POV James Aku tersenyum mengingat percintaan panas kami di jet waktu itu. Nami sangat liar, membuat gairahku naik beberapa kali lipat dibanding biasanya. "Kamu serius? Aku masih bertanya di saat Nami telah melepas kaosnya. Tentu aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku pun segera melepas semua pakaianku tanpa terkecuali. Langsung kudekati Nami lalu kupeluk tubuhnya yang hangat. Aku sangat merindukan momen ini. Sejak kami berbaikan, terhitung hanya beberapa kali kami bercinta. Aku haus kehangatan, aku ingin memasuki kewanitaannya yang sempit. Merasakan setiap pijatan lembut di kejantananku. Istri kecilku bagaikan candu untukku. Membuatku melayang dan puas pada saat yang bersamaan. "Kak Oliv," Nami mendesah saat kukecup tengkuknya. Tubuhnya menggeliat setelah mendapat rangsangan dari tanganku. "Kakak sudah memastikan semua kru tidak akan melihat kita?" tanya Nami dengan suara yang sudah terengah. "Tentu Sayang, aku tidak mungkin memperlihatkan percintaan kita kepada orang l
Pov James Delapan bulan kemudian. Aku menatap istri kecilku yang sedang terlelap dalam dekapanku dengan perutnya yang membuncit. Ia tidur miring menghadap ke arahku dengan perutnya yang diganjal oleh sebuah bantal kecil khusus. Setelah kepulangan kami dari bulan madu, Nami dinyatakan positif hamil. Saat itu aku sangat bahagia karena sesuai dengan harapan kedua orang tuaku yang menginginkan cucu. Nami langsung hamil. Aku yang dari pertama juga menginginkan seorang anak melarang Nami untuk melakukan program KB dan untungnya Nami menyetujuinya sehingga tidak ada penundaan kehamilan setelah pernikahan kami. Dan sekarang Nami sudah hamil tujuh bulan. Namun yang membuat aku heran badannya tidak mengalami perubahan hanya bagian perutnya saja yang membesar. Dengan tubuhnya yang mungil, kadang aku merasa kasihan karena sepasang kaki kecilnya harus menahan beban beberapa kilo yang berada di perutnya. Kami sudah pergi ke dokter melakukan USG untuk mengetahui jenis kelamin anak kami. Karena kami
Pov Nami Aku tidak menyangka Kak Oliv masih memperlakukanku dengan romantis. Bahkan ia tidak peduli ketika aku sudah hamil besar. Ia sudah paham bagaimana cara memperlakukan ibu hamil ketika bercinta. Aku perhatikan suamiku sangat rajin bertanya tentang seputar kehamilan dan kegiatan seks yang harus dihindari dengan wanita hamil. Ia tidak sungkan bertanya dan berkonsultasi. Aku juga sempat memergokinya sedang mencari artikel yang membahas percintaan dengan wanita hamil dengan segala resikonya. Tentu saja ia tidak lupa mencari tahu bagaimana posisi bercinta dengan ibu hamil agar aman untuk bayinya. "Kak," aku medongakkan wajahku ketika kejantanannya memompa kewanitaanku. Entah kenapa aku selalu bergairah ketika berdekatan dengannya. Mungkin karena efek hormon kehamilanku. Padahal dulu sebelum hamil aku tidak seperti ini. Tidak menginginkan percintaan setiap hari. Dulu Kak Oliv sering merayuku agar aku mau bercinta dengannya. Namun beda ketika aku hamil, tanpa dirayu pun kadang aku me
"Aaaah akhirnya bisa benapas dengan lega." Seorang gadis cantik berwajah oriental dengan memakai atribut kelulusan mahasiswa, lengkap memakai toga dikepalannya merentangkan tanganya keatas sambil menyunggingkan senyumnya. Rambutnya tergerai indah sambil membawa sebuah bucket bunga mawar putih dari kakak seniornya. Terimakasih senpai(kakak tingkat/kakak kelas ataupun kakak laki-laki yang lebih senior)." Nami menyunggingkan senyuman termanisnya. "Jangan tersenyum manis begitu, aku jadi tambah berat melepaskanmu untuk kembali ke negara asalmu Nami san." (san adalah tambahan nama panggilan untuk adik kelas/adik tingkat atau teman wanita dalam bahasa Jepang). Yup Namida Hamashaki, gadis manis berusia 23 tahun yang baru saja menyelesaikan kuliah tingkat akhir di salah satu universitas terbaik di Jepang. Tokyo university selama lima tahun itu ialah putri dari Yamada Hamashaki seorang pengusaha terkenal keturunan Jepang. Bermula dari kakek Nami yang mengembangkan usahanya ke Indonesia, tel
