Ghea sudah mempersiapkan keperluan menginap , pakaian ,makanan ringan, minuman kaleng semua telah disiapkan sejak malam. Semalaman Ghea gelisah , tidak bisa tidur, membolak-balikkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, mengkhayalkan apa yang akan mereka lakukan di sana dua malam , tiga hari. “ Aku harus buat taktik agar terlepas dari lamaran keluarga Saputra,” bisiknya. “ Apa taktikmu Ghea?” suara hatinya bertanya. “ Aku akan katakan bahwa aku sudah punya pacar.” Bisiknya. Empat puluh malam tinggal sepuluh hari. Matanya menerawang di antara kegelapan kamar , aku akan menyerahkan milikku yang berharga ke oom Gatot. Jika perjodohan kami tetap dipaksakan aku mengeluarkan kartu truf., au katakan bahwa sudah tidak perawan. Bukankah semua laki-laki ingin mendapatkan malam pertamanya seorang gadis yang masih perawan? Ghea bergulat dengan pikirannya membuatnya tidak bisa tidur sehingga nampak pada penampilannya keesokan harinya, meskipun berusaha menutup lingkaran hitam di bawah matanya.
Keluar dari ruang kerja, Ghea menelpon Gatot. “ Yang , masih di Sarinah ?” tanya Ghea. Terdengar jawaban Gatot, “ Saya otw ke kantormu." " Yang, aku sudah mau turun ke lobbi, jangan tunggu dekat kantor. Ghea akan menemui oom di dekat Sarinah.” Tergesa-gesa Ghea keluar ruangannya, berhenti membiarkan bos melewatinya. Ketika hendak masuk lift karyawan sudah ditutup, bos yang mendapat informasi dari sekuriti kembali naik lift VVIP mengajak Ghea masuk dalam lift VVIP. Di dalam lift tidak ada percakapan, Ghea menunduk , berusaha menghentikan debaran jantungnya yang berdetak kencang ketika berada di dekat bos. Dia sempat kagum melihat punggung bos yang tegak dan kokoh, di tengah mengamati punggung bos tiba-tiba bos berbalik menatapnya , mengucapkan kata-kata yang tidak pantas di dengar telinga membuat telinga Ghea bersemu merah dan menatap bos dengan tatapan benci, kesal dan marah. Ketika terdengat TING, dengan napas lega Ghea keluar dari lift, Ghea membungkukkan badannya , mempersi
Saat perjalanan pulang ke rumah Pondok Indah, Galang melihat Ghea berjalan cepat ke suatu tempat, entah siapa yang ingin ditemuinya. Ada sepercik kecurigaan tentang CEO PT. Griya Buidings Sentosa. Gatot adalah CEO PT Griya Buidings Sentosa. Untuk mendapatkan kepastian dia menyuruh mas Gito menguntit Ghea dari belakang. “ Ikuti mbak Ghea. Kemana dia pergi.” Perintah Galang. Tidak lama sosok yang dicurigai muncul, memeluk Ghea dari belakang , Ghea membalikkan mukanya menatap Gatot penuh mesra. “ Mengapa jantungku berdebar , ada rasa cemburu melihat kemesraan mereka,” bisik Galang. Dari balik kaca mobil gelap dia terus mengamati kedua sejoli, Hmm.. ternyata si frigid bisa lumer juga dipeluk Gatot,” katanya menunjukkan seringai kejamnya. “ Hmm.. Gatot tidak akan kubiarkan engkau merebut sekpriku, dia milikku !” desis bos. “ Ada apa pak?” tanya mas Gito. Galang tidak memperdulikan pertanyaan mas Gito, tangan kirinya mengepal kuat, melumatkan gelas kertas berisi kopi Amer
Ghea yang sulit bernapas kemudian kembali normal. Napasnya sudah teratur, suara siul telah lenyap. Bibirnya sudah terlihat memerah. Dilihatnya botol mineral di meja, diambilnya lalu diteguk sampai habis. Galang hanya diam memandang Ghea, kekhawatirannya lenyap. Ghea lalu mengambil jas yang menutupi tubuhnya, dipakainya lalu berdiri. Tiba-tiba tubuhnya oleng, keseimbangannya belum normal, cepat Galang menyangga tubuh Ghea agar tidak roboh. “ Istirahatlah dulu di ruang kerjaku,” bisik Galang. “ Saya mau pulang..” “ Baru jam dua subuh, pasti pintu pagar kostmu masih tertutup.” Kata Galang. “ Bolehkah saya tidur di sini. Saya mengantuk. Bapak pulang saja ke rumah.” Kata Ghea menatap Galang dengan muka permohonan. “ Hum.. boleh.” “ Terima kasih pak.” Karena sudah tidak mampu menghadapi tekanan yang melanda dirinya, Ghea lalu membaringkan tubuhnya di sofa, memejamkan matanya , tidak lama terdengar dengkuran halus. Galang menatap Ghea yang tertidur di sofa, “Semoga dia terti
