Setelah itu Irna memeluk tubuh Abram, beberapa hari tidak bertemu membuatnya sangat rindu. Awalnya Abram hanya diam, tetapi Irna sangat pandai untuk membuat lelaki itu merespon apa yang ia inginkan. Tanpa mereka sadari, semua ucapan dan perbuatan kedua penghianat itu telah terekam. Dengan begitu Felys akan mudah untuk menghancurkan mereka.
***Di lain tempat saat ini Felys sedang menunggu kedatangan Vino. Sepupunya itu mengatakan jika surat yang ia urus sudah jadi. Mobil dan butik sudah berpindah menjadi atas nama Felys, setelah ini ia tinggal menjualnya, dan uangnya akan Felys pakai untuk disumbangkan kepada orang yang lebih membutuhkan. "Sorry, di jalan macet." Vino menjatuhkan bobotnya di kursi, sementara Felys hanya mengangguk seraya mengaduk-aduk minuman yang ada di hadapannya itu. Entah kenapa hatinya terasa sangat sakit, terlebih mengingat jika saat ini suaminya sedang bersama istri mudanya itu. "Iya, nggak apa-apa kok," ujar Felys. "Gimana udah jadi.""Udah, silahkan kamu periksa dulu," sahut Vino lalu menyodorkan map berwarna merah ke hadapan Felys. Dengan segera Felys membuka dan mengamati surat tersebut. "Ok, semua sudah sesuai yang aku inginkan," ujar Felys, lalu menutup map tersebut. Vino menatap wajah Felys yang terlihat pucat, mungkinkah jika sepupunya itu sedang sakit. "Setelah ini, butik dan mobil langsung kamu jual saja ya," pinta Felys. Rasanya ia tidak sabar melihat suami dan keluarganya hancur, begitu juga dengan Irna. "Kenapa nggak kamu aja sih, wong punyamu," sahut Vino. Bukannya tidak mau, tetapi urusannya masih sangat banyak. Ditambah harus menyelidiki ibu mertuanya Felys. "Males, pokoknya aku mau terima beres," ucap Felys. Mendengar itu Vino memilih untuk mengalah, ia juga kasihan. Vino tahu, setegar-tegarnya seorang perempuan pasti akan rapuh juga. Vino salut dengan Felys yang masih bisa tersenyum meski masalah yang dia hadapi sangat besar dan juga rumit. "Ok, tidak masalah. Aku yakin kamu pasti bisa melewati semua ini, kamu adalah wanita yang kuat dan juga tegar. Pantang bagimu meneteskan air mata untuk penghianat seperti mereka," ungkap Vino, tak lupa ia memberikan semangat untuk sepupunya itu. "Terima kasih." Felys tersenyum dengan mengangguk. Sebisa mungkin ia tahan air matanya, Felys akan mengeluarkan air matanya setelah kemenangan ia dapatkan. Sementara itu, di rumah Abram dan Irna baru saja selesai dengan aktivitas mereka. Keduanya sama-sama larut, hanya rasa puas yang ada di benak mereka. Setelah selesai Abram memutuskan untuk segera keluar dari kamar Irna. Akan sangat berbahaya jika sampai ketahuan. "Untung Felys belum pulang, lebih baik aku mandi sekarang saja," gumamnya. Abram berlari naik ke lantai atas di mana kamarnya berada. Sesampainya di kamar, Abram segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. ***Waktu menunjukan pukul satu siang, setelah makan siang Felys berencana untuk pulang. Ia ingin melihat hasil rekamannya, walaupun Felys tahu itu pasti sangat menyakitkan. Baru saja akan menjalankan mesin mobilnya, tiba-tiba ponsel milik Felys berdering. "Siapa sih yang nelpon." Felys mengambil benda pipih miliknya itu, lalu menggeser tombol berwarna hijau untuk menerima panggilan. [Halo ada apa][Bisa datang ke rumah nggak, soalnya aku udah dapat bukti siapa ibu mertua kamu yang sesungguhnya][Serius, Vin. Ok sekarang juga aku langsung meluncur ke rumah kamu][Ok, aku tunggu]Setelah sambungan telepon terputus, Felys langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Tujuan Felys saat ini adalah rumah Vino, bersyukur karena sepupunya itu sudah mengetahui siapa ibu mertuanya yang sesungguhnya. Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, kini mobil Felys sudah berhenti di pelataran rumah milik Vino. Gegas Felys turun dari mobil dan setelah itu ia beranjak masuk ke dalam rumah. Terlihat jika Vino telah menunggu dirinya di ruang tamu. "Gimana, Vin. Kamu benar-benar udah tahu siapa mama Rita yang sebenarnya." Rasanya Felys tidak sabar ingin mengetahui fakta yang sesungguhnya. "Duduk dulu," titah Vino. Dengan segera Felys menjatuhkan bobotnya di sofa, sementara Vino tengah memasukkan flashdisk ke leptop miliknya. "Kamu perhatikan baik-baik video ini," ujar Vino. Mendengar itu Felys mengangguk paham, wanita itu langsung memasang mata dan telinganya untuk mendengar serta melihat apa yang akan terjadi. "Pokoknya mama tidak mau tahu, kamu harus menikah dengan Felys, setelah kamu menjadi istrinya. Ambil semua hartanya," ucap Rita. "Jadi, Mama menyuruhku menikah dengan Felys hanya karena hartanya. Ma, kasihan Felys dia itu nggak tahu apa-apa dengan masalah .... ""Mama nggak peduli, kamu tahu kan gara-gara Almira mas Gunawan jadi ninggalin mama. Itu sebabnya setelah mama berhasil menyingkirkan mereka, kamu bergerak untuk menaklukkan Felys dan ambil semua miliknya." Rita memotong ucapan putranya. "Ma, kasihan Felys. Aku tidak mau menikah dengannya jika .... ""Stop, tolong hentikan." Felys berseru dan menyuruh Vino untuk menghentikan video yang sedang berputar itu. Telinga Felys tidak kuat lagi untuk mendengarkan percakapan mereka. "Jadi mereka yang sudah menyebabkan kedua orang tuaku meninggal. Lalu dengan berpura-pura baik mereka mendekatiku dan .... " Felys tidak sanggup lagi untuk melanjutkan ucapanmu, sungguh fakta yang sangat menyakitkan. "Aku pikir mas Abram baik dan perhatian karena memang ... tapi nyatanya itu hanya sandiwara semata, mas Abram memang tidak pernah tulus," ungkapnya. Terlalu sakit fakta yang harus Felys terima. "Menangislah jika memang itu bisa membuatmu .... ""Bukan aku yang akan menangis, tapi mereka. Para penjahat itu yang akan menangis karena perbuatannya." Felys memotong ucapan Vino, dadanya terasa terbakar, tetapi sebisa mungkin ia tahan. "Kamu wanita terhebat yang pernah aku temui," batin Vino, ia benar-benar salut dengan ketegaran hati sepupunya itu."Kamu wanita terhebat yang pernah aku temui," batin Vino, ia benar-benar salut dengan ketegaran hati sepupunya itu. ***"Kamu simpan baik-baik flashdisk ini, karena semua bukti kejahatan ibu mertuamu ada di sini." Vino menyerahkan flashdisk tersebut, dengan segera Felys menerimanya. Ia berjanji akan membuat hancur keluarga suaminya itu. "Ya sudah aku pulang sekarang ya, kalau aku terlalu lama pergi, keenakan mereka di rumah," ujar Felys seraya bangkit dari duduknya. "Iya, kalau butuh bantuan langsung telpon saja," paparnya. Sementara itu Felys hanya mengangguk, setelah itu ia beranjak keluar dari rumah Vino. Dalam perjalanan pikiran Felys menjadi kacau, ia tidak pernah menyangka jika kematian kedua orang tuanya karena sudah direncanakan oleh ibu mertuanya sendiri. Kini Felys paham, kenapa ibu mertuanya selalu bersikap dingin dan bahkan hubungan mereka tidak pernah akur. Satu jam lebih dalam perjalanan, kini Felys sudah tiba di rumah. Ia menarik napas, setelah itu Felys melangkahk
"Iya aku tahu, dan aku sudah dapat persetujuan dari kamu kok. Ingat