Sisa perjalanan menuju kantor milik Geovane dilalui dengan keheningan yang sangat kentara. Shafita larut dalam lamunannya sendiri. Berbeda dengan Geovane yang menatap jalanan yang ia lalui dengan pandangan yang tajam. Dia memang seperti itu, tidak pernah melakukan sesuatu dengan sia-sia. Bukan sembarang menatap jalan raya, kepalanya sedang berpikir keras mengenai proyek pembuatan jalan raya di Bali yang melibatkan pemerintah.
Proyek tersebut sudah berjalan selama delapan bulan dan direncanakan akan selesai dalam waktu tiga bulan ke depan. Selama proyek tersebut berjalan, terhitung ada tiga orang yang tewas. Hal tersebut membuat sebuah kabar buruk yang menyatakan bahwa proses pembuatan jalan raya tersebut memakan korban jiwa sebagai tumbal. Padahal, jelas itu merupakan berita yang salah.Tidak ada tumbal, sesajen, seserahan, atau apa pun orang lain menyebutnya. Mereka meninggal karena memang sudah waktunya. Begitulah sekiranya yang dipikirkan oleh Geovane.Lagi pula ketiga pekerja tersebut mempunyai alasan yang jelas menjelang kematian. Satu di antara mereka mengalami kecelakaan kerja, tepatnya terjatuh di atas aspal yang masih panas hingga membuat tubuhnya terluka parah. Sedangkan dua orang lainnya meninggal karena sakit yang mereka derita.
Jadi, sangat jelas jika berita mengenai tumbal adalah salah besar.Geovane mengalihkan pandangannya pada Shafita setelah mobil yang dikendarai oleh sopir pribadinya terhenti. Sopir yang bekerja padanya bukanlah orang sembarangan, pria itu tidak hanya lihai dalam mengendarai kendaraan roda empat, ia pun pandai dalam bela diri dan mengacungkan senjata. Semua yang bekerja padanya memang dituntut harus memiliki kemampuan khusus, walau sebenarnya kemampuan Geovane sendiri sudah sangat mumpuni hingga ia tidak lagi membutuhkan bantuan orang lain untuk melindungi diri.Namun, lagi-lagi gengsi yang membuatnya memberikan pengawalan yang ketat untuk dirinya sendiri. Geovane ingin dikenal sebagai pria beruntung yang kaya raya dan disegani banyak orang. Apa yang dipakainya, dan apa yang ada di sekitarnya haruslah menunjukkan kelas yang tinggi.“Apa kau yakin bahwa kau ingin ikut ke dalam kantor?” tanya Geovane sekali lagi untuk memastikan. Bukan tanpa alasan ia melakukan itu, pasalnya setiap kali Shafita datang ke kantornya maka selalu ada keributan terjadi meski Geovane tahu keributan tersebut bukan diawali oleh Shafita.Dalam perjalanannya, Shafita mempunyai sejarah yang buruk dengan sekretarisnya. Dan tentu saja hal tersebut bukan tanpa alasan, hubungan keduanya memburuk seiring dengan kedekatan yang terjalin di antara Geovane dengan sekretarisnya tersebut.Tidak ada hubungan yang jelas antara Geovane dengan sekretarisnya tersebut, tetapi sangat jelas jika hubungan mereka tidaklah biasa. Tidak sewajar rekan kerja pada umumnya.
“Sepertinya kau tidak ingin aku masuk ke dalam kantormu? Hal itu membuatku semakin ingin masuk saja, apa ada sesuatu di dalam yang tidak boleh aku lihat? Atau ada sesuatu yang ingin kau lakukan dengan Jesslyn yang tidak boleh aku ketahui?” Shafita sengaja berujar dengan sinis.Dan tanpa menunggu jawaban, ia lebih dulu turun dari mobil dan berjalan masuk ke dalam gedung bertingkat tinggi yang sangat megah dan mewah.
Geovane benar-benar pria yang sangat sukses, Shafita atau siapa pun tidak bisa menampik hal tersebut. Tetapi bukan hal tersebut yang membuat Shafita mau untuk terus berada di samping pria itu, melainkan karena ia sangat mencintanya dengan segala ketulusan yang ia punya.
