PRANGGG
Secangkir teh hangat yang digenggam Charlotte terjatuh ke lantai hingga beling-beling kaca berserakan di manapun. Perasaan yang dialaminya saat ini bagaikan terkena sambaran petir yang begitu dahsyat, hingga membuat dirinya tersentak kaget tanpa disadari. Secara perlahan, Charlotte ingin beranjak dari sofa didudukinya berniat untuk memungut pecahan kacanya. Namun, dengan sigap sang ibu bernama Tiana langsung mencegahnya.
“Charlotte, apakah kau baik-baik saja? Apakah kau terluka?” tanya Tiana sangat cemas.
“Kenapa ibu menghampiriku? Nanti kaki ibu bisa terluka karena terkena pecahan kacanya?”
“Ibu sangat mencemaskanmu. Sebenarnya ada apa denganmu? Tidak seperti biasanya kau bersikap seperti ini.” Tiana melangkah melewati pecahan kaca dengan penuh kehati-hatian, kemudian duduk di sebelahnya.
Charlotte terdiam sejenak, bola matanya terlihat kebingungan dengan dirinya saat ini. Terutama ia bukanlah tipe wanita ceroboh dalam hal apapun. Namun saat ini, perasaannya sangat tercampur aduk hingga dirinya ingin menangis sekarang tiba-tiba. Bahkan dadanya seperti tertusuk duri transparan sampai sesak.
“Charlotte?” Tiana melambaikan tangan di depan matanya.
Namun Charlotte tidak menjawab sama sekali. Ia hanya menunjukkan respon memeluk ibunya dengan erat, memasang raut wajahnya sedikit ketakutan.
“Aku takut, Bu.”
“Ada apa denganmu? Apakah telah terjadi sesuatu padamu?” Tiana menunjukkan rasa empati dengan mengelus punggung putrinya berirama.
Sontak seorang asisten rumah tangga memasuki ruang tamu. Tatapan Tiana sejenak pada asisten itu.
“Tolong kau bersihkan pecahan kaca ini, jangan sampai tersisa sedikitpun!” pinta Tiana pada asisten rumah tangga tersebut dengan tegas.
“Baik, Nyonya.” Asisten rumah tangga tersebut dengan sigap mengambil sapu mulai membersihkan serpihan pecahan kaca.
Kembali lagi pada sang ibu dan anak melanjutkan perbincangan mereka sempat tertunda sebelumnya.
“Jadinya ada apa denganmu? Kau harus menceritakan semua masalahmu pada ibu!” Tiana mengulangi lontarannya mendesak pada Charlotte.
“Tiba-tiba aku memiliki firasat buruk,” sahut Charlotte gemetaran hingga keringat dingin mulai mengalir pada lehernya.
“Maksudmu firasat buruk apa? Apakah mungkin kau belum siap menikah besok?” Dahi Tiana mengernyit.
“Aku merasa seperti ada sesuatu buruk yang menimpa padaku dan Gabriel. Pernikahan kami tidak akan berjalan lancar besok,” tutur Chatlotte semakin merinding ketakutan sambil mempererat pelukannya.
“Tenang saja, Charlotte. Besok pernikahan kalian pasti akan berjalan lancar. Penjagaan keamanan pasti sangat ketat karena para pengawal mengawasi kalian di setiap sudut ruangan.”
“Tapi ibu, semakin lama perasaanku bukan karena masalah pernikahanku. Tapi seperti ada sesuatu yang buruk menimpa Gabriel.”
“Sudahlah kau jangan berpikiran yang aneh! Gabriel pasti akan baik-baik saja, lagipula bukankah dia akan pulang cepat setelah mengunjungi Tuan Alexander?”
“Benar juga sih, Bu.”
Drrt…drrt…
Pada saat yang bersamaan, ponsel Charlotte bergetar tiba-tiba, dengan sigap Charlotte langsung mengangkat panggilan telepon dari sahabatnya.
“Violet, kenapa kau meneleponku tiba-tiba?”
“Cepat, kau harus melihat berita!” Suara Violet terdengar panik.
“Ada apa sih memangnya?”
“Pangeran Gabriel menghilang!”
Charlotte berdiri mematung seperti terkena sambaran petir yang dahsyat hingga ponselnya terlepas dari genggaman tangannya. Matanya terbelalak sempurna, tubuhnya mulai tidak berdaya hingga hampir ambruk ke lantai. Untungnya Tiana dengan sigap menahan punggung putrinya.
Charlotte jadi teringat mimpi buruk yang dialaminya mengenai kematian Gabriel tepat di hadapannya tiba-tiba. Mengingat itu, ia semakin ketakutan bahwa mimpinya menjadi kenyataan. Hanya saja sedikit berbeda dengan situasi di mimpi.
