kulihat gaya berjalannya, seperti Rinski dan dari sisi
Tidak terasa hari sudah mulai petang, terlihat dari kejauhan matahari mulai tersipu malu dan ingin menyembunyikan dirinya dari pandanganku, aku mulai memandangi keadaan luar melalui sepetak jendela kamarku yang menghadap ke arah samping kanan rumah. Rumahku, memiliki tingkat Dua dan ada empat buah kamar, dan satu bagasi motor, sekaligus gudang. Jarak rumah tetangga disamping kanan, sekitar Dua Ratus meter. Sedangkan, jarak rumah di samping kiri tidak begitu jauh, begitu pula jarak rumah didepan dan dibelakang rumahku, hanya dipisahi oleh jalan seukuran kendaraan roda empat. Ada sekitar Dua Belas rumah di jalan Nymfa dan jalan ini buntu. Aku melihat suasana disana, memang benar-benar sepi, tidak ada satu pun orang saat itu. Aku metutup jendela kamarku perlahan-lahan, kamarku mulai terlihat gelap, karena saat itu, aku belum menghidupkan lampu kamarku. PING! Bunyi sebuah pesan yang masuk ke ponselku. Aku melihatnya, rupanya pesan itu
“ Hey kemana saja kamu? Aku tadi ingin mentraktirmu makan.” tanya Erina, yang menghampiriku dan datang bersama beberapa teman wanita. “ Apa kamu serius tentang itu?” kataku merayunya. “ Tidak juga, aku lagi tidak selera makan” jawab Erina. “ Oh ya, ngomong–ngomong parfume yang kamu kenakan belinya dimana?” tanyaku ingin tahu. “ Penasaran atau kamu hanya basa-basi saja, agar cari perhatian gitu” gumamnya dengan tawa kecil menghiasi wajahnya. “ Ah, aku pulang duluan ya, Erina. Membosankan disini.” Sapaku dan berjalan perlahan meninggalkan kampus, “ Woahhhh, libur sebulan.” ucapku dengan mengangkat kedua tangan keatas. “ Yah, dia malah kabur. hati –hati Shin” katanya dari belakangku. “ Aku pulang woi.” sapaku kepada teman-teman yang berada disekitar . “ Ya” jawab mereka serempak. Langit sedikit mendung. Badan Geografi menyatakan, bahwa bulan ini, cuaca mengalami keadaan yang tidak stabil. Aku mengambil kendaraanku dari parkiran sepeda motor, lalu aku mulai
Kami melanjutkan perjalanan kami kembali, saat ini kami telah memasuki jalan setapak yang mirip dengan jalan setapak sebelumnya. “ Oh iya, Juna. kau tahu buku Gresognian atau Gresmonian, Sepertinya begitu ejaannya” tanyaku. “ Ya, tentu aku tahu.” jawabnya sambil menyusuri jalan setapak. “ Aku mencari di internet, bahwa itu adalah buku yang misterius dan jika ada yang bisa membacanya pasti dia bisa memecahkan misteri tentang buku itu.” beritahuku berbohong pada Juna. “ Kau mencoba menipuku, Kenshin. Data tentang buku itu, tidak tertulis sama sekali di internet. Bahkan, judulnya saja tidak ada yang tahu.” Ucap Juna, tertawa kecil. Aku sontak kaget mendengar pernyataan Juna. “ Jika buku itu tidak diketahui judulnya. Jadi, Paman Jhonny adalah salah satu yang bisa membaca buku itu dan dia. Kenapa dia secara blak-blakkan memberitahukannya kepadaku ” pikirku begitu. “ Kenshin, aku akan mencoba menjelaskannya, setelah kita sampai di bangunan tua itu” beritahu Juna.
Malam itu purnama bersinar terang, terdengar lolongan anjing dimalam yang masih baru memunculkan purnama, terdengar suara gitar dari belakang rumah, aku menduga bahwa itu adalah suara gitar dari Lumi, Lumi sendiri adalah anak perempuan dari pasangan Walker dan Bethy, mereka adalah keluarga yang pindah Lima tahun lalu ke belakang rumah kami, meskipun orang-orang tidak terlalu ramah, namun itu pengecualian bagi mereka, keluarga Walker sangat bersahabat dengan kami. Lumi yang pandai memetik gitar, sangat piawai memainkan gitarnya di malam itu sehingga mampu menenangkan pikiranku. “ Bu, apa kau tahu rumah Paman Jhonny?” tanyaku pada ibu sesaat dia sedang melihat acara televisi bersama Lidya. Ibu terlihat terkejut dan dia mengerenyitkan keningnya, dia merasa heran dengan pertanyaanku, dia bertanya apa yang terjadi padaku sehingga aku menjadi peduli dengan Paman Jhonny. “ Tenanglah, Bu, aku hanya ingin mengunjunginya.” jawabku dengan wajah meyakinkan. “ Ibu
‘cyit, cyit, Draaak’ suara pintu perpustakaan yang besar perlahan tertutup. “ Kami hanya mampir, Hamada. Kenapa kau terlalu overprotektif seperti itu?” ucap Erina yang membuatku bingung kembali, dengan situasi itu. “ Tak mungkin Seorang Grasumian datang kemari hanya untuk mampir, kecuali ada sesuatu yang sedang dicari.” ucap Hamada. “ Sopankah begitu di depan tamu baru kita” Erina berkata menunjuk kearahku. “ Aku bisa memberi dia keringanan dengan keluar dari sini. Tapi, bagaimana dengan dua orang Marsum kerabat Grasumian” ucap Hamada menunjuk Paman Jhonny dan Liliana. “ Kenshin, bacalah buku yang kau suka, dan temani dia Liliana. biar aku dengan Nyonya Erina yang berbincang dengan Hamada. “ Baik, Ayah.” ucap Liliana kepada ayahnya. Kemudian aku dan Liliana menjauh dari mereka, kami naik kelantai dua dan mulai mencari buku Gresognian, kami mencarinya dengan terburu-buru. ‘Braaak’ terdengar suara gemuruh yang mengge
“ Sial, mimpi yang membingungkan” ucapku pelan. Aku duduk disebuah bangku di dapur dan meneguk segelas air. “ Ini terlalu pagi, kau sudah bangun saja” ucap Liliana berjalan melintasiku, dia mengenakan sebuah tanktop putih degan celana pendek ketat diatas lutut bewarna hitam dengan rambut terkucir. Aku hanya menatap kosong kepadanya, pikiranku masih kacau saat itu. Setelah mendapat mimpi liar seperti tadi, diriku masih merasakan gairah yang menggebu-gebu. Kini, ditambah lagi, aku menyaksikan Liliana dengan pakaian mini seperti itu. Aku mencoba mengalihkan pandanganku darinya, karena aku takut hal buruk akan menghasutku, bentuk tubuh Liliana sangat menawan, kulit tubuhnya juga oriental seperti orang-orang asia bagian tenggara. “ Ya, aku hanya tersentak bangun dari mimpi”. Jawabku lirih. “Ini adalah posisi tidak bagus” pikirku begitu. Aku bangkit dari tempat duduk, lalu meletakkan gelas disebelah tempat minum. Kemudian, aku kembali kekamarku. Liliana mencuci