Bab 10Zakia tertegun berdiri di depan pos penjagaan. Tepat di belakang pos penjagaan, ada sebuah pagar dengan pintu gerbang yang tertutup rapat.Dua orang lelaki menatap tajam kepadanya, memandanginya dengan penuh selidik, dari kepala sampai ujung kaki. Tiba-tiba Zakia menyadari penampilannya yang acak-acakan. Dia hanya mengenakan gamis lusuh dengan kerudung yang juga sudah pudar warnanya, sembari menggendong bayi dan membawa tas besar yang sudah ia diletakkan di tanah. Ah, penampilannya sudah seperti pengemis saja. Hati Zakia kembali berdenyut nyeri. Betapa kasihan dirinya."Maaf Mbak, ada keperluan apa Mbak kemari? Apakah sudah membuat janji dengan Tuan Arkan?" Salah seorang dari lelaki itu menyapanya dengan sopan.Zakia lantas menggeleng. "Tidak. Kedatangan saya ke sini untuk melamar pekerjaan. Barangkali di sini butuh seorang pembantu rumah tangga. Saya bisa memasak, mencuci dan membersihkan rumah atau halaman. Saya pun juga memiliki kemampuan untuk merawat tanam-tanaman." papa
Bab 11Dia seorang lelaki, tak seharusnya menangis, tapi dalam keadaan seperti ini dia tak bisa membendung air matanya. Arkan mendaratkan tubuhnya di jok mobil, menatap pemandangan gelap di sekelilingnya. Seperti itu pula gelap di hatinya sejak Maryam, istrinya menutup mata untuk selamanya, sesaat setelah melahirkan putra mereka, Ammar.Maryam adalah cinta pertamanya. Wanita cantik yang begitu setia menemaninya, meniti hidup dari bawah. Sebelumnya dia tidak seperti ini. Arkan hanyalah seorang pengusaha kecil rental mobil. Sebelumnya Jaguar Mobil hanya sebuah bangunan yang tidak besar dan memiliki beberapa buah mobil untuk di sewakan. Hanya itu modal awalnya membuka usaha ini. Akan tetapi sekarang Jaguar Mobil adalah perusahaan rental mobil yang memiliki cabang dimana-mana dan kantor pusatnya ia pegang sendiri. Jaguar Mobil memiliki ratusan unit mobil untuk disewakan, termasuk truk atau mobil untuk angkutan alat-alat berat. Sebelum menikah, mereka menjalin hubungan selama beberapa tah
Bab 12"Zakia," jawabnya spontan.Sebenarnya Arkan enggan menemui wanita yang terlihat seperti gembel ini, tapi entah kenapa setelah ia melihat wajah Zakia dan bayi di dalam gendongannya, ia merasa iba. Wajah wanita ini mengingatkannya akan sosok wanita yang sangat dicintainya, Maryam yang hanya bisa sesaat melihat bayi mereka, kemudian akhirnya menutup mata untuk selamanya. Arkan menghela nafas, kembali menatap wajah Zakia lekat-lekat."Di sini tidak ada lowongan untuk pembantu rumah tangga. Kenapa kamu nekat melamar pekerjaan kemari? Bukankah jelas-jelas kamu tahu bahwa di sini hanya ada lowongan untuk ibu susu? Apakah kamu berminat untuk menjadi ibu susu bagi anakku?" tanya Arkan menyelidik. Dia tidak yakin akan memberikan bayinya untuk disusui wanita ini. Melihat penampilan Zakia saja sudah membuatnya merasa eneg. Wanita muda ini jauh sekali dari kriteria ibu susu yang dikehendaki oleh Arkan. Wanita yang menjadi ibu susu bagi putranya haruslah wanita yang sehat dan berpenampilan
Bab 13"Benar, Zakia. Tuan Arkan barusan bilang kepada Bibi saat meminta izin untuk mengambil popok milik tuan muda Ammar untuk bayimu." Bi Minah meyakinkan."Alhamdulillah... terima kasih, ya Allah." Tak henti-hentinya wanita itu mengucap syukur. Ini di luar dugaannya. Titik-titik harapan itu kembali mengumpul menjadi besar. Setidaknya dia dan Naya punya tempat tinggal dan bisa makan dengan layak.Bi Minah merogoh saku bajunya, kemudian mengeluarkan selembar uang berwarna merah. "Dan ini untukmu, Zakia. Besok setelah sarapan, belilah popok dan keperluan bayimu. Mungkin ini tidak banyak, tapi Bibi rasa bisa membantumu. Terimalah.""Apa ini, Bi?" Zakia sangat kaget. Dia menunjuk lembaran uang kertas itu tanpa bermaksud untuk menyambutnya."Ini untukmu. Terimalah, Zakia. Kamu pasti butuh ini, kan?" desak wanita setengah tua itu. Dari saat pertama kali melihat Zakia saja ia sudah tahu, jika wanita muda ini pasti tidak memiliki uang sepeser pun. Itupun terbukti saat wanita itu bilang, jik
