"Apa kau sudah mempelajari semua berkas yang papa berikan?" Tanya Heri menatap sang putra yang asik memainkan ponsel.
"Ia, Pa! Papa tenang saja, Rico pasti bisa," Ucap Rico santai sambil terus bermain game online.Melihat kelakuan putranya itu, Heri hanya bisa membuang napasnya pelan. Dia hanya bisa berdoa semoga putranya itu tidak membuat malu di rapat nanti.Hingga akhirnya mereka berhenti di depan bangunan mewah yang berdiri kokoh. Rico menatap bangunan itu dengan tatapan penuh kekaguman, bagaimana tidak, bangunan itu jauh lebih besar dan juga mewah dari kantor sang papa."Pa! Apa ini kantor milik pria tua itu?" Tanya Rico sambil terus menatap kantor Leon tanpa berkedip."Benar! Jadi kau harus jaga sikapmu. Jangan sampai gara-gara kelakuanmu yang tidak beradap, Tuan Leon membatalkan kerja samanya dengan perusahaan kita," Ucap Heri ketus lalu melangkahkan kakinya memasuki kantor itu.Sesampainya di ruang rapat, dia melihat beberapa pengusaha penting yang sudah hadir untuk melaksanakan rapat itu. Perusahaan Leon adalah perusahaan terbesar di kota ini, jadi wajar saja jika begitu banyak perusahaan yang ingin bekerja sama dengannya."Selamat datang Tuan Heri! Nak Rico," Ucap Budi menatap Rico yang berjalan di belakang Heri."Perkenalkan, dia adalah Rico, putra saya sekaligus pewaris satu-satunya keluarga Debora," Ucap Heri memperkenalkan Rico tanpa ada rasa malu sedikitpun."Pewaris satu-satunya," Batin Arga terkekeh kecil mendengar ucapan Heri."Selamat siang semuanya! Maaf lama menunggu," ucap Arga memecahkan pembicaraan Heri dan yang lainnya.Mendengar kedatangan Arga, semuanya langsung duduk di kursi masing-masing. Seperti biasa, Arga akan memasuki ruang rapat terlebih dahulu untuk memastikan jika semuanya telah tiba.Ruangan itu tiba-tiba menjadi sangat hening, hingga akhirnya suara hentakan sepatu terdengar mendekati ruangan itu. Leon memang sangat dingin dan menakutkan, jadi tidak akan ada yang berani berbicara jika tanda-tanda kemunculannya telah tiba."Kenapa semuanya diam?" Tanya Rico memecahkan suasana hening itu.Mendengar pertanyaan sang putra, Heri hanya bisa memukul keningnya pelan. "Diamlah, jika kau tidak mau di lempar keluar.""Aku hanya bertanya," Gumam Rico menggaruk kepalanya yang tidak gatal mendengar omelan sang papa.Tanpa bicara, Leon langsung masuk keruangan itu lalu duduk di bangku kuasanya. Namun, yang menjadi sebuah tanda tanya besar seisi ruangan itu, siapa wanita yang bersamanya?"Perkenalkan! Dia Naura Ayunda Debora. Sekertaris baru saya. Sekaligus orang yang bertanggung jawab untuk proyek ini." Tanpa bertanya, Leon langsung bisa menebak apa yang ada di pikiran para rekan bisnisnya itu."Naura! Kenapa dia ada disini?" Batin Heri tiba-tiba merasakan sesuatu firasat yang buruk."Bukannya dia putri adikmu? Kenapa tiba-tiba dia ada di sini? Bukannya dia," Tanya Budi sedikit berbisik."Nanti kita bicara," Ucap Heri lalu kembali fokus dengan rapat itu."Baiklah! Kita mulai rapatnya sekarang. Naura," Ucap Leon memberi kode agar Naura menjelaskan tentang isi rapat kepada yang lainnya.Naura langsung berdiri lalu menjelaskan tentang pembangunan proyek yang akan mereka lakukan. Tidak seperti yang Heri katakan kepada semua orang, Naura menjelaskan semuanya dengan begitu baik, bahkan semua orang langsung tertarik atas setiap kata yang keluar dari mulutnya.