Dua bulan sebelumnya."Hi, guys."Seorang laki-laki tampan dengan sorot mata yang tajam, berdiri di antara kerumunan anak muda yang sedang berpesta di sebuah klub eksklusif di Jakarta. "Nih dia yang ditunggu." Dean sahabat karib James langsung memeluk James. "Hai bro, kemana aja, nggak asyik kalau nggak ada elo." Bagus cowok asli dari Bali langsung gabung di antara James dan Dean. "Kalian nunggu gue atau nunggu traktiran dari gue." "Bwa hahaha, slow men, sarkas amat sih lo, kek kesambet penunggu jembatan Ancol." Dean yang terkenal ceplas-ceplos pura-pura meninju lengan James. "Sepet banget malam ini, nggak ada yang glowing." "Elo sih datangnya maleman, stok cewek bening punah. Yang bening-bening sedang sibuk méndesah sekarang di hotel atas." Bagus menimpali. "Gue abis disidang sama bokap, nyokap. Nggak bisa berkutik sebelum nunggu mereka tidur." James meraih pematik api menyalakan rókok. "Jadi anak konglomerat emang susah ya, apalagi masih darah biru." Dean manggut-manggut. "Ta
"Jamessss." "Hmmmm." "Jangan pergi dulu." Amanda memeluk tubuh James dari belakang, namun James tak menghiraukannya. "James, kamu denger nggak?" Amanda berusaha menahan pergerakan James yang sibuk memungut pakaiannya. "Denger, gue belum tuli." Dengan santainya James memakai pakaiannya kembali tanpa menoleh kepada Amanda yang mengajaknya berbicara. "Kok kamu gitu." Amanda mencebik melihat respon dari James yang terkesan cuek berbeda dengan semalam. "Kenapa?" James telah selesai berpakaian lalu menghisap rokok seperti kebiasaanya. "Kamu beda dengan semalam, sekarang kamu cuek, tadi malammm----" pipi Amanda bersemu merah, mengingat malam panas mereka. James terkekeh sambil menyemburkan asap rokok dari mulutnya. "Ckkk." James berdecak, selalu saja begitu, setiap wanita yang ditidurinya berubah manja dan malu-malu. Ia bisa menebak, bahwa Amanda menginginkan lebih dari sekedar hubungan satu malam. "Bagaimana kalau kita-----" Amanda yang masih télanjang berjalan dengan malu-malu mend
"Keberatan?" "Dengan senang hati, Pak." Dela, sekretaris barunya James tersenyum riang sambil berlari kecil untuk mengunci pintu. Ia dengan hati berbunga akan menuruti permintaan bos tampannya. Siapa yang bisa menolak pesona James Baskoro, CEO muda idaman wanita lajang seperti dirinya. Setelah mengunci pintu, Dela wanita muda berambut pirang itu mulai membuka kancing kemejanya satu persatu. Sejak Doni menghubunginya, satu minggu yang lalu, ia mulai gencar melakukan perawatan tubuh dan wajah di salon kecantikan langganannya. Dari ujung kaki hingga ujung rambut, ia bahkan sempat panik ketika satu jerawat tumbuh di pipinya. Menurut keterangan Doni, James menyukai wanita yang berpenampilan sempurna dari wajah serta bentuk tubuh yang proporsional. Dela bahkan rela memperketat dietnya untuk menjaga keindahan lekuk tubuhnya. Kemarin ia sempatkan untuk luluran agar kulitnya terlihat lebih glowing, tidak lupa ia membeli parfum mahal yang bisa membuat laki-laki semakin tertarik untuk menghidu
"Ya Tuhan … apa-apaan ini!" Suara seorang wanita membahana setelah pintu dibuka secara kasar. "B-bunda." "James Oliver Baskoro!" James langsung mendorong tubuh Dela yang berada di atasnya dengan keras. James tahu jika bundanya sudah memanggil nama lengkapnya, itu berarti beliau sangat marah. Tubuh Dela terjungkal kebelakang. "Aduh." Dela memegang pinggangnya yang terantuk meja tamu. Wajah Dela jatuh tepat di kaki seorang wanita bule paruh baya berambut coklat. "Memalukan! Wanita macam apa kamu!" Pandangan Felicia, bundanya James sangat tajam kepada Dela. "Dibayar berapa kamu oleh anak saya untuk melakukan pekerjaan tambahan ini?" "S-saya." Suara Dela bergetar, lenyap sudah nàfsunya berganti dengan ketakutan dan rasa malu. James yang tak kalah takut, segera mengancingkan kemeja dan membetulkan sabuk dan resleting yang sempat Dela buka tadi. "Pakai pakaianmu, dan mulai detik ini kamu dipecat dengan tidak terhormat." "N-nyonya, sa ….""Pergi, keluar dari sini sekarang juga atau s