Share

Kate

Arizona, 1984

Hujan mengguyur kota sejak dua jam yang lalu. Hawa dinginnya terasa begitu menusuk tulang. Jalanan juga terlihat lebih lengang dibanding biasanya. Sepertinya orang-orang enggan untuk pergi keluar rumah. Penghangat ruangan memang lebih baik dibanding dinginnya jalanan. Hanya mereka yang memiliki kepentingan mendesak yang terpaksa harus ada di jalanan.

“Kate, kau belum pulang?” tanya rekan kerjanya sembari mengunci pintu.

Kate masih berdiri di depan toko. Memandang titik-titik air hujan yang turun bersusulan sejak tadi. “Aku masih menunggu hujan reda,” jawabnya.

“Kenapa tidak naik angkutan umum saja?” Rekan kerjanya menunjuk sebuah bus yang melaju pelan di depan mereka. Bus kota itu terlihat kosong. Hanya ada beberapa orang di dalamnya.

Hanya gelengan kepala yang diberikan oleh Kate sebagai jawaban. Ia bisa saja naik bus malam ini dan duduk dengan santai di dalamnya. Namun, uang yang ada di kantongnya sekarang benar-benar harus dihemat. Ia masih memiliki kebutuhan yang lebih mendesak. Berdiri beberapa jam untuk menunggu hujan reda seperti ini bukan masalah untuknya.

Rekan kerja Kate mengembangkan payung berwarna hitam. “Aku pulang dulu.”

“Hati-hati,” ucap Kate sambil melambaikan tangan.

Sekarang cahaya di depan toko roti tempat Kate kerja sudah berkurang. Hanya tinggal cahaya remang-remang  yang berasal dari lampu di depan toko. Bangunan yang biasanya ramai di pagi hari itu kini tampak sunyi. Begitu juga jalanan di depannya. Meski begitu, hujan belum juga mau berhenti.

Sebelah tangan Kate terulur. Menadahi tetes-tetes air hujan dari langit. Hidupnya terasa hampa dan kosong. Badan yang letih setelah bekerja seharian, ditambah keletihan hati yang entah sampai kapan. Ia tahu, seharusnya ia segera pulang sekarang.

Setelah mempertimbangkan banyak hal, Kate nekat untuk menerobos hujan. Kemudian langkah kakinya semakin cepat saat melihat petugas apotek akan menutup pintu.

“Jangan ditutup dulu, John!” teriak Kate dari kejauhan.

Pemilik apotek bernama John itu menoleh pada Kate yang sedang berlari ke arahnya. “Dari mana saja kau?” tanyanya.

“Aku menunggu hujan reda dari tadi. Tapi, sepertinya langit tidak akan berhenti menumpahkan isinya sampai pagi,” keluh Kate. Ia menyibakkan air yang membasahi rambut.

“Seperti biasa?” tanya John yang dijawab anggukan oleh Kate.

Setelah John menghilang ke dalam ruangan, Kate memutuskan untuk duduk di kursi depan. Kakinya terasa lemas setelah berjalan dan berlari-lari. Menguras sisa-sisa tenaga. Namun, ia merasa beruntung karena tiba tepat waktu. Kalau sampai ia terlambat sedikit saja, tentu akan fatal sekali akibatnya.

Tidak lama John kembali menghampiri Kate dengan sebungkus obat di tangannya. “Bagaimana keadaan ayahmu?”

Kate mengembuskan napas dengan kasar. “Masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Tidak ada perubahan sama sekali. Obat-obat ini hanya memperlambat rasa sakit saja.”

“Ayahmu memang sudah seharusnya mendapat pengobatan yang jauh lebih baik. Ia harus dirawat di rumah sakit, Kate.” John berucap selembut mungkin.

Mendengar kata rumah sakit, Kate hanya diam saja. Ia tahu hal itu. Memang seharusnya penyakit jantung ayahnya itu mendapat penanganan dokter. Bukan malah obat murahan seperti ini. Namun, ia juga bisa mengukur sejauh mana kemampuannya. Biaya rumah sakit belum terjangkau olehnya sekarang.

“Terima kasih, John.” Kate meraih bungkusan di tangan John dan menyerahkan beberapa lembar uang sebagai gantinya.

John menjawab dengan anggukan. Ia pun tidak bisa membantu banyak, selain memberikan harga yang cukup miring untuk Kate.

Perkenalan mereka terjadi beberapa bulan lalu. Saat itu sedang turun hujan juga. Kate terlihat termenung di depan apotek. Ia ingin membeli obat untuk ayahnya, tetapi tidak punya cukup uang. John yang merasa kasihan akhirnya memberikan harga yang cukup murah. Sejak itu, Kate langganan datang ke tempat ini setiap kali obat ayahnya habis.

“Hati-hati di jalan,” pesan John begitu Kate pamit untuk pulang.

Sekarang Kate tidak lagi peduli dengan air hujan. Ia sibuk memikirkan kondisi ayahnya sekarang. Ia harus sampai di rumah dengan cepat. Tidak peduli dengan baju dan kepalanya yang basah.

Saking fokusnya ingin segera sampai di rumah, Kate sampai tidak menyadari kalau ada bahaya yang sejak tadi mengintai dirinya. Bahaya yang akan menghancurkan hidupnya. Selamanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status