Sedangkan Geovane tersenyum tipis melihat tingkah menggemaskan dari kekasihnya tersebut. Terkadang ia merasa jika Shafita terlihat lebih menarik ketika wajahnya memerah karena cemburu, bukan karena malu.Biasanya akan ada seseorang yang membukakan sabuk pengaman di tubuhnya, tetapi kali ini Geovane memutuskan untuk melakukannya sendiri. Pintu mobilnya yang sudah dibuka dengan cara yang kasar oleh Shafita ditahan oleh seorang pengawal, karena jika tidak ditahan maka pintu itu akan otomatis tertutup.Geovane memasang wajah angkuh, seperti biasanya. Ia berdiri tegap ketika seorang karyawati di kantornya menghampirinya dan membenarkan letak pakaiannya agar terlihat sangat rapi. Tidak lama kemudian karyawati tersebut berjongkok dan mengeluarkan sebuah kertas tisu dan mengelap kedua sepatu yang dikenakan oleh Geovane, padahal sepatunya tersebut masih dalam keadaan baik-baik saja.Dari jauh, Shafita memperhatikan itu semua itu dengan jengah. Bahkan dengan beraninya wanita itu menjulurkan lidahnya ke arah Geovane. Untung saja wajah Geovane itu terlatih, jadi mimik wajahnya bisa tetap datar di saat ia ingin tertawa.Setelah selesai, Geovane langsung melangkahkan kakinya menghampiri Shafita. Tangannya secara otomatis langsung melingkari pinggang ramping wanita tersebut. Lalu keduanya berjalan beriringan menuju sebuah lift yang dibuat khusus untuk Geovane dan orang-orang pilihannya.Semua orang menunduk setiap kali berpapasan dengan Geovane, bahkan banyak di antara mereka yang sengaja menghentikan langkah agar bisa memberikan hormat pada pria terkaya di Indonesia tersebut.Sesekali Shafita membalas mereka dengan senyum penuh ketulusan yang sering kali ia berikan kepada siapa pun. Hal tersebut jelas berbanding terbalik dengan Geovane yang mengangkat dagunya tinggi-tinggi, menandakan perbedaan yang jelas antara dirinya dengan orang-orang yang bekerja di perusahaannya.Ketika keduanya telah berada di dalam lift, Shafita menyenggol perut kekasihnya tersebut dengan keras. Karena ia tahu jika Geovane tidak merasa kesakitan sama sekali. “Seharusnya kau bersikap lebih ramah pada karyawanmu. Kau bukan siapa-siapa tanpa mereka!”Terdengar tawa ironis dari Geovane, pria itu memandang wajah Shafita dengan remeh. “Sepertinya kau salah, Sayang. Mereka yang bukan siapa-siapa tanpaku. Mungkin mereka akan menjadi pengangguran yang menjadi beban keluarga dan negara bila tidak bekerja di perusahaanku. Dan jangan lupakan bahwa upah yang kuberikan pada mereka lebih besar dari standar yang seharusnya mereka dapatkan.”Geovane kembali mengalihkan pandangannya, menurutnya Shafita adalah wanita yang berbeda dari wanita-wanita lain yang ada di hidupnya. Wanita yang berhasil mendapatkan status yang jelas dari Geovane tersebut sering kali tidak sejalan dengan pola berpikir dan gaya hidup yang Geovane jalankan.Bahkan, wanita itu lebih sering menentang setiap perilakunya. Namun, tentu saja itu sama sekali tidak berpengaruh apa pun pada Geovane. Ia tetap pada pendiriannya dan gaya hidupnya.Tepat ketika pintu lift kembali terbuka yang menandakan bahwa mereka telah sampai di lantai yang mereka tuju, Geovane langsung melepaskan pinggang Shafita. Ia berjalan ke luar terlebih dahulu dan meninggalkan kekasihnya.Tak lama, ada seorang wanita berpakaian seksi yang menyambut kehadirannya. Bukan hanya sekedar sambutan biasa, tetapi ada pelukan hangat yang menyertai ucapan selamat datang tersebut. Dan Geovane membalas pelukan wanita tersebut dengan senang hati, tidak peduli jika Shafita menyaksikan itu semua di balik punggungnya. K
ia tahu, hal seperti ini tidak akan membuat Shafita meninggalkannya, wanita itu terlalu mencintainya.
