Lunar melihat penampilannya sendiri di depan cermin. Gaun yang dia kenakan tampak begitu indah dengan hiasan manik berwarna putih, potongan gaun pendek pada bagian depan, tetapi dibuat panjang pada bagian belakang, bagaikan burung merak yang menguncupkan ekornya. Gaun itu tidak sampai menyapu lantai sehingga dia masih bisa berjalan tanpa harus mengkhawatirkan gaun pernikahan yang kotor. Hari ini adalah tanggal pernikahannya dengan Nico, pria yang dikenalkan sang kakak padanya. Oleh sebab itu, penampilannya harus dibuat sangat menawan. Dia adalah pemeran utama dari acara pernikahan dan semua mata akan tertuju ke arahnya, begitu pula dengan Nico. Mereka harus sama-sama terlihat menawan di depan semua orang yang akan menjadi saksi pernikahan. "Akhirnya anak-anakku sudah menikah semua." Suara seorang wanita yang dikenali membuat tatapan Lunar beralih pada titik pantulan cermin yang lain. Dari sana tampak ibu, ayah, dan juga kakaknya yaitu Sora sedang berjalan sambil tersenyum lebar, jau
Dia meraba-raba bagian bagasi mobil perlahan, berharap ada hal yang bisa dia lakukan agar bisa keluar dari sana. Dia tidak bisa berlama-lama meringkuk dan juga bertahan di ruangan yang pengap. Sekarang saja terasa sesak untuk dia bernapas di ruangan sempit dan gelap, terlebih tubuh yang tidak bisa digerakkan dengan bebas mulai keram karenanya. Bersusah payah dia mencari-cari apa pun yang bisa menolongnya. Bahkan, koper berukuran kecil yang ada di sampingnya juga dibuka. Tidak bisa dilihat jelas apa yang ada di dalam koper, tetapi dia bisa membayangkan apa yang dipegangnya saat ini. Pemilik koper itu sungguh licik karena menyimpan pakaian dalam wanita. Dia berusaha memikirkan sesuatu yang positif mengenai hal itu. Mungkin pria pemilik koper memiliki seorang kekasih, apalagi mobil yang terparkir berada di hotel, maka bukan hal mengejutkan lagi. Tampaknya dia sudah salah bersembunyi di dalam bagasi mobil, meskipun begitu tidak menyesal karena berhasil kabur dari acara pernikahan. Selai
Di luar ruangan kini Lunar berdiri, menunggu dua orang pria yang masih berbicara di dalam ruangan. Dia memperhatikan sekeliling yang setiap sudutnya memiliki nilai estetika tersendiri, tidak lagi terkejut kalau pria yang akan menikah dengannya adalah orang kaya karena dia saat ini sedang berurusan dengan pebisnis besar di kota tempat dia tinggal. Apalagi sejak tadi pemandangan yang disuguhkan membuatnya tercengang berulang kali. Dia pernah mendatangi rumah Nico yang juga mewah, tetapi apa yang dilihat sekarang jauh lebih mewah. Dari kaca luar ruangan itu, dia memperhatikan bagaimana Arkan seperti memprotesi keputusan yang dibuat. Memang mereka tidak mengenal sama sekali dan menikah dalam keadaan yang seperti itu adalah sesuatu yang tidak bisa diterima, kecuali dia yang membutuhkan tempat tinggal. Mau tidak mau dia harus membuang harga diri dengan memohon untuk tidak diusir. Lama memandang baru dia sadar setelah perhatian teralih. Penampilannya! Dia merapikan penampilannya yang tampak
"Tentu tidak!" Tanpa sadar Arkan meninggikan suara dan seketika dia menurunkan kembali nada suaranya, "Aku tidak mengenali wanita itu sama sekali. Dia tiba-tiba saja datang ke hidupku dan membuat kekacauan." Raya mengangkat sebelah tangannya untuk menghentikan penjelasan yang semakin berbelit-belit. "Baiklah. Kau sekarang sedang membahas wanita yang bernama Lunar." Melihat anggukan dari Arkan membuatnya bisa mencerna penjelasan satu persatu. "Lunar tiba-tiba datang dalam kehidupanmu, membuat kekacauan di dalam hubungan kita, dan kau memutuskan untuk menikah dengannya. " Satu anggukan lagi dia terima dan setelah itu kebingungan menghampiri. "Kau berselingkuh di belakangku?" Ucapnya mengambil kesimpulan atas tindakan Arkan. Arkan langsung merangkul Raya yang sudah menjatuhkan air mata. "Aku tidak berselingkuh di belakangmu." Mengusap rambut wanita itu untuk menenangkan tangisan. "Hanya satu tahun saja pernikahan ini akan berlangsung. Setelah itu aku dan Lunar akan segera berpisah." Ra