“Ada apa denganmu?”
“Ibu, aku harus gimana?” Buliran air mata mulai mengalir dari kelopak matanya.
“Sini, sebaiknya kau duduk tenang dulu dan beritahu ibu baik-baik.” Tiana menuntun putrinya menduduki sofa kembali.
“Aku tidak bisa tenang, Bu! Aku mana mungkin bisa tenang kalau pria yang paling kucintai itu…”
Charlotte tidak sanggup melanjutkan perkataannya, menggarukkan kepala geram sampai rambutnya terlihat berantakan. Mulai gila takut sungguh kehilangan calon suaminya di hari sebelum pernikahan.
“Apakah mungkin terjadi sesuatu padanya?” tanya sang ibu mulai ketakutan.
Dengan sigap Charlotte menekan tombol remote TV menyaksikan berita eksklusif yang kini sedang ditayangkan langsung di setiap saluran TV dalam negeri ini. Berita tersebut menunjukkan sebuah TKP ditemukan pesawat yang terjatuh di dekat pesisir pantai. Melihat berita buruk yang menggemparkan seluruh negeri, membuat sang ibu dan anak sangat syok hingga hampir terjatuh lemas.
Hanya bisa jatuh tersungkur ke lantai, teriakannya pecah hingga rasanya tidak bisa membangkitkan tubuhnya.
“Bagaimana ini bisa terjadi pada calon menantuku?” Tiana mengelus dadanya yang sesak akibat dirinya sangat syok sekarang.
Charlotte tanpa berpikir panjang langsung memakai mantelnya bersiap-siap meninggalkan kediamannya. Tidak peduli rambutnya terlihat berantakan, yang terpenting pikirannya hanya terpusat pada sang Pangeran dicintainya.
“Kau ingin pergi ke sana?” tanya Tiana.
“Aku harus melihatnya langsung dengan mataku sendiri. Akan kupastikan Gabriel ditemukan selamat, dia sudah berjanji padaku akan bermain piano bersamaku saat pulang nanti. Dia tidak pernah mengingkari janjinya.” Charlotte menangis terisak sambil menyeka air matanya menggunakan lengan mantel.
“Kalau begitu, ibu akan menemanimu ke sana.”
“Tidak perlu, Bu. Ibu tetap di sini saja, biar aku saja yang sendirian menghadapinya.”
Charlotte terburu-buru berjalan cepat menghampiri pintu keluar kediamannya.“Tapi kalau sampai terjadi sesuatu yang lebih buruk lagi, apakah kau bisa menanganinya?” pekik Tiana lantang dari belakang.
“Aku percaya Gabriel masih hidup. Berita ini belum sepenuhnya benar, lagipula ini masih dalam tahap pencarian oleh tim investigator kerajaan,” lontar Charlotte berpura-pura tegar, namun sebenarnya dirinya tidak siap menghadapinya kalau kenyataan tidak sesuai dengan harapannya saat ini.
Dengan penuh percaya diri, Charlotte melangkah keluar dari kediamannya, lalu memasuki mobil sedan hitam miliknya yang dikendarai sopir pribadinya. Ia memerintahkan sopir mengantarkan menuju TKP tertera pada berita tersebut. Tidak membutuhkan waktu lama, mobil sedan terhenti di TKP, Charlotte berlari keluar menghampiri segerombolan reporter yang sedang meliput berita eksklusif saat ini. Dirinya putus asa memandangi banyak anggota Badan Intelijen Nasional sedang menyelidiki area TKP.
Memandangi tubuh sang pujaan hatinya tidak ditemukan dari tadi, membuat tubuhnya lemas terjatuh ke tanah berlutut menatap dengan pandangan kosong.
Sontak Violet yang merupakan teman terdekatnya berlari menghampirinya membantunya membangkitkan tubuh yang sudah tidak tersisa energi lagi.
“Charlotte…” lirih Violet.
“Apakah…dia…sungguh menghilang?” Charlotte melontarkan pertanyaannya gugup.
“Charlotte, sebaiknya kita pergi dari sini saja!” Violet merangkul tangannya sedikit paksa, namun tangannya ditepis kasar.
“AKU TANYA PADAMU SEKALI LAGI! APAKAH TUBUH GABRIEL SUNGGUH TIDAK DITEMUKAN?” teriak Charlotte, emosinya sangat tidak stabil.
