Akira sudah dipindahkan ke ruang inap pasien. Selepas shalat dhuha, Zaidan menunggu Vishal membawa beberapa baju untuknya dan sekaligus membawa sarapan. Zaidan memperdengarkan Akira bacaan murottal Al-Quran. Ia menunggu Akira siuman dari anestesinya.
Perawat yang memeriksa Akira menginformasikan bahwa Akira sudah bangun dan sudah boleh diajak berbicara.
Zaidan memegang lembut tangan Akira. Dia membisikkan sesuatu padanya.
"Assalamu'alaikum, Istriku." Diciumnya kening dan tangan Akira. Seketika Akira menangis.
"Wa'alaikumsalaam... Maafkan aku." Butiran air mata membasahi wajahnya yang pucat.
"Ssttt... Kita akan lalui semuanya bersama. Kam
Tiga tahun berlalu, banyak cerita dan peristiwa terlewati mendewasakan diri. Kini anak kecil bernama Zafran Athar telah dibawa Aaliya pergi ke luar kota karena ia telah hidup mapan bersama suaminya, Harry. Mahesh Athar semarah dan sekeras apapun rasa kecewa pada Aaliya, ia tetap sadar bahwa Aaliya adalah putrinya yang dulu sangat dirindukan kehadirannya. Mahesh telah memaafkan dan merestui pernikahan Aaliya dengan Harry.Akira dan Zaidan masih terus berusaha dan ikhtiar agar segera diamanahi malaikat kecil anugrah terindah dalam keluarga kecil mereka. Mereka berdua rutin memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan, dan keduanya tidak ada, masalah apapun. Akira dan Zaidan hanya perlu bersabar biarkan waktu yang menjawab. Akhir tahun ini, Zaidan telah merencanakan liburan berdua selama dua minggu ke Eropa. Seperti impian Akira yang ingin menjelajahi langsung peradaban Eropa yang semasa kuliah menjadi salah satu mata kuliah favoritnya. Studi S2 Akira pun telah selesai. J
Apa yang paling menyedihkan di dunia ini? Mencintai seseorang yang tidak mencintaimu atau mengetahui kenyataan bahwa orang yang kau cintai mencintai gadis lain? Bagaimana jika aku mengalami keduanya?*Suasana haru dan canda tawa meramaikan hampir di setiap penjuru kampus, beberapa mahasiswa tingkat akhir yang telah selesai melaksanakan sidang sibuk berfoto dan saling mengucapkan selamat. Terdapat seorang gadis berkerudung panjang abu-abu yang justru hanya duduk termangu sambil gelisah melihat jam di tangannya. Sekilas matanya melihat langit yang memancarkan cahaya siang yang cukup terik. Air minum di botolnya pun sudah habis. Sudah hampir setengah jam dia hanya duduk dan bergelut dengan pikirannya."Di mana Kak Nay, kok belum datang juga?" Ia tampak berbicara sendiri
Sesaat kemudian Akira langsung duduk di jendela kamarnya dengan membuka asal sebuah buku yang hanya dilihatnya dengan tatapan kosong. Naisha berdiri di ambang pintu menyaksikan adiknya, dan memberanikan diri untuk mulai bicara."Aku tahu sakitnya kehilangan seorang ibu, bahkan aku belum pernah sekadar memeluknya, merasakan hangat kasih sayangnya, aku tidak pernah merasakannya, Kak..." Akira berbicara seakan tahu betul bahwa Naisha tepat berada di belakangnya. Naisha hanya diam, dan segera memeluk Akira yang mulai tenggelam dalam tangisannya."Aku mohon jangan selalu bersikap seperti ini, Ra.""Bukankah aku sudah bilang berkali-kali sama Kakak, membahas tentang Mama selalu membuatku lebih sensitif. Dan aku selalu merasa kalian menyalahkanku akan hal itu." Akira memelankan suaranya pada kalimat terakhir."What nonsense, Akira?! Bagian mana yang aku menyalahkanmu?" Perlahan Naisha melepaskan pelukannya.