*****Setelah rapat selesai, Heri dengan cepat keluar dari ruangan itu. Dia melonggarkan dasi yang sejak tadi seperti mencekik lehernya. Selama sepuluh tahun dia menjauhkan Naura dari orang-orang sekitarnya, akan tetapi dengan sekejap Leon memperlihatkan wanita itu kehadapan semua orang."Kenapa? Kenapa dia menjadikan Naura sebagai sekertarisnya?" batin Heri bertanya pada dirinya sendiri."Pa! Papa kenapa panik seperti itu?" Tanya Rico melihat wajah sang papa yang terlihat pucat."Kau selidiki siapa sebenarnya Tuan Leon?" Ucap Heri dengan tegas."Bukannya dia adalah rekan bisnis papa? Kenapa papa malah menyuruhku mencari tau tentangnya?""Papa bilang selidiki ya selidiki!" Pekik Heri menatap sang putra dengan mata memerah."Saya harap Anda bisa merahasiakan tentang pernikahanku dengan Naura. Jika tidak." Tiba-tiba suara tegas seseorang menghentikan perdebatan papa dan anak itu."Siapa Anda sebenarnya?" Tanya Heri memberanikan diri."Kenapa Anda bicara seperti itu? Bukannya saya sudah memperkenalkan diri enam bulan lalu?" Tanya Leon tersenyum sinis."Baiklah! Lalu apa tujuanmu menghadirkan Naura dalam proyek ini?"Mendengar pertanyaan Heri, Leon hanya tersenyum sinis sambil menatap pria itu dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. "Aku sudah membayar banyak untuk mendapatkannya, jadi aku berhak melakukan apapun. Termasuk menjadikannya sebagai karyawanku," Ucap Leon tersenyum sinis lalu berjalan meningalkan Heri dan juga putranya."Sial! Siapa dia sebenarnya," Batin Heri mengumpat geram.Dia terus berusaha mengingat tentang pria itu, akan tetapi tetap saja dia tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Dia hanya bisa merasakan jika dia sudah mengenal pria itu sejak lama. Namun, dia tidak bisa mengingatnya dengan jelas."Apa mungkin dia!"Mommy!" pekik Raygan ketika melihat sang mommy berdiri di depan gerbang sekolah untuk menunggu kepulangannya. Senyuman di wajah polos bocah itu terlihat dengan jelas. Sudah lama dia memimpikan hal ini, hal yangsangat sederhana, akan tetapi sangat bermakna di hati kecilnya."Jagoan mommy sudah pulang. Bagaimana sekolahnya? Apa menyenangkan?'' Tanya Naura sambil mengusap lembut puncak kepala Raygan."Hari ini Raygansangat senang. Karena akhirnya Raygan bisa mengatakan kepada teman-teman Raygan jika Raygan juga punya mommy," ucap Raygan tersenyum penuh percaya diri."Ray! apakah dia mommymu?" tanya Bimo, teman sekelas Raygan."Ia! dia adalah mommyku. Aku uga punya mommy sama sepertimu," ucap Rayga mengenggam tangan Naura. "Tapi saya perhatikan kalian tidak mirip sama sekali. Apalagi melihat mommymu itu yang masih sangat muda. Saya rasa dia tidak mungkin mommy kandungmu, atau jangan-jangan," ucap Tania, mama Bimo tersenyum sinis."Stop! jaga mulut Anda jika berbicara di depan putra saya