“Mengenai itu….sejak mendapatkan informasi pelacakan jatuhnya pesawat kerajaan, seluruh anggota tim kepolisian kerajaan atau Badan Intelijen Nasional langsung kerahkan pasukannya terjun ke sini. Namun tubuh Pangeran Gabriel dan sekretaris Lucas tidak ditemukan di manapun.”
Tangisannya semakin pecah hingga dirinya hampir tidak sadarkan diri lagi. Pandangannya sedikit kabur efek dari syok yang dialaminya.
Pada saat yang bersamaan, Perdana Menteri Agnes juga baru tiba di sini hingga tangannya terus gemetar merinding ketakutan memandangi area TKP, terdapat beberapa tubuh penumpang pesawat jet yang terdiri dari beberapa pengawal kerajaan, pilot, dan co-pilot. Tubuh mereka semua tidak bernyawa lagi dan kaku. Dengan sigap ia menghampiri Charlotte yang sudah tidak berdaya didampingi Violet.
“Apakah Gabriel sungguh tidak ditemukan?” tanya Agnes mendesak.
Charlotte tidak menjawabnya sama sekali, hanya bisa menangis pasrah sehingga Agnes mulai geram mengepalkan tangan kanannya kuat.
“Jadinya dia sungguh menghilang begitu saja? Kenapa kau tidak melindunginya dengan baik?” gerutunya menggoyangkan tubuh Charlotte kesal.
“Jadinya, kau berpikir bahwa aku sebagai tunangannya gagal merawat sang Pangeran dengan baik? Padahal ini semuanya bukan salahku. Kau tidak berhak menegurku di saat seperti ini,” elak Charlotte menautkan kedua alisnya.
“Kenapa kau tidak mencegahnya pergi? Kau bisa berkata bahwa kalian harus mempersiapkan pernikahan kalian!”
“Kalau seandainya aku jadi dirimu, aku tidak mungkin melepaskannya dengan mudah. Pasti aku lebih memilih melindunginya sampai hari pernikahan daripada menelantarkannya!”
Tubuh Charlotte berdiri tegak, lambat laun mendekati tubuh Perdana Menteri Agnes dengan tatapan menyeringai.
“Sekarang aku ingin bertanya padamu, Perdana Menteri Agnes. Apakah kau sungguh masih memiliki perasaan pada Pangeran Gabriel?” tanya Charlotte menekankannya.
“Omong kosong apa yang kau bicarakan barusan! Mana mungkin aku merebut Pangeran Gabriel darimu!”
“Mungkin karena aku selalu berpikiran negatif terhadapmu sewaktu dulu, aku jadi bersikap seperti ini. Mari kita lihat saja!”
“Kalau aku sungguh masih memiliki perasaan, aku pasti tidak akan membiarkanmu menikah dengan Gabriel!”
“Sudah kuduga kau pasti akan berkata seperti itu padaku.”
Mendengar perdebatan yang semakin memanas, secara inisiatif Violet berdiri menengahi mereka, melerai perdebatannya sebelum keadaan semakin memburuk.
“Sudahlah sebaiknya kalian berdua tidak usah berdebat lagi! Lebih baik sekarang kita berfokus mendoakan keselamatan Pangeran Gabriel saja!”
“Mendoakan keselamatannya? Tubuhnya dan Lucas sudah jelas tidak ditemukan! Kalau saja ditemukan, kemungkinan besar tidak akan terselamatkan!” elak Agnes lantang.
“Beraninya kau berkata seperti itu!” ketus Violet mengepalkan kedua tangannya.
“Gabriel, kenapa kau tega padaku? Kenapa kau meninggalkanku begitu saja?” Charlotte menangis terisak, mengacak-acak rambutnya untuk melampiaskan emosinya.
“Charlotte, kuatkan dirimu!” bujuk Violet.
“Aku mana bisa kuat mendengar berita buruk yang menimpanya. Aku jadi menyesali perbuatan yang kulakukan padanya waktu itu. Seharusnya aku tidak membuat pertengkaran itu dan lebih baik menggunakan waktu kemesraan kita sebaik mungkin. Karena aku sangat mencintainya sepanjang hidupku.”
Sekarang Charlotte merasa sangat menyesal atas perbuatannya beberapa saat lalu. Seandainya ia bisa memutar kembali waktu, ia ingin mengubah segalanya dan tidak akan memperlakukan calon suaminya kasar hingga tidak saling bertemu selama beberapa hari. Karena insiden ini telah terjadi begitu saja, Charlotte tidak bisa berbuat apapun lagi, hanya bisa menangis.
Mimpi buruk dialaminya, memperingatkannya lebih awal seperti akan terjadi sesuatu buruk menimpa calon suaminya dalam waktu dekat.