Lunar mengikuti ke mana arah kaki pria yang membawanya menuju tempat tinggal baru. Dia berada di antara dua pria yang tinggi semampai. Di lorong sepi itu mereka bertiga berjalan dengan Arkan sebagai pemandunya. Di belakang ada Sekretaris Ham menggeret koper bernuansa gelap yang tidak diketahui apa isinya. Karpet merah yang dijajakinya sejak tadi menjadi penyambut kedatangannya. Entah mengapa dia merasa sedikit sedih karena harus berada di apartemen seorang diri. Biar bagaimanapun, dia yang tinggal bersama keluarganya selalu memiliki teman untuk diajak bicara. Pembahasan yang terjadi pasti selalu mengenai kapan dia akan mendapatkan pekerjaan atau membahas mengenai pernikahan. Seharusnya dia tidak merindukan pembahasan yang enggan untuk dihadapi itu. Mungkin pula dia hanya merindukan kedua orangtuanya. âUntuk ke depannya, kau akan tinggal di sini.â Lunar memandangi koper yang dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan yang sudah dibuka pintunya. Dia tidak langsung menggubris ucapan Arkan da
Apa kecurigaannya benar bahwa Sekretaris Ham menyukai Lunar? Mungkinkah Sekretaris Ham memiliki obsesi yang tidak sehat, karena memberikan gaun tidur yang begitu terbuka secara diam-diam? Arkan tidak pernah mengetahui bagaimana kehidupan percintaan sang sekretaris, termasuk karakter wanita yang disukai. Dia juga tidak menanyakan apa-apa soal itu. Melalui kejadian Lunar, dia berpendapat bahwa sekretarisnya memiliki selera yang ekstrem mengenai hubungan asmara. âKau membelikan gaun tidur untuk Lunar?â Sekretaris Ham menegakkan kepala, mengerutkan dahi. Gaun tidur? Apa yang dibicarakan atasannya saat ini? pikirnya. Kerutan dalam itu memudar setelah sadar akan apa yang dibicarakan. Dia memang memasukkan gaun tidur ke dalam koper saat mereka pergi membeli pakaian untuk Lunar. âYa, Tuan." Arkan mengernyitkan alis dalam-dalam. âKenapa? Aku tidak pernah memintamu untuk membelikannya. Apa kau menyukai Lunar dan ingin melihatnya mengenakan gaun tidur itu?â Sekretaris Ham menggelengkan kepa
Lunar menoleh ke asal suara dan dia langsung membalikkan badan memunggungi kamar mandi. Tadi, dia sedikit terpekik melihat Arkan yang setengah telanjang. Dia tidak mengira kalau Arkan benar-benar berada di dalam kamar mandi, karena tidak ada suara air yang terdengar sama sekali. âAku bertanya, apa yang sedang kau lakukan?â Suara yang terdengar dekat membuat Lunar kewalahan. Dari ekor matanya, dia melihat kalau Arkan kini berdiri di sampingnya. âKita berbicara nanti saja setelah kau berpakaian.â Lunar yang hendak melangkah digenggam tangannya dan membuat mereka saling berpandangan. âA-ada yang perlu aku bicarakan padamu, tapi nanti saja. Aku akan menunggumu di luar.â âKita bicarakan sekarang.â Pegangan di tangan Lunar dilepaskan, Arkan duduk di kaki ranjang menanti apa yang ingin dibicarakan padanya. Lunar menghela napas dengan berat. âTidak bisakah kau berpakaian lebih dulu? Kita akan berbicara nanti setelah kau tidak memamerkan otot yang kau punya.â âAku lebih suka memamerkannya
Sora tercengang memandangi ponsel keluaran terbaru yang disodorkan. Ponsel itu bahkan belum diperjualbelikan di tempat mereka tinggal. Namun, Lunar sudah mendapatkannya lebih dulu. Beruntung sekali adiknya itu menikah dengan pria tampan, kaya, dan lebih utama yaitu masih muda. Berbanding terbalik dengannya yang harus setiap hari menghabiskan waktu bersama pria berumur. Sejumlah nomor diketik pada ponsel. Dia sengaja tidak memberikan nomor kedua orangtua mereka. Pokoknya, apa pun yang ingin disampaikan harus melalui dia terlebih dahulu. âAku hanya menyimpan nomorku. Apa pun yang akan kau katakan pada orangtua kita, kau harus memberitahukannya padaku terlebih dahulu, karena aku tidak ingin ada yang pingsan lagi karenamu.â Lunar semakin sedih mendengar kekecewaan yang mendalam. Di dalam hati, dia meminta maaf pada orangtuanya. Tidak ada yang bisa dilakukan sampai pernikahan yang dijalaninya saat ini usai. Selama itu; dia harus bersikap di depan semua orang kalau dia adalah istrinya Ark