"Mom! Apa benar mommy itu mommy tiri Ray?" Deg...Jantung Naura langsung berdegup kencang mendengar pertanyaan putra sambungnya itu. Walaupun usianya masih sangat muda, akan tetapi Raygan memiliki pemikiran yang sangat dewasa. Jadi, walaupun Tania tidak mengucapkan secara langsung, tetapi dia dapat mengerti apa maksud ucapan wanita itu."Sayang! Kamu tidak perlu memikirkan perkataan mereka." Naura memilih untuk tidak membahas masalah itu lagi. "Tapi Ray juga berhak tahu, Mom," ucap Raygan dengan tegas. Sudah cukup selama ini dia di bully oleh teman-temannya, memang dia tidak masalah mendapatkan hinaan dan ejekan dari mereka. Namun, dia tidak terima jika ada orang yang menyakiti Naura, wanita yang telah memberikan kasih sayang seorang ibu untuknya. Mendengar ucapan Raygan, Naura hanya bisa diam membisu. Mulutnya seperti terkunci, sehingga dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun."Sayang!" ucap Naura menatap Raygan dengan mata yang berkaca-kaca."Kebohongan tidak akan pernah bisa
"Sayang! Ikut Mommy Naura ke kamarmu ya," Ucap Leon mengusap lembut air mata Raygan. "Naura! Bawa Raygan ke kamarnya." Naura hanya mengangguk patuh mendengar perintah Leon. "Sayang!" Ucap Naura dengan lembut sambil membawa Raygan menjauh. Melihat Naura dan Raygan telah pergi, Grace langsung tersenyum kecil. Dia berjalan mendekati Leon dengan senyuman yang melingkar di wajah cantiknya. Dia sangat yakin jika Leon akan menyambut kedatangannya dengan baik. "Kenapa kau kembali?" Tanya Leon dengan raut wajah yang tidak bisa di artikan. Sehingga membuat senyuman yang sejak tadi melingkar di wajah Grace langsung menghilang dalam seketika. "Sayang! Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku sudah kembali, sekarang lebih baik kita buka lembaran baru bersama-sama. Bersama putra kita," Grace merangkul mesra lengan Leon lalu menyandarkan kepalanya di dada bidang pria itu. "Maaf! Kami tidak membutuhkanmu lagi." Leon langsung mendorong tubuh Grace agar menjauh darinya. Tidak banyak bicara, dia langs
"Tuan!" Ucap Arga menatap Leon yang masih fokus dengan tumpukan dokumen yang ada di hadapannya. "Hem!" Leon hanya berdehem, tanpa menoleh sedikitpun. Tatapannya tetap tertuju pada dokumen yang ada di tangannya. Walaupun dia terlihat sangat lelah, tetapi dia tetap fokus dengan tumpukan dokumen itu. "Sepertinya tuan sangat kelelahan. Lebih baik tuan istirahat saja, biar saya yang memberiksa dokumen ini,""Tidak! Saya akan memeriksanya sendiri. Sebentar lagi juga selesai," Ucap Leon terus membuka lembaran dokumen itu. Pernikahannya dan Naura sudah berjalan selama dua minggu, akan tetapi hari-harinya selalu dia habiskan di kantor. Pergi sebelum Naura bagun, dan pulang setelah Naura tidur terlelap. Bahkan mereka hanya berbicara di kantor saja, itupun hanya mengenai masalah pekerjaan saja. Setelah kedatangan Grace, pria itu terlihat lebih tertutup dari biasanya. Walaupun aslinya dia memang seperti itu. "Tuan! Apa Anda tidak ingin menghabiskan waktu dengan nyonya besar?" Tanya Arga member
"Arggh! Sial. Kenapa tiba-tiba keuangan perusahaan kita bisa menurun seperti ini? Bukankah perusahaan Tuan Leon sudah memberikan bantuan kepada perusahaan ini?" Tanya Heri melemparkan berkas yang berisi laporan keuangan kantor. "Ma... Maaf, Tuan! Tapi," "Tapi apa?" Tidak membiarkan manager keuangan berbicara, Heri terus saja nyerocos tiada henti. Walaupun sudah mendapatkan uang yang begitu banyak dari Leon, tidak membuat nasib keuangannya semakin membaik. Kepalanya terasa ingin pecah melihat keadaan perusahaan yang semakin hancur. "Tuan Rico mengunakan uang perusahaan, Tuan!" Jelas manager keuangan itu tidak mau menjadi sasaran kemarahan Heri. Rico yang berbuat ulah, kenapa dia yang harus mendapatkan hukumannya. "Apa! Dimana anak itu?" "Di... Di ruangannya, Tuan!"Tidak banyak bicara, Heri langsung bergegas menuju ruangan Rico. Matanya memerah, rahannya langsung mengeras, seakan ingin menerkam setiap orang yang mendekat. Melihat ekspresi Heri yang menakutkan, semua karyawan yang d