Sebelum insiden berlangsung… Usai berpamitan dengan tunangannya, ia bersama Lucas memasuki pesawat jet sambil melambaikan tangannya terus padanya. Lalu, ia menduduki sebuah tempat duduk empuk berbahan busa tebal, duduk berhadapan dengan sekretaris pribadinya. Sebelum pesawat lepas landas, untuk terakhir kalinya, ia memandangi foto kebersamaan bersama tunangannya untuk melepas kerinduan, walaupun baru berpisah beberapa menit yang lalu. “Aku merindukanmu, Charlotte,” ungkap Gabriel dengan senyuman tulus sambil mengelus layar ponselnya terutama foto sang tunangan terpampang pada layar. “Padahal kau baru berpisah dengannya, tapi kau sudah merindukannya seperti sudah berbulan-bulan tidak pernah bertemu,” lontar Lucas sedikit menyindirnya. “Wah, sekarang kau sudah berani berkata lancang padaku karena kemarin aku menyuruhmu untuk bersikap biasa saja padaku!” seru Gabriel membulatkan matanya dengan sempurna. Secara inisiatif, Lucas langsung berlutut d
Berita menghilangnya Pangeran Gabriel dan sekretaris pribadinya bernama Lucas, menggemparkan seluruh negeri kerajaan Godnation. Bahkan situasi kerajaan saat ini sangat kacau, karena peristiwa tragis ini pertama kalinya terjadi dalam kerajaan ini bertahun-tahun. Tidak hanya keluarga kerajaan saja yang berkeluh kesah, namun seluruh rakyat yang selama ini memuja Pangeran Gabriel tampak berkeluh kesah, bahkan sampai memberikan doa khusus keselamatan pada Pangeran di TKP, tempat ditemukannya bangkai pesawat. Saat ini, masih belum ditemukan sebuah kamera dasbor pesawat yang bisa membuktikan kejadian sebenarnya saat terjadinya ledakan pesawat tersebut. Untuk sementara ini, seluruh petugas kepolisian dan anggota Badan Intelijen Nasional masih dalam tahap proses pencarian berbagai bukti dan beberapa jenazah yang tenggelam pada dasar laut. Masih belum ada berita mengenai ditemukan keberadaan tubuh Pangeran Gabriel dan Lucas walaupun sudah berjalan 24 jam sejak insiden tersebut
Memang di masa itu, merupakan salah satu momen kenangan terindah bagi hidup Charlotte. Selain menciptakan momen kenangan indah, juga mengubah karakternya menjadi seorang wanita yang berpegang teguh dan tidak mudah ditindas orang, walaupun statusnya merupakan putri dari keluarga bangsawan. Saat itu, Charlotte memang sangat mengidolakan seorang pangeran tampan, sekaligus bisa dikatakan teman sewaktu kuliah. Sebagai informasi saja, universitas biasa dan universitas untuk keluarga kerajaan sangat berbeda jauh. Universitas biasa tentu saja digunakan untuk kalangan orang biasa yang fasilitasnya tidak semewah dengan universitas kerajaan. Sebaliknya universitas kerajaan digunakan untuk anggota keluarga kerajaan maupun bangsawan. Maka tidak heran Charlotte dan Pangeran Gabriel pertama kali bertemu saat duduk di bangku kuliah. Karakter Charlotte dikenal sebagai wanita pemalu, bahkan sempat menjadi bahan gosip teman sekelasnya, walaupun sesama berdarah bangsawan. Namun berkat k
Mengingat momen indah waktu itu, kini tangisan Charlotte semakin pecah hingga buliran air mata membanjiri pipinya. Secara spontan Violet mengambilkan sapu tangan, lalu menyeka air mata pelan sambil menepuk pundak Charlotte berirama untuk menenangkannya. “Maaf, gara-gara aku, kau jadi menangis seperti ini,” sesal Violet menunduk bersalah. “Aku merindukan…kehangatan tubuhnya, sikapnya waktu itu walaupun dia baru saja menyatakan perasaannya padaku, aku sangat mencintainya.” “Maka dari itu, kau harus tetap kuat supaya bisa bertemu dengannya lagi.” “Iya, aku mengerti.” “Aduh, makanannya jadi dingin begini akibat aku memintamu untuk bercerita panjang lebar. Kalau begitu akan aku menyuruh pelayan membuatkan makanan yang hangat untukmu.” Ketika Violet ingin beranjak dari sofa, tangan kanan Charlotte menyentuh lengan Violet, mencegahnya pergi. “Jangan tinggalkan aku! Aku tidak mempermasalahkan makanannya menjadi dingin.” Charlotte meren