Bab 14"Kamu sudah tahu tugas-tugasmu di rumah ini melalui Bi Minah, kan?" Arkan mengawali pembicaraan.Zakia mengangguk. "Iya, Tuan. Bi Minah sudah menjelaskan tugas-tugas saya di rumah ini.""Saya menampungmu disini atas dasar kemanusiaan, jadi sebenarnya kamu bukan karyawan di sini. Oleh karena itu, kamu tidak akan mendapatkan gaji, tetapi hanya sekedar uang saku agar kamu bisa memenuhi kebutuhanmu sendiri. Nanti uang sakumu akan saya titipkan kepada Bi Minah seminggu sekali. Kamu paham maksud saya, Zakia?" Arkan menelan ludahnya. Sebenarnya dia malas menampung wanita ini di rumahnya, tetapi dia teringat dengan Ammar. Dia tidak bisa membayangkan seandainya nasib Ammar sama seperti nasib bayi Zakia yang harus ikut menjadi gelandangan seandainya tadi malam ia tidak menuruti permintaan Zakia untuk menginap di rumah ini."Saya mengerti, Tuan. Ini sudah lebih dari cukup dan saya akan berusaha membalas kebaikan dan kemurahan hati Tuan dengan bekerja dengan baik, walaupun saya tidak dihit
Bab 15 Setelah menaruh gelas bekas susu di dekat tempat pencucian piring, Zakia segera mencari asal suara tangisan itu. Dia berjalan menyusuri lorong demi lorong rumah ini dengan menajamkan indera pendengarannya. Ternyata suara itu berasal dari lantai dua rumah ini. Zakia menapaki anak-anak tangga, kemudian akhirnya berhenti di depan pintu sebuah kamar yang terbuka lebar. Pemandangan yang memilukan tersaji di hadapannya. Seorang bayi menangis keras di pangkuan seorang wanita muda berseragam baby sister yang memaksa menjejalkan dot ke mulut mungil bayi itu. "Diamlah! Lekas minum susu ini. Kamu ini ya, merepotkan saja. Jangan buat kerjaanku menjadi semakin susah. Jadi anak lelaki itu jangan cengeng!" Wanita muda itu terus mengomel sembari terus memaksa menjejalkan dot ke mulut mungil itu. Namun bayi itu menutup rapat-rapat mulutnya. "Kamu maunya apa sih? Dari tadi nangis terus, tak pernah mau menyusu. Aku sudah capek dari tadi bolak balik bikin susu buat kamu, tapi nggak pernah kamu
Bab 16 Zakia menegakkan tubuhnya secepat mungkin. Dia tak ingin terlihat lemah di hadapan Diandra. Sudah cukup pengalamannya berada di rumah suaminya, ditindas oleh ibu mertua dan kakak iparnya. Dia tidak boleh takut berhadapan dengan Diandra. Tidak boleh ada yang berkuasa di rumah ini selain majikannya, Tuan Arkan. Dia dan Diandra itu kedudukannya setara, sama-sama pegawai di sini, meski tugas mereka berbeda. "Aku hanya mengingatkanmu, Mbak. Aku tidak ingin kamu melakukan kesalahan yang justru akan membahayakan posisimu sendiri. Jikalau sampai terjadi apa-apa pada Tuan Muda, kamu sendiri yang harus menanggung resikonya," ucap Zakia, lantas wanita muda itu berbalik bermaksud keluar dari kamar itu. Namun belum sampai kaki Zakia berada di depan pintu, keburu tangannya dicekal oleh Diandra. "Aku tidak butuh kepedulianmu! Mauku sekarang kamu tidak usah peduli dengan Tuan Muda. Tuan Muda itu urusanku, bukan urusanmu!" bentak Diandra. Kepala Zakia terangkat. Dia tersenyum sinis. "Aku
Bab 17Tepat jam 04.00 sore, Zakia yang membawa serta putri mungilnya sudah siap. Semula ia berpikir hanya akan pergi sendiri dengan ditemani sopir, tapi ternyata tidak. Ada mas Reno dan istrinya, mbak Laras yang juga memiliki tujuan yang sama. Mbak Laras, wanita cantik itu sedang hamil anak kedua mereka dan usia kehamilannya sudah menginjak Minggu ke-10. Sementara anak pertama mereka sudah berusia 5 tahun.Mobil meluncur dengan tenang. Zakia dan Laras duduk berdampingan. Dari rumah Arkan, mereka harus menempuh waktu hampir 20 menit untuk sampai ke rumah sakit tujuan."Aku nggak habis pikir, Zakia. Kok ada ya, laki-laki kayak gitu. Seandainya aku jadi kamu rasanya pengen kusembelih saja. Laki-laki nggak ada guna!" Laras berdecak kesal. Dia memang baru pertama kali bertemu dengan Zakia, tetapi lewat sang suami, Reno, dia mendengar cerita memilukan soal Zakia yang diusir oleh suaminya."Saya juga nggak ngerti, Mbak. Kesalahan saya cuma itu, minta dibelikan susu formula untuk Naya, tetap