Baru beberapa saat Laila dan Bi Jum melangkah tiba-tiba terdengar suara benda jatuh, dan seketika mengalihkan perhatian Arga, dan yang lainnya. Mata Arga langsung membulat tak percaya dengan apa yang dilihatnya, ia tersentak.
"Mbak Laila?" Pekik Arga panik. Lalu, melangkah lebar-lebar ke arah Laila yang saat ini tengah tak sadarkan diri.Bi Jum yang melihat Laila pingsan juga tak kalah panik. "Ya Allah Gusti, Non Laila?" Cepat-cepat Bi Jum mengambil alih bayi mungil yang saat ini tengah menangis, mungkin ia juga terkejut gara-gara ibunya pingsan, beruntung tubuh kecilnya tidak kenapa-kenapa."Mbak, bangun Mbak! Mbak kenapa?" ucap Arga berusaha membangunkan Laila."Alah paling pura-pura pingsan itu," ucap Bu Ratmi yang ternyata sudah berdiri di belakang mereka.Arga menggeleng tak percaya mendengar kalimat yang keluar dari mulut perempuan yang disebut budenya tersebut, alih-alih membantu malah berkata demikian. Tak mau menanggapi, Arga kembali berusaha membangunkan Laila. Tetapi, nihil."Tolong panggilin ambulan!"Tak ada yang menyahut, bahkan Adam hanya bergeming melihat ke arah Laila. Entah apa yang ada dalam pikirannya."Kamu gak usah berlebihan gitulah Ga, kalau pun beneran pingsan kasih minyak kayu putih di hidungnya nanti juga bangun," ucap Bu Ratmi dengan santai, padahal ia tahu kalau menantunya tersebut baru saja melahirkan, pastinya butuh pemulihan, tetapi dengan tega mereka memperlakukan Laila dengan tidak adil.Sementara Bi Jum hanya bisa menangis, dan terus berusaha membangunkan Laila."Memangnya Mbak Laila sakit Bi?" tanya Arga penasaran yang memang belum tahu apa-apa.Bi Jum terisak, air matanya terus mengalir. "Non La--ila ba--ru pulang dari rumah sakit habis melahirkan, Den." Dengan suara gugup Bi Jum menjawab.Terntu saja pengakuan Bi Jum membuat lelaki dengan tinggi 170 cm itu langsung tersentak, matanya membulat menatap Laila. Ia tak percaya jika perempuan yang saat ini tengah tak sadarkan diri baru saja melahirkan. Lalu, kenapa ia malah ingin pergi dari sini?Batin Arga bergejolak, kepalanya dipenuhi pertanyaan apa yang sebenarnya yang terjadi hingga membuat perempuan ini mau pergi meninggalkan Adam, atau apa yang sebenarnya dilakukan Adam dan keluarganya?"Duh, bikin gerah aja siang-siang mesti ngelihat drama kayak gini, udahlah paling juga cuma pura-pura, biar diperhatikan sama Adam," ucap Farah sembari mengibas-ngibaskan tangannya, cuaca saat ini memang lumayan terik."Astagfirullah, kalian bisa gak sih bersimpati sedikit saja?" kesal Arga melihat Bude, dan Farah yang tidak ada sedikitpun rasa peduli, dan malah menuduh Laila hanya berpura-pura."Udah Bibi tenang aja, aku akan bawa Mbak Laila ke rumah sakit!" ucap Arga berusaha menenangkan Bi Jum yang dari tadi terisak.Bi Jum mengangguk, ada perasaan lega mendengar kalimat yang keluar dari mulut Arga. Setelahnya Arga mengeluarkan ponselnya, dan menelpon ambulans. Tidak lama kemudian mobil ambulansnya pun datang, dengan sigap Arga segera mengangkat tubuh Laila ke atas brankar."Bibi ikut ke mobilku aja!" ucap Arga setelah tubuh Laila masuk ke mobil ambulans, Bi Jum hanya mengangguk."Ga, kenapa kamu gak istirahat aja? Bukannya kamu baru pulang?" tanya Pak Hamzah melihat Arga ingin ikut menyusul. Ia merasa apa yang dilakukan keponakannya itu sedikit berlebihan."Istirahatnya nanti saja, Wak," jawab Arga sekenanya. Sekarang ia tahu baik bahwa jika bukan dirinya tidak akan ada yang akan menolong Laila, sebagai manusia setidaknya Arga melakukan itu karena rasa kemanusiaan."Ayo, Bi!" ajak Arga. Mereka pun langsung masuk ke mobil Arga.Adam yang sejak tadi memperhatikan, kakinya tergerak untuk melangkah ada keinginan mengantar perempuan yang beberapa jam lalu sudah ditalaknya tersebut ke rumah sakit. Tetapi, kemudian tangannya di cekal."Mas mau ngapain?""Eng ...." Adam gugup. Melihat gelagat Adam mata Farah langsung menyipit. "Jangan bilang kalau Mas ingin ikut mengantar Mbak Laila? Ingat Mas diantara kalian sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi!" tegas Farah."Apa yang dibilang Farah benar, Dam. Sekarang lebih baik kalian fokus dengan rencana pernikahan kalian," timpal Bu Ratmi yang setuju dengan pendapat Farah.Adam tak menjawab, sejujurnya jauh dilubuk hatinya entah mengapa ada perasaan khawatir dengan Laila, apalagi melihat Arga begitu perhatian. Adam tak tahu rasa apa ini, cemburukah? Adam menggeleng bagaimana mungkin ia cemburu pada sepupunya sendiri."Mas kamu kenapa? Kok ditanya malah diam aja?" Farah memberengut, karena merasa diabaikan.Sementara ambulan yang membawa Laila ke rumah sakit baru saja tiba, dengan cepat petugas rumah sakit yang berjaga dibagian depan langsung menyambut dan menurunkan Laila, dan membawanya ke IGD untuk melakukan pemeriksaan."Mohon maaf, Bapak dan Ibu harap tunggu diluar ya!" Perempuan dengan seragam putih yang bertugas di rumah sakit tersebut langsung menghalangi Arga dan Bi Jum untuk ikut masuk.Bi Jum dan Arga hanya mengangguk, dan menunggu di depan."Sebenarnya apa yang terjadi, Bi?" tanya Arga saat mereka sama-sama duduk di kursi tunggu.Mendengar pertanyaan Arga membuat hati Bi Jum kembali sedih, karena mengingat kejadian yang baru saja menimpa Laila. Belum sempat menjawab, tiba-tiba bayi mungil yang sejak tadi berada dalam gendongan Bi Jum menangis."Ya Allah sabar ya Neng, kamu anak yang kuat. Kamu dan ibumu pasti bisa melewati ini," ucap Bi Jum sambil menenangkan bayi dalam gendongannya. Tetapi, tangisnya semakin menjadi.Perlahan Bi Jum mendekatkan jarinya ke arah mulut sang bayi. "Sepertinya dia lapar, bagaimana ini Den?" tanya Bi Jum, ia panik. Arga pun panik, ia sama sekali tak ada pengalaman dalam mengurus anak apalagi bayi. "Kasih susu Bi, mungkin dia mau ny*su," jawab Arga."Den Arga bisa tolong buatkan?" tanya Bi Jum."Eh, aku Bik?" tanya Arga menunjuk ke dirinya, yang langsung dibalas Bi Jum dengan anggukan."Kenapa tidak dibelikan susu kemasan aja, Bi? Aku akan segera membelinya, bibi tinggu di sini! " jawab Arga dengan polosnya. Dalam keadaan panik begini, otaknya bekerja dengan cepat, dan menginginkan yang cepat saji."Eh, mana boleh Den," jawab Bi Jum."Kenapa memangnya, Bi?""Bayinya masih kecil, Den. Belum saatnya minum susu kemasan, Den Arga ada-ada saja," tingkah Arga membuat hati Bi Jum sedikit mencair, ia tak menyangka kalau Arga akan bertindak demikian."Coba kamu buka tas Non Laila, barangkali disitu ada susu buat anaknya!" Arga menurut, dan benar saja disana ada susu bayi lengkap beserta dotnya, dan ia pun langsung meraciknya sesuai dengan petunjuk yang ada dikemasan. Sekarang tinggal menambahkan airnya."Bibi tunggu disini ya! Aku akan pergi ke kantin untuk membeli air panasnya!" Bi Jum mengangguk, ia merasa lega melihat Arga yang begitu perhatian.Arga pun segera berlalu, dan menuju ke kantin."Pak tolong air panasnya!" ucap Arga begitu sampai di kantin rumah sakit."Buat anaknya, Mas?" tanya penjualnya dengan ramah.Arga hanya tersenyum menanggapi, tanpa disangka ada seseorang yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka, dan bersiap membayar makananannya.Saat Arga akan berbalik mata mereka bertemu, dan menimbulkan keterkejutan di antara keduanya."A--rga?"Bersambung ...Saat Arga akan berbalik, mata mereka bertemu, dan menimbulkan keterkejutan di antara keduanya."A--rga?" "K--amu?" balas Arga yang juga tak kalah kaget melihat Yuna ada disini. 