kan semalam kamu udah tanda tangan." Felys memotong ucapan suaminya. Seketika Abram menepuk jidatnya saat teringat jika tadi malam Felys sempat meminta tanda tangan darinya, dan tanpa bertanya Abram langsung menanda tanganinya. ***Abram menjatuhkan bobotnya di sofa, lalu mengusap wajahnya dengan gusar. "Aku memang bodoh, bisa-bisanya aku tertipu."Felys menghela napas. "Ya sudah mau ke kantor apa nggak, Mas."Abram menoleh istrinya. "Aku boleh pinjam mobil kamu.""Boleh, kita berangkat bareng aja ya, soalnya hari ini aku mau ikut kerja," ucap Felys, mendengar itu Abram sedikit terkejut. Karena selama ini istrinya itu selalu diam dan duduk di rumah, tapi kenapa sekarang mendadak ingin ikut bekerja. "Kamu mau ikut kerja?" tanya Abram tak percaya, pasalnya selama ini Felys tidak pernah mau ke kantor. Paling jika ada keperluan saja. "Iya, memangnya kenapa? Sebentar ya, aku siap-siap dulu." Felys beranjak naik ke lanta
Setelah mereka pergi, Felys tiba-tiba memegangi kepalanya yang terasa pusing. Sedetik kemudian, tubuh Felys ambruk ke lantai, bi Jum yang melihat itu segera berlari menghampiri majikannya itu. ***Dua puluh menit kemudian, Felys mulai mengerjapkan matanya. Perlahan kelopak matanya terbuka sempurna, pertama orang yang dilihat adalah Vino. Sedetik kemudian Felys baru ingat jika ia sempat merasa pusing. "Kamu sudah bangun, gimana masih pusing nggak?" tanya Vino, sementara itu Felys hanya menggeleng, setelah itu ia bangkit dan duduk seraya menyandarkan punggungnya di sandaran ranjang. "Udah mendingan, kamu udah lama?" tanya Felys. "Lumayan, pas aku ke sini bi Jum lagi panik lihat kamu tiba-tiba pingsan." Vino menjelaskan, sementara Felys masih diam. Felys memijit pelipisnya lalu mengusap wajahnya. "Akhir-akhir ini badan aku nggak enak, terus kalau pagi suka mual sama pusing.""Kamu ingin tahu jawabannya?" tanya Vino, sementara Felys hanya mengangguk sebagai jawabannya. "Kamu sedang
"Nanti mama juga akan tahu sendiri, dan satu lagi, kalau sertifikat rumah ini masih atas namaku. Jadi siap-siap saja kalian angkat kaki dari rumah ini. Dan untuk kamu, Mas jika memang kamu tidak mau menceraikanku, maka aku sendiri yang akan menggugat cerai kamu." Setelah mengatakan itu Felys memilih untuk keluar dari rumah tersebut. Selangkah lagi ia akan menang, dan para penghianat itu akan hancur. ***Abram mengusap wajahnya dengan gusar. "Aku memang laki-laki yang tidak berguna, kenapa juga aku harus menuruti keinginan mama. Pelan tapi pasti, aku akan kehilangan Felys, walaupun pernikahan kami karena terpaksa, tapi aku terlanjur nyaman bersama dengan Felys.""Mas kamu bisa diam nggak sih, aku bosen denger kamu nyebut nama Felys terus," ujar Irna yang sangat kesal dengan sikap suaminya. Abram seperti sudah tergila-gila dengan Felys, dan hal tersebut yang membuat Irna bertambah cemburu. "Sudah, kalian tidak perlu bertengkar, sekarang kita berpikir untuk bisa menyingkirkan Felys. La
"Vino barusan telepon, katanya calon pembeli rumahnya sudah ada, dan katanya hari ini dia ingin melihatnya," jawab Felys, mendengar itu seketika Abram terkejut. Itu artinya Felys tidak main-main dengan ucapannya. ***"Jadi kamu benar-benar ingin menjual rumah yang kini ditempati oleh mama?" tanya Abram. Ia tidak tahu harus tinggal di mana jika rumah itu benar-benar Felys jual. Karena hanya rumah itu satu-satunya yang ibunya miliki, memang Felys lah yang membelinya dulu. "Iya, Mas. Memangnya kenapa." Felys menatap lelaki yang ada di hadapannya itu. Terlihat jika suaminya sangat keberatan jika rumah itu sampai dijual. Namun, Felys terlanjur sakit hati dan kecewa, dan mungkin semua itu belum cukup. "Kamu tega, kalau rumah itu dijual, kami mau tinggal di mana," ujar Abram, berharap istrinya mau berubah pikiran. Namun sepertinya itu tidak mungkin, karena Abram tahu betapa kecewanya Felys. Mendengar itu Felys menatap tajam suaminya, apakah pantas Abram mengucapkan semua itu. Bukankah me