"Sekali lagi kau menatap istriku seperti itu, akan kupastikan kau tidak bisa melihat lagi untuk selamanya." Leon menatap Rico dengan tatapan elangnya. "Ayo!" Ucap Leon menarik tangan Naura menuju mobil."Ternyata Tuan bisa cemburu juga," Batin Arga tersenyum kecil melihat tingkah tuan besarnya itu."Jaga sikapmu jika kau ingin hidup. Ingat! Nyonya Naura yang sekarang adalah Nyonya besar keluarga Arvando. Jika sekali lagi kau melakukan kebodohan ini, maka tidak akan ada kata ampun untukmu,'' ucap Arga dengan tegas, lalu pergi meningalkan Rico yang sedang menahan sajit karena bugeman mentah dari Loen."Arghh! Sial. Kenapa nasibku hari ini sangat sial?'' pekik Rico dengan kesal. Sudah jatuh, tertimpa tangga lagi, itulah yang dirasakan Rico saat.Sedangkan Leon langsung membawa Naura ke mobil. Tidak lupa dia membukakan pintu untuk sang istri. Naura hanya diam melihat sikap suaminya itu. Tentu dia tidak mau mengambil hati dari setiap setiap perlakuan baik sang suami, demi kebaikan dirinya
Di saat semua orang sedang menikmati suasana pesta, tiba-tiba perhatian mereka teralihkan ketika melihat kedatangan Leon dan juga Naura. Keduanya berjalan secara beriringan, sehingga semua orang yang ada di sana menjadi penasaran. Apalagi melihat kecantikan Naura, membuat mereka enggan untuk membuka mata. "Siapa wanita itu? Kenapa dia bersama Tuan Leon?""Dia sangat cantik, bahkan lebih cantik dari Nyonya Grace, istri Tuan Leon,""Bukankah mereka susah berpisah? Perasaan sudah tujuh tahun Nyonya Grace menghilang. Apa mungkin wanita itu," Suara bisik-bisik tamu langsung terdengar ke seluruh gedung. Grace memang sudah lama menghilang, bahkan status pernikahannya dengan Leon juga belum jelas seperti apa. Namun, selama ini berita perceraian mereka tidak ada terdengar sama sekali, sehingga banyak yang mengira jika status mereka masih suami istri. "Selamat datang, Tuan!" Ucap Dirga, seorang pengacara terkenal yang kebetulan hadir di pesta itu. Dia adalah pengacara keluarga Arvando. "Ken
Beberapa waktu lalu. "Catatan keuangan perusahaan Debora Grup," Gumam Naura menatap dokumen yang ada di depannya. Ntah mengapa tiba-tiba dokumen yang berisi catatan keuangan perusahaan mendiang sang papa ada di mejanya. Padahal sekarang dia berada di perusahaan keluarga Arvando. Tidak mau berpikir panjang, Naura membuka lembaran dokumen itu satu persatu. Di sana telah tercantum dengan jelas catatan keuangan perusahaan mendiang papanya mulai sebelas tahun silam, tepat beberapa saat sebelum kedua orang tuanya meninggal dunia. "Catatan ini," Gumam Naura menatap lembaran dokumen itu dengan tidak percaya. "Ternyata mereka selama ini membodohiku. Lalu tanda tanggan itu." Naura kembali mengingat kejadian beberapa tahun silam. Dimana Heri meminta tanda tangannya, dengan alasan untuk membayar hutang papanya. Waktu itu Naura masih menginjak remaja dan belum mengerti apa-apa. "Sial! Ternyata mereka merebut semua aset papa dengan cara licik." Naura mengepalkan tangannya geram mengingat semua