'Kenapa? Kenapa mereka harus bertemu lagi?' Batin ArgaLalu, pandangan Yuna beralih ke botol susu bayi yang dipegang Arga dengan tatapan penasaran. Ada banyak tanya yang berkelindan di kepalanya melihat lelaki yang pernah mengisi hari-harinya ada di sini, sembari memegang botol susu. Sudah menikahkah dia? Batin Yuna bertanya. Hubungan mereka yang nyaris ke jenjang yang lebih serius harus kandas, terhalang restu orang tua. Mengingat itu membuat hati keduanya terasa sesak.Ya, Yuna di jodohkan dengan lelaki lain, anak sahabat ayahnya, itulah yang membuat hubungan mereka yang sudah serius harus kandas. Arga yang sudah matang dengan pilihannya, akhirnya memilih mundur, bukan tanpa alasan. Tetapi, siapa sangka kalau ternyata Yuna juga tidak jadi menikah karena laki-laki yang dijodohkan dengannya yang ternyata buka
"Adam? Mau kemana kamu?" Perasaan Adam seketika ciut, dan setelahnya, perlahan ia berbalik menghadap perempuan yang baru saja bertanya padanya.Dadanya berdebar, niat mau diam-diam malah seperti maling yang ketangkap basah. Gugup itulah kiranya gambaran yang tepat untuk menggambarkan perasaannya saat ini."Eh, M--ama.""Kamu mau kemana? Bukannya tadi kamu bilang mau istirahat karena capek?" tanya Bu Ratmi, matanya memindai Adam dengan tatapan penasaran."Eum ... I--tu, Ma, A--dam mau keluar sebentar, ada sesuatu yang harus dibeli," ucap Adam, kerongkongannya sedikit tercekat usai mengucapkan kalimat dusta tersebut. Ia terpaksa berbohong, sebab jika Bu Ratmi tahu kemana sebenarnya tujuannya tentu tidak akan diizinkan."Kamu gak lagi bohongin Mama, 'kan? Bukan untuk nemuin perempuan itu?" tebak Bu Ratmi yang seketika membuat wajah Adam menegang."B--ohong? Ya enggaklah, Ma. Lagian untuk apa?" Adam sengaja balik bertanya agar sang Mama percaya, sementara jantungnya memompa terasa begitu
Perlahan Adam memutar knop pintu, begitu pintu terbuka sempurna ia terperanjat melihat seseorang yang tengah berdiri di depannya."A--rga?" Adam terkejut setengah mati melihat sepupunya itu tau-tau berdiri di depan pintu.Sama halnya dengan Adam, Argapun tak kalah terkejut melihat Adam keluar dari ruangan Liala. Bagaimana tidak, lelaki yang sejak Laila pingsan memilih tak peduli itu tiba-tiba ada disini."Adam? Ngapain kamu disini?" tanya Arga heran, sepasang alisnya bertaut."Eum ... A--ku nemuin Laila." Gugup Adam menjawab, sebenarnya ia ingin berkilah, tetapi sudah terlanjur ketahuan percuma juga berbohong.Arga yang belum tahu pokok permasalahannya hanya mengangguk, meski dalam hati menyimpan rasa penasaran."Kamu sendiri ngapain masih disini?" tanya Adam, ia nampak tak suka melihat sepupunya itu memperdulikan Laila, bagian hatinya merasa tak rela, entah apa namanya, cemburukah?"Ada sesuatu yang tertinggal," jawab Arga sekenanya. Ia lupa meninggalkan nomor ponselnya untuk Laila,
"Lho Adam?" Adam yang tak menyangka langsung dibuat spot jantung, begitu melihat Kakak perempuannya itu tiba-tiba ada disini."M--bak Arnie?" Mata Adam membola. "Kok, bisa ada disini?" Cepat Adam bertanya meski tak bisa dibohongi kalau saat ini dirinya tengah gugup setengah mati."Iya Mbak habis jengukin teman Mbak. Kamu sendiri ngapain disini?" Arnie bertanya balik."Eum ... A--ku?" Adam gemetar, ia bingung harus menjawab apa, pasalnya ia tahu kakaknya ini, setipe dengan mamanya mereka. Berbeda dengan kakaknya Marwah yang saat ini tinggal di luar kota, dan belum mengetahui apa yang terjadi dengan rumah tangga Adam."Jangan bilang kamu datang jengukin perempuan itu?" Mata Arnie menelisik, mencari jawaban dari sang adik.Adam tertunduk, ia kebingungan untuk mencari alasan.Menyadari itu Arnie menghela napas. "Astaga, bagaimana kalau Mama tahu kamu ada disini?" "Tolong, Mbak jangan kasih tahu Mama!" Adam memelas, berharap Kakaknya mau membantunya, dengan tidak mengatakan pada Mama mere