"Felys maafkan aku, aku benar-benar terpaksa melakukan ini. Karena aku tidak ingin kamu disakiti oleh Irna ataupun mama." Abram membatin, sementara Felys masih diam. ***"Terima kasih, Mas." Felys mengangguk, walaupun dalam hatinya terasa ada yang sakit. Seharusnya Felys bahagia karena keinginan untuk berpisah telah terwujud, tanpa harus bersusah payah mengurusnya. "Walaupun kita bercerai, tapi aku mohon jangan ada benci di antara kita, meski aku tahu kalau kamu kecewa atas apa yang sudah aku lakukan," ungkap Abram. Rasanya ia tidak sanggup untuk melepaskan Felys. "Iya, Mas." Felys mengangguk. Sebisa mungkin ia bersikap tenang, bahkan cairan bening yang hendak meluncur ia tahan. Felys tidak boleh terlihat sedih di hadapan Abram. "Ya sudah, kalau begitu aku pamit. Aku yakin kamu pasti akan bahagia," ujar Abram, ingin rasanya ia memeluk tubuh Felys untuk yang terakhir kali, tapi itu tidak mungkin. "Iya, Mas. Hati-hati di jalan," sahut Felys. Setelah itu Abram bangkit dan beranjak k
"Felys hamil, ini tidak bisa dibiarkan. Itu pasti anak mas Abram, akan sangat berbahaya jika mas Abram sampai tahu jika Felys mengandung anaknya." Irna membatin, ia harus mencari cara untuk menyingkirkan Felys. Dan mungkin rencana untuk mengambil semua harta milik Felys akan Irna laksanakan secepatnya. ***"Apa mungkin Felys hamil, tapi kenapa .... " "Udah, Mas ayo buruan pulang. Ngga usah mikirin mantan." Irna menarik tangan Abram keluar dari rumah sakit. Abram hanya menurut, tapi setelah ini ia akan menyelidikinya, bahkan untuk menyelidiki Irna saja belum diketahui sampai saat ini, rahasia apa yang istrinya itu sembunyikan. Dari kejauhan Vino melihat Abram dan Irna masuk ke dalam mobilnya. Tiba-tiba ia teringat dengan Felys, karena khawatir dengan cepat Vino turun dan beranjak masuk ke dalam. Vino mengedarkan pandangannya mencari sosok Felys, setelah ketemu ia bergegas menghampirinya. "Lys, tadi aku lihat Abram sama Irna. Mereka nggak ngapa-ngapain kamu kan?" tanya Vino seraya m
"Aku tidak bohong, awalnya aku juga tidak percaya. Ini buktinya." Vino menyerahkan map berwarna biru. Dengan tangan gemeter Felys menerima map tersebut, lalu membukanya dan membaca isinya. Detik itu juga Felys kembali terkejut saat mengetahui jika yang Vino ceritakan adalah nyata. ***Felys menutup map tersebut, lalu mengusap wajahnya dengan gusar. "Jadi selama ini papa udah bohongin aku, papa selingkuh dengan wanita lain. Kenapa papa begitu tega, selama ini papa tidak pernah menunjukkan sikap yang aneh.""Kamu yang sabar ya, om Gunawan pasti punya alasan melakukan itu. Dan aku akui, om Gunawan memang sangat pandai .... ""Pandai menyembunyikan bangkai, tapi akhirnya ketahuan juga kan. Sama seperti yang mas Abram lakukan." Felys memotong ucapan Vino. Seketika Vino terdiam, ia tahu jika Felys sudah terbawa emosi, terlebih saat ini sedang hamil. "Sudah, jangan terlalu dipikirkan. Nanti yang ada kondisi kamu drop, ingat kamu saat ini sedang hamil." Vino memberikan nasehat, sementara Fe