Shafita sendiri menatap semua itu dalam diam dengan wajah tanpa ekspresi. Bohong jika ia mengatakan bahwa dirinya tidak cemburu melihat kedekatan yang terjalin antara Geovane dan seorang wanita yang bernama Jesslyn Jovano—sekretarisnya.Geovane membaca berkas perusahaan di tangannya dengan saksama. Mengabaikan sosok Shafita yang duduk di sofa yang ada di ruangannya. Baginya, tidak ada yang bisa mengganggunya ketika bekerja, bahkan seorang Shafita sekalipun.Tanggung jawab adalah sesuatu yang mencirikan seberapa tinggi pendidikan yang seseorang emban. Namun, bukan pendidikan formal yang menghasilkan selembar ijazah yang Geovane maksudkan, melainkan sebuah didikan yang diberikan oleh diri sendiri untuk menjalani kehidupan.Menurut Geovane, dan ia yakin bahwa pendapatnya adalah benar, yakni tanggung jawab seseorang pada dirinya sendiri adalah tolak ukur apakah seseorang tersebut mampu mengemban tanggung jawab lain atau tidak.Jika seorang pria tidak bertanggungjawab pada dirinya sendiri, maka bagaimana ia akan bertanggung jawab pada anak dan istrinya nanti?Tanggung jawab sudah diterapkan dalam hidupnya sejak ia kecil. Geovane tidak hidup dalam kemudahan. Hidupnya yang dulu miskin men
Detak jarum jam terdengar begitu nyaring, tetapi tidak sampai memekakkan telinga. Tidak lagi berada di kantor tidak membuat seorang Geovane Gabriel Priangan berhenti bekerja.Nyatanya meski kini ia duduk manis di atas sofa yang ada di kamar pribadinya, tangannya tetap bergerak dengan lincah di atas papan keyboard dan mengetikkan berbagai kalimat yang mana akan menentukan kesuksesan setiap proyek yang dijalankan oleh perusahaannya.Geovane mendesah lelah setelah mulai merasakan pegal-pegal di sekitar pinggang dan punggungnya. Rasanya ia ingin berbaring, tapi meninggalkan pekerjaan bukanlah kebiasaannya. Namun, bila ia menunggu waktu untuk selesai lantas baru beristirahat, maka ia tidak akan pernah mendapatkan waktu istirahatnya.Pekerjaannya tidak pernah selesai, selalu ada hal-hal baru yang ia harus kerjakan. Sebenarnya, Geovane bisa membayar orang lain untuk mengerjakan semua tugas-tugas yang harus dikerjakannya. Hanya saja ia merasa tidak c
Angin malam yang menusuk kulit hingga menembus tulang tak pernah menyurutkan semangat dalam diri Geovane. Setiap malam ia jadikan waktu untuknya mengenang masa kecil yang suram. Bersama dengan seorang pria kepercayaannya, Geovane berjalan kaki dengan pakaian santai yang tak akan membuat siapa pun berpikir bahwa dirinya adalah pria terkaya di Indonesia.Ia benar-benar tampil sederhana, walau tetap saja pakaian yang digunakan oleh tubuhnya tidaklah bernilai murah. Hanya saja, modelnya yang sederhana dan tampilannya yang banyak ditemui di pasar-pasar kota akan membuat orang lain menilainya sebagai sosok yang biasa saja.“Tuan Geovane, aku tidak berpikir bahwa kita akan menemukan anak-anak kurang beruntung di sekitar sini.” Itu adalah kalimat yang dilontarkan oleh Justin Jovano, tangan kanannya yang merupakan kakak kandung dari Jesslyn. Dua orang bersaudara tersebut memang dianugerahi kecerdasan, hingga mereka dengan mudah dapat bekerja padanya.