Peristiwa menghilangnya Pangeran Gabriel dan sekretaris Lucas, masih saja menggemparkan seluruh negeri setelah berlangsung selama beberapa hari. Awal mulanya didatangkan kabar menggembirakan mengenai pernikahan Pangeran Gabriel, kini digantikan menjadi kabar duka yang melibatkan kemungkinan kematiannya. Untuk saat ini, pihak kepolisian kerajaan dan Badan Intelijen Nasional masih menginvestigasikan kasus ini lebih lanjut. Terutama putri keluarga Viscount, kini berada di istana menemani sang Raja dan Ratu kerajaan yang sedang berkeluh kesah atas hilangnya putra mereka. “Yang Mulia Raja dan Ratu, maafkan hamba,” sesal Charlotte sambil berlutut di hadapan Raja dan Ratu menundukkan kepalanya hormat. “Kenapa Anda meminta maaf pada kami?” tanya Raja Arthur bingung. “Seharusnya hamba mencegahnya pergi mengunjungi Tuan Alexander. Seandainya saja Pangeran Gabriel tidak pergi, maka dia sampai sekarang masih tetap berada di istana.” “Angkat kepala Anda, N
Pikiran Charlotte saat ini terfokus pada insiden kecelakaan pesawat yang dialami Pangeran Gabriel. Tiba-tiba ia teringat dengan urusan penting yang ingin disampaikan Tuan Alexander tiba-tiba sebelum hari pernikahannya. Yang membuatnya bingung adalah kenapa Tuan Alexander memberitahukan sesuatu penting kebetulan tepat di hari sebelum pernikahannya. Lalu, pikirannya beralih pada rekaman pesawat yang sedikit aneh baginya. Biasanya selama ini, ketika ia melakukan perjalanan dengan Pangeran Gabriel, dalam kondisi cuaca buruk pesawatnya tetap berfungsi dengan baik. Namun entah kenapa kejadian pesawat ini terjadi saat sehari sebelum pernikahan dan saat Tuan Alexander ingin menyampaikan sesuatu penting pada Pangeran Gabriel. Tidak berani mengambil kesimpulan terlebih dahulu, yang pasti baginya ada sesuatu yang sangat mengusik pikirannya sekarang, sehingga membuat dirinya kesulitan tidur, bukan karena memikirkan masalah duka. Detik demi detik terus berjalan, kini waktu tengah
Ding…dong… Terdengar suara bel rumah yang nyaring. Dengan sigap Charlotte beranjak dari sofa, lalu membuka pintu rumahnya. Namun, orang yang menekan tombol belnya adalah petugas dari Badan Intelijen Nasional. Dirinya kebingungan dengan situasi saat ini, sehingga salivanya sulit ditelan dan memiliki firasat buruk mengenai hal ini. “Nona Charlotte,” panggil ketua tim yang terdengar agak kurang ramah. “Iya, ada apa berkunjung kediaman saya tiba-tiba?” sahut Charlotte memasang wajah polosnya. “Kami menerima laporan bahwa Anda terlibat dalam kasus kecelakaan pesawat Pangeran Gabriel, harap ikut dengan kami!” Kini Charlotte berdiri mematung seperti terkena sambaran petir. Mendengar tuduhannya barusan, membuat dirinya sedikit ketakutan apalagi mengingat ia baru saja mendiskusikan hal ini dengan Violet. Matanya terbelalak dan kepalanya terangkat percaya diri, lalu membantah tuduhannya sopan. “Barusan Anda mengatakan apa? Saya terlibat dalam ke
Mengingat masa itu, membuat Charlotte sangat menyesali atas perbuatannya. Terutama perkataannya yang setajam silet sangat menghantuinya hingga saat ini. Padahal calon suaminya sudah membuktikan rasa cinta yang begitu besar padanya, namun karena keegoisannya, hubungan asmara mereka menjadi hancur berkeping-keping. Kini bola matanya sangat merah dan hidungnya tersumbat akibat menangis terisak. Menatap kondisi emosi Charlotte yang tidak stabil sekarang, secara spontan ketua tim penyidik mengambilkan sebuah kotak tisu untuknya. “Bersihkan air mata Anda terlebih dahulu,” usul ketua tim pelan, menunjukkan sedikit rasa empatinya. Charlotte tidak menghiraukannya sama sekali, dengan sigap ia mengambil beberapa lembaran tisu, mulai menyeka bercak air mata pada setiap sisi wajahnya, hingga bedaknya agak luntur. Untung saja ketua tim penyidik merasa sedikit kasihan padanya, maka ia menunggu Charlotte dengan sabar supaya bisa melanjutkan interogasinya lagi. Beberapa saat