@ddablue_
Si-Woo membukakan pintu mobil bagian penumpang untuk Chan yang baru saja keluar dari rumahnya. Penampilannya benar-benar terlihat mewah dan berkelas. Ia melangkah penuh wibawa. Si-Woo sempat menunduk sopan sebelum Chan benar-benar memasuki mobil."Chaaann!"Teriakan itu membuat Chan mengurungkan niatnya untuk memasuki mobil. Chan mengenali suara itu. Seharusnya ia juga tidak perlu berbalik. Namun, semua terjadi begitu saja sehingga ia menghiraukan Rose yang memanggilnya.Perempuan itu tengah mengatur tempo pernapasannya setelah mensejajarkan kakinya dengan Chan, membuat pria itu mengerutkan keningnya."Kau meninggalkanku? Aku juga harus pergi ke Rumah Sakit untuk hari pertama pemindahan tugas!" tutur Rose memberikan penekanan.Cih! Chan berdecak kesal."Enak saja! Siapa juga yang akan mengantarmu, hah?!" Ia memekik menyebalkan. Menyunggingkan sebelah bibirnya.Masuk ke dalam mobil, namun ia masih melihat Rose yang tak beranjak dari tempatnya. Terlebih ada suram di wajah gadis menyebalk
Kedatangan Chan langsung disambut meriah oleh para jajaran staf Leyo Studio. Pria dengan tinggi semampai itu menebar senyuman khasnya pada seluruh karyawannya itu.Bukan hanya para staf saja, beberapa artis besutannya juga turut bersorak menyambut kedatangannya. Sungguh luar biasa. Chan sudah lebih dari dua bulan vakum dari tugasnya sebagai pemimpin perusahaan. Tak ayal, jika banyak yang merindukan omelan Chan ataupun makiannya."Chan!" teriak Steave seraya menarik kedalam pelukannya, membuat ia sempat tersentak.Steave menepuk punggung Chan kencang. Menyisakan detik-detik yang begitu membahagiakan. Sementara Chan hanya meringis menahan rasa sakit. Tapi percayalah, sepertinya Steave sangat merindukan koleganya itu.Di menit selanjutnya, Steave menguraikan pelukan itu sembari mengajak Chan beranjak ke lantai atas untuk menemui para wartawan yang telah menanti kehadirannya."Beri hormat kepada tuan kami!" seru salah satu staf disana begitu bersemangat."Selamat datang kembali, Pak! Kami
Suasana di gedung pusat LEYO Studio begitu padat. Para staf menyibukkan diri dengan tugasnya masing-masing dalam persiapan menuju ajang kompetisi bagi para musisi se-Korea Selatan.Steave tengah mengkoordinir bagian konseptor untuk merancang tatanan panggung audisi. Sesekali bagian konseptor mengangguk sebagai tanda kepahamannya atas instruksi yang di lontarkan produser musik tersebut.Chan menghampiri untuk melihat bagaimana hasil kerja stafnya. Ia menerawang kesegala arah seraya memasukkan kedua tangan ke dalam saku celananya. Bibirnya diangkat sebelah, membuat kesan angkuh sosok CEO satu ini sangat menyebalkan.Steave berbalik setelah para konseptor bubar barisan untuk melaksanakan tugasnya. Pria berparas manis itu sempat terkesiap melihat keberadaan Chan yang sudah berada di belakangnya."Aigoo! Sejak kapan kau disini?" kaget Steave sambil mengelus dadanya."Baru saja." jawab Chan santai seraya melanjutkan langkahnya untuk melihat-lihat lebih jelas.Steave menggeleng samar bersamaa
"Terima kasih, Min Jae." ucap Rose sebelum keluar dari mobil."Iya, sama-sama. Lain kali, jika kau butuh bantuan, kau bisa segera menghubungiku." Minjae merekahkan kedua sudut bibirnya. Memberikan senyum terbaik.Rose tersemtuh, "Kau sangat baik. Sifatmu mirip sekali dengan hyung-mu.""Ah~ Min-Joon hyung jauh lebih baik dariku."Rose membuka pintunya. Mengalungkan tas di sebelah bahu. Keduanya sempat melambaikan tangan sebelum menutupnya. Saat ini, ada lega di hati perempuan berparas ayu tersebut. Akhirnya ia bisa melaksakan niatnya.Rose sampai rumah pukul setengah sembilan malam. Cukup larut, bukan? Ia menyusuri ruang tamu. Pun lampu-lampu yang gelap seketika menjadi terang benderang seiring dengan langkah kakinya. Jika rumah ini gelap, memangnya tidak ada orang disini? Apa Chan belum pulang?Rose berusaha menepis kekhawatiran pada suami jadi-jadiannya itu. Ia segera membuka gagang pintu kamar.Klek!Sejenak ekor mata Rose memperhatikan kamar Chan yang sangat gelap. Apa Chan sudah t
