Hanna menerbitkan senyumnya. Namun, baru saja ia hendak mengambil segelas air minum, orang yang sangat ia benci berdiri tegak di depannya. Mata itu menatap tajam ke arah pria bernama Raffael itu.“Ya elah! Ini anak kenapa ada di sini coba,” gerutu Sagara kala melihat kehadiran Raffael yang sudah mengganggu ketenangan makan malamnya.“Hanna! Kalau memang anak itu adalah anakku, kita lakukan tes DNA sekarang juga!” ucapnya to the point. Maksud kedatangan dia ke sana, mencari keberadaan Hanna hingga akhirnya ditemukan. Sebab Raffael masih ingat jika mantan kekasihnya itu sangat menyukai makanan khas Jepang.Hanna memutar bola matanya dengan pelan. “Untuk apa? Nggak perlu! Kalau kamu tidak mau mengakuinya, ya sudah. Aku tidak butuh tes-tes seperti itu. Lagi pula, sudah ada Sagara yang bertanggung jawab dan mau menerimaku apa adanya!” tegas Hanna kemudian.Sagara mengusapi punggung Hanna sembari mengulas senyumnya. “Jangan didengerin. Mungkin dia habis bangun tidur, habis mimpi dikejar-kej
Hanna menggeleng. “Nggak kok. Yang kamu ucapkan memang benar. Aku yang nggak selektif dalam mencari pasangan,” ucapnya kemudian menerbitkan senyumnya. Senyum menyimpan sedikit luka karena ucapan menohok Sagara.“Aku bayar dulu,” ucapnya kemudian bangun dari duduknya dan pergi menuju kasir.Sagara yang tahu jika istrinya itu sedikit berbeda lantas menyesal karena sudah berucap seperti itu kepada Hanna. Ia yang sedang emosi jelas tidak bisa mengontrol diri hingga ucapan yang menyakiti hati dan perasaan Hanna pun terlontar.‘Maafkan aku, Hanna. Aku hanya sedang emosi. Aku sudah menyinggung perasaan kamu, Hanna,’ ucapnya dalam hati kemudian menelan saliva dengan pelan.Hingga tiba di rumah. Sikap Hanna masih dingin. Bahkan tidur pun kembali membelakangi Sagara. Siapa pun orang pasti merasakan kesedihan yang sedang Hanna alami saat ini. Tanpa sengaja Sagara sudah menaruh luka di dalam hati perempuan itu.Sagara yang masih terjaga tengah menatap langit-langit kamar sembari memikirkan hal ya
Di dalam ruang kerja Anumerta Coorporation.“APA! Jadi, si Sagara menikah dengan anaknya Krisna? Kamu tau dari mana?”Damar tengah menghubungi seseorang yang sudah ia perintahkan untuk melacak keberadaan Sagara. Sebab ingin melakukan pembunuhan kembali pada pria itu.“Iya, Pak. Sagara menikahi anaknya Krisna karena pria yang sudah menghamili perempuan itu tidak mau bertanggung jawab dan malah memilih untuk menikah dengan perempuan lain. Yang diduga tengah melakukan hubungan tersebut juga dengan perempuan itu,” jelas pria di seberang sana.Damar menghela napas pelan. “Rasanya cerita kamu ini seperti pernah saya alami.”“Anak Anda, yang sudah menghamili perempuan itu?”“Tidak tau. Saya tanyakan dulu pada anak saya. Kalau begitu, cepat lakukan upaya untuk membunuh bocah tengik itu. Jika tidak, dia pasti akan merebut perusahaan ini lagi.” Damar menghela napas kasar. “Pantas saja Lestari Group berhasil memenangkan persaingan kemarin. Ternyata ada Sagara yang sudah membantu mereka mendesain
Sagara menggeleng. “Karena gue gak tau kapan akan kembali bangkit lagi. Gue gak mau punya utang ke siapa pun.”“Ya elah. Gitu aja elo pikirin. Kenapa, liatin ini rekening? Muka elo juga, kenapa kusut kayak gini? Lahiran si Hanna juga masih lama.”Sagara kembali menatap Andra dan menghela napas pelan. “Tiga hari lagi Hanna ulang tahun, Ndra. Gue cuma punya uang segini, beli kue dan dekor aja udah satu jutaan. Sisa empat jutaan. Gue kasih hadiah Hanna seharga empat juta. Malu gue, Ndra. Mantan-mantan gue aja kalau ulang tahun, dikasih hadiah dengan harga dua puluh jutaan. Itu yang paling kecil. Masa iya, istri gue sendiri dikasih hadiah harganya murah banget.”Andra memutar bola matanya dengan pelan kemudian berkacak pinggang sembari menatap Sagara dengan datar. “Yaa elo posisikan diri elo kayak gimana sekarang. Dulu, elo bisa kasih hadiah segitu mahalnya karena tinggal kedipkan mata, uang masuk ke rekening elo. Sekarang,