Geovane tersenyum miring melihat ke arah kumpulan anak muda yang kini menatap ke arahnya. Dia mengangkat sebelah alisnya seolah mempertanyakan apakah yang dikatakan olehnya sudah benar atau belum. Geovane sengaja menyebut bahwa dirinya tidak senang menyia-nyiakan diri sebagai sindiran halus yang diberikan olehnya untuk anak-anak jalanan tersebut.Tidakkah mereka merasa sayang pada tubuh mereka sendiri? Ketika ribuan orang berpenyakit berusaha untuk sembuh bahkan rela memberikan seluruh harta kekayaannya demi untuk mencapai kesehatan, lantas mengapa anak-anak muda seperti mereka yang seharusnya menjadi generasi penerus bangsa justru malah menyia-nyiakan diri mereka dengan mengonsumsi minuman yang akan tubuh mereka teracuni?“Apakah aku salah berkata?” tanya Geovane dengan tersenyum sombong. Ia menatap remeh anak-anak jalanan yang masih duduk melingkar di bawah kakinya.Seorang pemuda menjawab, “Kau tidak perlu ikut campur masal
“Kau bertanya apa untungnya bagi kalian jika aku adalah orang terkaya di Indonesia?” tanya Geovane dengan mulut yang terbuka setelahnya, terperangah meligat reaksi William si anak jalanan yang bisa-bisanya bertingkah biasa saja ketika mengetahui bahwa ada pria terkaya di Indonesia yang tengah berdiri di hadapannya.“Ya, memangnya apa keuntungan bagi kami jika kau adalah pria terkaya di negara ini? Bahkan jika kau adalah pria terkaya di planet bumi sekalipun, apa untungnya bagi kami?” timpal seorang anak jalanan lainnya yang bernama Derek. Anak muda tersebut memiliki penampilan yang lebih rapi dari kawanannya.Pakaian yang dikenakan oleh Derek cukup terbilang bagus jika dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Kemeja biru muda polos yang cocok ketika dipasangkan pada tubuhnya yang berlapis kulit putih. Celananya pun tidak banyak robek di sana-sini. Penampilannya cukup kontras jika dibandingkan dengan teman-temannya yang memakai k
Jika saja wanita paling sabar di dunia diurutkan namanya, maka nama Shafita pasti akan menempati nomor urut pertama. Selama Geovane mengenal Shafita sejak masa Sekolah Menengah Pertama, ia sudah melihat dengan jelas bagaimana kesabaran yang dipancarkan oleh wanita tersebut. Saat masa sekolah dulu, Shafita tidak tergolong sebagai siswi yang mempunyai teman dalam jumlah banyak. Jika Geovane tidak salah mengingat, Shafita tidak memiliki teman dekat lebih dari dua orang. Itu pun, sangat jarang menjalin kebersamaan. Shafita lebih banyak menghabiskan waktunya sendirian. Dia bukanlah seorang kutu buku yang senang menyendiri dan hanya ditemani oleh sebuah buku yang hanya berisi tulisan, tetapi Shafita adalah orang yang gemar menyendiri dan hanya menghabiskan waktunya untuk diri sendiri. Wanita penyabar tersebut tidak tampak terganggu dengan perilakunya tersebut, dia sangat menikmati setiap waktu kesendiriannya. Shafita pun merupakan pribadi yang sangat se
Geovane tidak merasa ataupun berpikir bahwa Shafita merupakan wanita yang sempurnya. Karena ia tahu jika di dunia ini tidak ada yang benar-benar hidup tanpa cela dan kekurangan. Lagi pula, Geovane sama sekali tidak membutuhkan wanita yang sempurna dan serba bisa.Karena, Geovane bisa melakukan apa pun untuk dirinya sendiri.Salah satunya dalam bidang memasak. Shafita sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal tersebut. Dan itu sangat berbanding terbalik dengan sosok Geovane yang pandai meracik makanan.Jika sudah begini, Shafita yang bingung untuk menemukan kekurangan yang ada dalam diri kekasihnya tersebut.Dan memang Geovane sama sekali tidak mengharapkan jika Shafita menemukan kekurangannya. Tampan, tajir, dan multitalenta. Bukankah hal tersebut sangat sempurna untuk didengarkan?Apa lagi yang wanita cari dari seorang pria selain ciri-ciri yang Geovane miliki?Geovane tidak ingin menganggap dirinya sempurna, tetapi
Merupakan hal lumrah bagi Shafita untuk menjadikan rumahnya sebagai tempat pertemuan para kolega bisnis. Tidak, ini bukan kolega bisnis yang dimilikinya. Karena sangat jelas jika dirinya bukanlah wanita yang memiliki karier melejit. Shafita hanya wanita biasa yang menghabiskan waktunya di dalam rumah dengan kegiatan yang tentu semua orang akan bisa membayangkannya seperti apa. Bukan pula kolega bisnis kedua orang tuanya. Karena, walaupun ia tidak terlahir dari keluarga yang patut dikatakan miskin, dirinya pun tidak terlahir dari keluarga yang pantas untuk disebutkan kaya raya. Shafita biasa menyebutnya sedang-sedang saja. Ia hidup dalam porsi yang pas tanpa kelebihan ataupun kekurangan suatu apa pun. Dan yang telah berada di dalam rumahnya sejak tiga puluh menit yang lalu adalah kolega bisnis dari Geovane. Jumlahnya sekitar tujuh orang. Empat orang di antara mereka adalah pria dan tiga orang lainnya berjenis kelamin wanita yang mana Shafita tebak meru