Ghea mengambil cangkir serta tatakannya, menyesap kopi instan yang setiap hari dibuat untuk bos. Kalau menyeduh kopi instan milik bos, ada keinginan mencicipinya, keharumannya sangat menggoda, Ghea tahu kopi instan setiap bulan dipesan bos ke temannya yang tinggal di Bandung.Kopi instan diracik sendiri , mempunyai aroma khas, tidak dijual di pasaran , hanya untuk kalangan tertentu harganya sangat mahal. “ Kamu siap mendengar ?” tanya Galang. “ Katakan saja apa yang ingin bapak katakan.” Jawab Ghea berusaha menantang bosnya. “ Mari kita menikah.” “ Apa?” Tak sadar cangkir serta tatakan cangkir jatuh meluncur mulai dari dada berakhir di pangkuannya. Ghea menjerit karena panas menjalari tubuhnya. " Ouwww !" jerit Ghea . Melihatnya Galang langsung berdiri membuka jas Ghea, membuka kancing blus , mengambil tissue dan melap kedua bukit yang tertutup bra. Dibukanya bra, melap kopi yang sempat masuk melalui celah bra. Nampak payudara Ghea berubah menjadi kemerahan. “ Biar saya s
Atas permintaan Ghea, Galang tidak mengantar Ghea. Diantar mas Gito, Ghea langsung turun dari mobil mengucapkan terima kasih. " Mas Gito, ini buahnya mas Gito ambil saja." Kata Ghea. " Maaf mbak Ghea, itu bapak berikan kepada mbak Ghea. Kalau saya terima bisa-bisa bos marah." " Baiklah." jawab Ghea pasrah. Di ruang tamu ibu kost duduk menonton televisi. “ Nak Ghea kemana saja , kemarin ada yang mengaku oomnya nak Ghea menanyakan keberadaan nak Ghea. Dia kelihatannya gelisah dan khawatir serta pesan wanti-wanti ke ibu agar Ghea menelponnya jika sampai di tempat kost.” Kata ibu kost. “ Sudah ketemu bu,” bohong Ghea. “ Syukurlah ! Kelihatannya ada berita buruk?” Ibu kost akan menayakan sesuatu, terdengar suara mobil memasuki halaman , Ghea langsung minta pamit,” Bu , saya besok pulang ke Bandung, “ “ Oh, iya 40 hari peringatan ayahmu. Semoga acaranya berjalan lancar.” Jawab ibu kost. “ Nah, itu oomnya datang, mau jemput nak Ghea ?” tanya ibu kost. “ Mari bu, saya pamit.” Jaw
Acara tahlilan berjalan lancar, dihadiri tetangga , bapak dan ibu Saputra. Gatot dan tante Erna .Tante Joani, Frenya dan Fredo tidak hadir, Ghea tidak memperdulikannya, hadir atau tidak hadir bukan urusannya. Setelah acara tahlilan berakhir, para tamu pulang tinggal bapak dan ibu Saputra. Mereka berdua menatap Ghea,” Bagaimana nak, sudah tenang?” tanya pak Basuki Saputra. “ Saya lelah, bisakah besok kita bicarakan? “tanya Ghea. “ Hmm… perlu nak Ghea ketahui sebelum rumah ini direnov….” Belum selesai ibu Sukma menyelesaikan perkataannya Ghea meneruskan,” Ibu sudah menyelesaikan utang tante Joani.” “ Benar ! Ibu bayar ke rentenir dua ratus juta sehingga penghuni liar keluar. Mmm… ibu Joani minta uang mahar.” “ Uang mahar? Apa haknya minta uang mahar, selama membesarkanku semua uangnya papa, tidak ada satu senpun yang dikeluarkan untuk menghidupi saya.” Ujar Ghea. “ Iya, tapi dia katakan kalau kamu tidak dijaga dan dirawatnya ,kamu sudah lama mati.” “ Saya sakit hampir mati kar
Ke luar kompleks perumahan, Galang memerintahkan mas Gito ,” Ke Jakarta !” “ Pak turunkan saya di sini. Rumah saya di …” Galang memeluknya, mendekatkankan wajahnya ke wajah Ghea, kedekatan mereka sangat dekat, napas Ghea yang menyimpan ketakutan terasa di dada Galang. "Mau kucium , kulumat bibirmu yang reseh. Tidak perduli mas Gito melihat tontonan gratis !” Selama perjalanan Galang memeluk Ghea. Pengasuh Sinar memangku Sinar tidak berani berbicara maupun bergerak. Sinar setiap saat menoleh ke belakang menatap Ghea, " Jangan terus menerus menoleh ke belakang Sinar, nanti kamu pusing," Kata Galang. Perjalanan berhenti sebentar di rest area, Galang memindahkan Sinar yang tertidur lelap ke belakang. Ghea membiarkan sebagian tubuh kecil menyita tempat duduk dan pahanya. Ditatapnya anak kecil yang tertidur lelap, tidak sengaja dibelainya tangan yang terjuntai ke bawah mengangkatnya menaruhnya di pahanya. Rasa kasihan pada gadis cilik mengalahkan kebenciannya pada Galang. “ Apak