Share

Menggagalkan Rencana

Felys cukup menahan napas saat membaca chat mereka, ia benar-benar tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Mungkinkah ada dendam masa lalu, tapi apa? Felys harus segera mencari tahu. 

***

"Aku masih belum mengerti dengan apa yang mama bicarakan dengan mas Bram. Apa mungkin mama punya masalah dengan mendiang orang tuaku." Felys memijit pelipisnya yang lumayan sakit. Cukup rumit masalah yang kini Felys hadapi, karena di balik semua itu tersimpan teka teki yang harus ia pecahkan. 

Setelah itu Felys membaca chat antara suami dan madunya itu. Sejujurnya ia sangat malas untuk membuka chat mereka, apa lagi sampai membacanya. Pasti akan sangat menyakitkan, tetapi jika tidak dibaca Felys tidak akan tahu apa rencana mereka untuk selanjutnya. 

@Irna

[Gimana, rumahnya sudah dapat atau belum, Mas. Aku nggak betah tinggal di rumah mama]

@Abram

[Sudah, nanti tinggal dibayar saja. Kamu yang sabar ya, setelah semua beres nanti kamu bisa pindah dari rumah mama]

@Irna

[Beneran loh, Mas. Jangan bohong, lagi pula kalau aku kelamaan di sini nanti Felys bisa curiga]

"Jadi mas Bram berencana untuk membelikan Irna rumah. Ini tidak bisa dibiarkan, tak rela aku kalau mas Bram mengeluarkan uangku untuk kau Irna," ungkapnya dalam hati. Felys akan menggagalkan rencana suaminya untuk membeli rumah baru. Beruntung ponsel milik Abram yang mungkin sering digunakan untuk chat dengan ibu serta istri mudanya tertinggal di rumah.

Setelah itu Felys menghubungi nomor sepupunya untuk meminta bantuan. Otak Felys cukup lelah jika harus memikirkan semuanya sendiri. Ia juga akan menyuruh sepupunya untuk menyelidiki ibu mertuanya yang mungkin mempunyai andil besar dari masalah ini. 

[Halo, Vin tolong kamu cari tahu mas Abram membeli rumah di daerah mana. Kalau udah tahu, kamu harus bisa menggagalkan rencana mas Abram untuk membeli rumah itu]

[Ok, apa ada lagi]

[Iya, kamu juga selidiki siapa ibu mertuaku sebenarnya. Karena aku curiga kalau mama punya andil besar pada masalah yang kini menimpaku]

[Ya sudah, nanti aku akan mencari tahunnya. Oya untuk surat-surat ini bagaimana]

[Kamu balik semua menjadi atas namaku, seperti mobil dan butik. Untuk rumah dan perusahaan itu asli milikku, kamu paham kan]

[Ok, kamu tidak perlu khawatir. Para benalu itu akan merasakan sendiri akibatnya]

"Huh, akhirnya. Ada gunanya juga punya sepupu seperti Vino," gumamnya. Felys bernapas lega, setelah ini ia akan mendengar hasilnya saja. Beruntung saat Felys mengetahui rahasia dan rencana buruk ibu mertua serta suaminya, ia bergerak cepat. 

"Irna, sahabat macam apa yang dengan tega menusukku dari belakang," gumamnya. Sampai saat ini Felys belum paham dengan maksud dan tujuan Irna. Mungkinkah karena iri atau apa, Felys benar-benar tidak tahu. 

***

Hari telah berganti, seperti biasa pagi ini Abram sudah siap untuk berangkat ke kantor. Hari ini ia berniat untuk pergi untuk membayar rumah yang telah Abram sepakati beberapa hari yang lalu. Rumah itu akan Abram berikan untuk Irna, sebagai tempat tinggalnya nanti. 

"Sayang aku pergi sekarang ya." Abram mencium kening istrinya, hal itu sering ia lakukan setiap kali akan pergi. Jujur, Felys sangat suka dengan sikap romantis suaminya, tetapi itu dulu sebelum ia tahu jika lelaki yang telah menikahinya lima tahun yang lalu kini telah berhianat. 

"Iya, Mas. Hati-hati di jalan." Felys mencium punggung tangan suaminya. Setelah itu ia akan mengantarkannya sampai di teras depan. 

Perlahan mobil yang Abram naiki melaju meninggalkan halaman rumah. Setelah mobil menghilang dari pandangan matanya, Felys memutuskan untuk masuk ke dalam rumah. Hari ini Felys memilih untuk duduk manis di rumah, sembari menunggu kabar dari Vino. 

Di lain tempat, kini Abram tiba di sebuah rumah yang hendak ia beli. Meski hanya satu lantai tetapi rumah tersebut cukup mewah dan juga luas. Abram telah memarkirkan mobilnya, setelah itu ia bergegas turun, lalu beranjak menemui penjual rumah tersebut. 

"Permisi, Pak. Saya yang waktu itu ingin membeli rumah ini, dan kita juga sudah sepakat," ujar Abram. Lelaki paruh baya itu terdiam sejenak. 

"Maaf, Pak. Tapi rumah ini sudah ada yang membelinya, bahkan sudah dibayar dengan harga jauh lebih tinggi dari harga yang, Bapak tawarkan," jawabnya. Mendengar itu Abram terkejut, susah payah ia menyisihkan uang untuk membeli rumah. Dan setelah dapat, rumah sudah dibeli orang lain. 

"Bapak jangan sembarangan ya, bukankah kemarin saya bilang akan membeli rumah ini. Tapi dengan seenaknya, Bapak memberikan rumah ini pada orang lain," ujar Abram yang cukup kesal. Jaman sekarang susah mencari rumah yang harganya tidak terlalu mahal. Tapi setelah dapat sudah diambil orang. 

"Maaf, Pak. Bapak memang sudah bilang ingin membeli rumah ini, tapi di antara kita tidak terikat janji. Jadi saya bebas, dan sekali lagi saya minta maaf," sahutnya. Kecewa itu yang Abram rasakan, ingin marah rasanya percuma. 

"Kalau boleh tahu siapa yang membeli rumah ini, Pak?" tanya Abram. Ia penasaran dengan pembeli rumah yang hendak ia beli itu. Pastinya bukan orang sembarangan, karena berani bayar mahal. 

"Pak Vino, Pak kalau tidak salah namanya," jawabnya. Seketika Abram terkejut saat mengetahui jika sepupu istrinya yang sudah membeli rumah tersebut. Pertanyaannya, untuk apa Vino membeli rumah itu. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status