Flashback onNaisha's POV (Point of View)Pagi ini terasa berbeda. Ya, setelah kemarin ada pertengkaran kecil dengan Akira. Aku menjadi serba salah, sekarang saja aku sedang mencuci piring dan Akira sedang membereskan meja makan, kita berdua sama-sama terdiam saja, tanpa bertegur sapa. Di sisi lain dia adikku, di sisi lain aku kadang kesal dengan sikapnya yang seperti itu. Tapi aku tahu Akira bukanlah tipe pedendam, dia tidak begitu, dan bagaimana pun juga dia adalah adikku satu-satunya yang selalu ada untukku dan sifatnya yanghumblemembuatku bangga memiliki adik seperti Akira. Sebagai kakak sudah seharusnya aku bisa memberikan contoh yang baik untuknya, baiklah, kurangi ego-mu, Nay. Aku berencana akan mengajak dia keluar jalan-jalan.
Flashback onTak biasanya Ayah menyuruh kami berkumpul setelah sarapan pagi, karena biasanya kami akan melakukan kegiatan masing-masing setelah selesai sarapan. Saat itu Ayah menyuruh kami semua berkumpul di ruang keluarga."Ada yang ingin aku sampaikan pada kalian semua, khususnya padamu, Nak." Ayah menepuk bahuku. Aku mendengarkannya dengan saksama."Ayah telah memilihkanmu perempuan yang baik untuk kau jadikan seorang istri. Rencananya pagi ini Ayah akan datang ke rumah keluarganya untuk membicarakan pernikahanmu dengannya."Semua yang ada di sana, Ibu, Bibi Maula, Vishal, Aaliya, tampak terkejut sekaligus tersenyum."Kaushalya, kau ikutlah denganku." Aya
Naisha sampai di rumahnya dengan perasaan dan pikiran yang kacau. Berpikir cara untuk mengatakan segalanya pada ayahnya. Sedang di sisi lain, Zaidan masih memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Zaidan akan terima 'tantangan' Naisha.Satya Elfaruq sedang bersama putri bungsunya, Akira, yang terus saja memaksa Satya untuk segera menyampaikan apa yang akan dia katakan, sesuai dengan janjinya sebelum dzuhur tadi."Papa..Tell me now, please.""Nanti saja kita tunggu kakakmu pulang." Satya tetap asyik membaca buku di meja kerjanya, tanpa menghiraukan Akira."Papaa...""Akiraa..."Tak lama kemudian, Naisha datang deng
Pertanyaan yang tak pernah terpikirkan oleh Zaidan dan Naisha, maka dengan sigap mereka berdua menjawab bersamaan namun dengan jawaban yang berbeda.Zaidan: "Tidak!"Naisha: "Ya."Zaidan terlihat santai dan puas mengatakannya, berbeda dengan Naisha. Semua orang tampak heran dan terkhusus Akira merasa ada sesuatu yang aneh, tapi dia tetap berpikir positif.Naisha segera meralat ucapannya, "Maksud saya, nanti ketika Zaidan menikah dengan adik saya, pasti saya akan mengenal Zaidan. Hehe. Lagipula tadi kan Pak Mahesh sudah memperkenalkannya kepada kami." Dalam hati, Naisha merasa kecewa dengan sikap Zaidan yang seakan tidak memedulikan dirinya lagi. Saat ini, yang bisa dia lakukan hanyalah pasrah dengan keadaan. Suasana kembali seperti bi
Zaidan's POVKurang dari lima detik aku menatap Akira yang hanya menunduk."Tadi saya belum mendoakanmu. Bolehkah saya menyentuh kepalamu sekarang?" Dia hanya mengangguk tanpa melihatku. Kuberanikan diri untuk menyentuh ubun-ubunnya dan mengucapkan doa.Allahumma inni as aluka khoiro haa wa khoiro maa jabaltahaa 'alaihi wa a'udzubika min syarri haa wa syarri maa jabaltahaa 'alaih.(Yaa Allah... Sungguh aku meminta kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan yang Engkau ciptakan atasnya dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan yang Engkau ciptakan atasnya.HR Abu Dawud, No. 2160, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Suna