Waktu sudah menunjuk angka lima sore.Sagara dan Andra pergi ke mall untuk mencari hadiah yang bisa diberikan kepada Hanna di ulang tahun pertama setelah menjadi istri dari Caraka Sagara.“Nggak usah beli yang perhiasan dulu, Sagara. Barang aja. Tas, sepatu, dompet, jam tangan. Kalau perlu, lingerie sekalian.”Sagara melirik dengan malas kepada sahabatnya itu. “Ngapain gue beliin dia lingerie, Andra?”“Yaa buat menarik birahi elo, lah. Gimana sih! Emangnya selama hampir satu bulan ini, elo nggak pernah icip-icip punya si Hanna? Siapa tau legit, kayak kue lapis.”Sagara menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Nggak ada.”“Kenapa? Dia kan, udah jadi istri elo? Mau dijungkir balik pun udah hak elo. Kenapa nggak melakukan itu semua, Yog?”Pria itu mengendikan bahunya. “Belum saatnya. Gue lagi menguji seberapa tahannya itu anak untuk nggak gue sentuh. Hanna orangnya gampang kepancing. Cuma dicium aja udah gelayangan ke mana-mana.”Andra terkekeh mendengarnya. “Kalau nggak mudah terpancing,
“Ini lagi di jalan, Hanna. Aku ambil overtime. Baru mau pulang,” ucapnya bohong. Mana mungkin ia bicara jika habis membeli hadiah untuk istrinya itu.“Kenapa ambil overtime, Sagara?”“Bayar utang kemaren karena izin pulang jam empat, Hanna. Aku nggak mau gajiku dipotong. Udah kecil, masa iya dipotong juga.”Terdengar suara tawa pelan di seberang sana. “Sagara, Sagara. Ya udah. Cepat pulang, yaa. Aku udah siapkan makan malam soalnya. Ada menu special untuk orang special.”Sagara mengatup bibirnya kala mendengarnya. Kemudian mencubit lengan Andra karena tak tahan mendengar ucapan manis dari istrinya itu.“Syaraf, lo! Sakit, begok!” seru Andra kesal.Kemudian, pria itu menyudahi panggilan itu dan melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Ingin segera tiba ke rumah.“Ngomong apaan si Hanna, sampai bikin elo salah tingkah kayak gitu?” tanya Andra ketus. Sebab masih kesal pada sahabatnya itu lantaran sudah mencubitnya.“Kepo! Makanya cepat nikah. Biar merasakan keuwuan yang gue rasakan sek
Hanna mengangguk. “Iya, Andra. Sekarang aku udah tau dan aku udah percaya kalau Sagara mencintai aku. Bahkan dia tidak mau menganggap anak ini adalah anak aku dan Raffael. Ini adalah anak kami. Aku dan Sagara,” ucapnya sembari mengelus perut buncitnya itu.Andra kembali manggut-manggut. Setelahnya mengulas senyumnya. “Jangan sia-siakan orang kayak Sagara, Hanna. Satu banding seribu. Kamu akan sulit mendapatkan laki-laki seperti Sagara. Dia tulus cinta sama kamu. Nggak peduli walau kamu lagi hamil. Kamu pikir aja. Laki-laki mana, selain Sagara … yang mau menikahi ibu hamil.“Bukan dia yang menghamili kamu, tapi dia mau menikahi kamu. Walau alasan apa pun. Karena tanggung jawab menjadi suami itu berat. Dan Sagara bersedia menjadi suami kamu. Bukan alasan untuk menumpang hidup. Tapi karena memang dia mencintai kamu. Kalau tidak ada cinta, mana mungkin dia rela menikahi perempuan hamil yang bukan hasil cetak dia.”Hanna terdiam dengan
Andra kembali manggut-manggut. “Mana … nomornya Suster Indah. Besok pagi gue chat.” Pria itu kembali meminta nomornya Suster Indah.Sagara menghela napas pelan kemudian mengirim nomor telepon Suster Indah kepada ponsel Andra.“Thank you, Sagara. Eh, by the way. Yang bayar itu rumah sakit jiwa, siapa? Elo kan, udah nggak punya duit.” Andra baru ingat tentang biaya rumah sakit jiwa Mayang.“Asuransi. Udah gue cairkan dan duitnya gue kasih ke pihak rumah sakit jiwa. Biar Mama diurus dengan baik di sana. Untuk ketemu sama Suster Indah dan Dokter Azmi. Mereka mau membantu merawat Mama dengan baik.”“Oh. Kalau nanti Tante Mayang udah sembuh dan ternyata uangnya masih sisa banyak, elo bakal ambil lagi atau gimana?”Sagara menggeleng. “Nggak lah. Udah gue salurkan ngapain diminta lagi. Lagian Mama udah nggak akan sembuh. Sedangkan jiwanya udah pergi dibawa Papa. Dikasih hukuman setimpal sama Tuha