"Cobain deh Mas, salad buahnya! Enak banget," ucap Farah. Tangannya berusaha hendak menyuapi Adam, yang saat ini duduk di depannya."Eum ... Maaf aku lagi gak pengen, kamu aja yang makan!" tolak Adam. Ia sedang tak berselera makan, raganya saja yang saat ini tengah duduk disini tetapi pikirannya melayang, bahkan makannaya hanya diaduk-aduk saja. Padahal dulunya ini tempat favoritnya bersama Farah.Melihat Adam seperti tak berselera dan dari tadi banyak diam, membuat gadis cantik dengan bulu mata lentik itu penasaran. "Kamu kenapa sih, Mas kayak gak semangat gitu?" tanya Farah. "Mas ada masalah?" Farah menelisik wajah Adam dengan tatapan penuh, sembari melipatkan tangan di meja.Adam menggelang, perasaan yang sedang benar-benar tak enak. "Aku gak apa-apa," jawab Adam sekananya, ia benar-benar tak bersemangat setelah datang ke rumah sakit pagi tadi, dan mendapati kalau ternyata Laila sudah pulang. Entah pulang kemana?"Beneran, Mas gak apa?" Farah memastikan, karena tak biasanya Adam
"Ini buat Baby Aleia, semoga suka!" ucap Arga sembari mengakat dan mendekatkan stoller bayi berwarna putih-pink kedekat Laila.Laila masih bergeming, pipinya basah. Tak ada kata-kata yang mampu ia ucapkan untuk semua yang telah Arga berikan untuknya."Harusnya kamu tidak perlu melakukan ini, Ga! Aku sungguh tidak enak. Kamu sudah mau menampung kami disini saja aku sudah berterima kasih!"Meski Laila tahu membutuhkan itu, disisi lain ia juga merasa tak nyaman menerima pemberian Arga seperti ini, apalagi mengingat statusnya saat ini."Santai aja, Mbak. Aku menghadiahi ini untuk baby Aleia. Aku harap Mbak mau menerimanya!" Arga tersenyum.Laila, terdiam ia tak tahu harus berkata apa, percuma ia menolak Arga akan tetap memaksanya. Jika, nanti keadaanya sudah pulih mungkin ia akan memilih tinggal mengontrak, sementara Bi Jum biarkan saja bekerja di sini."Oh iya, tadi aku juga beli ini!" Arga menunjukkan kotak susu dengan gambar ibu meny*sui. "Aku gak tahu kamu suka rasa apa makanya aku be
"Apa kamu sudah tidak waras?" tanya Bu Ratmi berang begitu mendengar penjelasan Adam. Bu Ratmi yang tadinya duduk langsung bangkit sambil berkecak pinggang."Bagiamana lagi, Ma? Dari yang aku baca haram menjatuhkan talak pada perempuan sedang ni*as," jelas Adam. Ia sengaja tidak mengatakan kebenaran dari mana ia tahu soal itu, jika tidak, urusannya akan semakin runyam."Jadi kamu ingin membawa perempuan si*lan itu lagi kesini?" tanya Bu Ratmi kesal.Adam sengaja mengatakan ini pada Mamanya, berhaharap Mama, atau pun orang suruhan keluarganya tidak mengusik Laila, walaupun ia juga tidak tahu keputusannya ini sudah tepat atau belum."Kenapa diam? Atau kamu sengaja mengarang cerita buat bohongi Mama?"Adam bergeming, ia tahu keputusannya untuk mengajak Laila kembali tidak akan dengan mudah diterima sang Mama apapun alasannya, hatinya seolah mati untuk menerima kebenaran."Adam tidak bohong, Ma. Kalau Mama tidak percaya Mama bisa tanyakan pada yang lebih ahli dibidangnya!" saran Adam, ia
"Mana Laila?""Adam?" ucap Arga terkejut melihat Adam yang tiba-tiba ada disini."Mana Laila? Aku mau bertemu dengannya!"Belum sempat Arga menjawab Adam langsung menerobos masuk."La! Laila!" seru Adam."Mau apa kamu ketemu Laila? Apa kamu mau menyakitinya lagi?" tanya Arga sembari mengejar sepupunya itu yang masuk begitu saja.Mendengar pertanyaan Arga, Adam pura-pura tak mendengar dan terus memanggil Laila."Apa seperti ini cara kamu bertamu ke rumah orang?" seru Arga yang terlihat kesal dengan Adam yang seperti tak beretika tersebut."Aku hanya ingin bertemu dengan istriku!"Arga menghela napas mendengar sebaris kalimat yang keluar dari mulut Adam, ada rasa tak percaya."Kamu masih menyebutnya istri?" tanya Arga memancing, ia sengaja ingin mendengar langsung apa yang menjadi alasan Adam hingga berkata demikian."Aku tak perlu menjawab pertanyaanmu, sekarang mana Laila?" Sebelah sudut bibir Arga tertarik ke atas, membentuk lengkung senyum, senyum merasa lucu dengan sikap Adam.Sem