Min-Jae mengantarkan Rose ke sebuah tempat yang sepi. Bangunan yang besar dan berlorong-lorong. Pemuda itu mengarahkannya masuk kedalam ruangan paling ujung. Ruangan tersebut di penuhi oleh etalase penyimpan abu dari hasil kremasi. Langkah keduanya berakhir di depan dinding yang terdapat sebuah foto.RIP Yook Min-JoonPerlahan, Rose menyentuh foto tersebut. Hanya perlu sekali berkedip untuk meluncurkan air matanya."O-oppa. A-aku datang!" Bibirnya bergetar, karenanya terlalu kuat menahan tangis.Melihat keadaan yang begitu menyiksa Rose, tanpa ragu, Min-Jae menariknya ke dalam pelukan. Seketika tangis Rose pecah. Minjae mengusap punggung wanita itu dengan sangat lembut.Rose semakin menenggelamkan wajahnya di antara bahu Min-Jae. Pemuda itu bisa merasakan betapa rapuhnya sosok Rose. Keduanya larut dalam detik-detik yang sunyi. Tak ada suara lain, selain tangisan Rose.Tanpa mereka sadari, ada sosok yang berhasil mengabadikan momen hangat antara Rose dan Min-Jae. Pria itu mengirimkan fo
"Oh, Tuan Chan ada di studio, Nona. Baru saja dia keluar, tapi sepertinya ia sudah kembali." terang salah seorang staf."Aku dokter pribadinya, Dokter Rose. Aku hanya ingin memberikannya ini, tapi aku tidak bisa masuk karena aku tidak punya akses." Rose menunjukkan sekantung obat di tangannya."Oh begitu. Anda bisa menanti Tuan Chan di ruang tunggu, sepertinya ini sudah di tidak lama lagi.""Terima kasih." Rose menunduk sopan sebelum berbalik. Ia segera menempatkan diri diatas sofa untuk menunggu Chan.Sejatinya, Rose tidak perlu lagi menunggu jika sudah di penghujung acara, tapi entah mengapa ia sangat mengkhawatirkan kondisi pria itu. Setidaknya dengan menunggu seperti ini, ia bisa tau apa saja yang dilakukan Chan. Setidaknya mengawasi.Siapa yang tau jika nanti Chan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya.***"Nama saya Han Na-Na. Usia saya 23 tahun. Saya berasal dari Daegu."Pada akhirnya Na-Na memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya yang sejak tadi tertunduk. Teriakan Som
Rose sudah langsung bisa mendiagnosa gangguan yang dialami suaminya. Kejadian ini sudah bisa dinyatakan, lantaran Chan sedang memikirkan hal berat. Semua menekannya.Ditambah ia belum meminum obatnya sedari kemarin. Sambil menunggunya sadarkan diri, Rose mengoleskan gel untuk meredakan memar di bagian kepala Chan yang terbentur lantai.Klek!Suara pintu yang terbuka membuat Rose berbalik seraya menghentikan aktifitas mengoleskan gel tersebut.Steave.Pria itu menyempatkan waktu untuk melihat keadaan koleganya, "Bagaimana keadaan Chan, Dokter Rose?""Ah.. Tuan Chan sudah jauh lebih baik. Detak jantungnya juga sudah normal. Sebenarnya ini tidak akan terjadi jika tidak ada beban yang mengganggunya," terang Rose sesekali menatap wajah pucat Chan, "Tuan Chan benar-benar tidak bisa dan tidak boleh frustrasi."Steave menarik satu napas panjang, "Ada yang tidak baik, Dokter Rose," Rose menyipitkan matanya dengan kening yang berkerut, "kau tau peserta terakhir tadi?" Lanjutnya memastikan."Ah~
Jam dinding seakan berdetak terlalu cepat bagi Rose. Rasanya ia ingin mengulang waktu. Tapi itu mustahil. Ia harus mengurus Chan sekaligus mempersiapkan ujian proposalnya.Tubuhnya terbaring diatas ranjang, tepat menghadap jendela kamar yang menembus cahaya pagi. Sesekali mata Rose menyipit, ingin rasanya bangun, namun semuanya terasa berat.Mata dan seluruh tubuhnya mendadak kaku. Mungkin itu karena Rose terlalu lelah. Kemudian ia justru berbalik ke kiri.Tapi, tunggu. Kenapa pergerakannya sangat terbatas? Dan kenapa ini sangat hangat? Detik itu juga, matanya berhasil terbuka sempurna bahkan mata bulatnya kian membulat saat mendapati dada bidang di hadapannya. Lalu sedikit mendongak ke atas.Chan?Jantung Rose berdegup kencang. Membuat keributan tersendiri. Pasalnya posisi mereka hampir tidak berjarak. Pun Chan mengunci pergerakan Rose dengan sebuah pelukan.Ada keanehan disini. Rose tergugu. Kenapa ia bisa tidur satu ranjang dengan Chan? Lantas ia kembali menerawang ke segala sudut r