Andra menjelaskan dengan panjang mengenai kasus pembunuhan yang terjadi pada Satya. Ia yang sudah curiga kepada Mayang, semakin yakin jika Mayang yang sudah membunuh Satya.Sementara Sagara menghela napasnya dengan panjang. Menatap sang mama dengan sangat lekat kemudian memegang kedua tangan perempuan itu."Bisa jadi Mama disuruh Damar, Ndra." Sagara masih mengira jika yang menaburkan racun ke dalam kue Satya adalah Damar."Sama aja, Sagara. Mau lo nuduh si Damar ataupun nyokap lo, sama aja. Mereka yang udah bunuh bokap lo. Mereka berdua. Nyokap lo pengen nikah sama di Damar. Dan si Damar ingin segera menguasai perusahaan lo. Otomatis orang dua itu yang udah bunuh bokap lo. Dah! Urusan yang racun bokap lo udah selesai. Tinggal cari tau di mana dokumen asli itu disembunyikan Om Satya."Sagara menelan salivanya dengan pelan. Kemudian melepaskan tangannya yang tadi menggenggam tangan sang mama. Ia mengambil bunga mawar yang dibeli di jalan. Kemudian mengambil batu yang cukup besar yang a
Sehingga membuat Hanna geleng-geleng kepala sembari mengulas senyumnya. “Mau ke makam papa kamu, Sagara?” tanyanya kemudian.Sagara menatap jam yang melingkar di tangannya. “Baru jam dua belas. Ya udah. Kita ke makam Papa dulu. Habis itu kita cari tau tentang dokumen yang sudah aku dan Andra ambil.”Hanna menganggukkan kepalanya.Setelah hampir tiga puluh menit, akhirnya mereka tiba di sebuah tempat pemakaman umum. Di mana Satya dimakamkan di sana.“Assalamualaikum, Pa. Aku kembali. Bawa istri aku, Hanna. Dan Andra juga. Dia baru ketemu lagi setelah sekian lama nggak ketemu.” Sagara berbicara sembari menabur bunga di atas pusara sang papa.“Terakhir ke sini waktu mau menikah dengan kamu, Hanna. Meminta restu dan mendoakan Papa agar mendapat kebahagiaan di sana,” ucapnya kemudianHanna menganggukkan kepalanya sembari mengulas senyumnya. “Iya, Sagara.Terima kasih, sudah mengenalkan aku pada orang tua kamu.”Sagara mengusapi punggung istrinya itu. Sementara Andra menatap batu nisan yang
“Aku ingin ikut, Sagara. Aku akan mendampingi kamu sampai urusan ini selesai. Aku baik-baik aja kok. Kayaknya anak aku paham dengan situasi dan kondisi kita. Makanya aku nggak merasa lelah ataupun kacepek’an.” Hanna menerbitkan senyumnya, agar suaminya tahu jika dia baik-baik saja.“Beneran? Kalau capek, bilang, yaa. Aku gak mau kamu kenapa-kenapa, Hanna. Karena taruhannya, kamu bisa diambil oleh papa kamu karena aku nggak bisa jaga kamu dengan baik.” Sagara menatap Hanna dengan lekat.Perempuan itu lantas mengulas senyumnya sembari menggenggam tangan sang suami. “Don’t worry. I will be fine. Lagi pula, kamu udah stok berbagai macam makanan di sini. Karena tau, aku suka makan.”Pria itu lantas terkekeh pelan. “Ya sudah kalau begitu. Maaf, yaa. Harus ikut andil dalam pencarian semua yang Papa rahasiakan dari aku. Aku nggak akan pernah melupakan kejadian ini, Hanna. Akan selalu mengingatnya. Bahkan, jika semuan
Hari Senin.Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Hanna dan Sagara tengah sarapan sebelum kembali pada aktivitas masing-masing. Hanna kembali ke boutique dan Sagara bekerja sebagai office boy di Lestari Coorporation.Namun, sebelum pergi ke kantor milik Krisna, Sagara akan menghampiri Damar di Anumerta Coorporation. Karena ingin memberi tahu pada semua para staff di sana jika dia masih hidup."Kamu belum memberi tahu aku, apa yang akan kamu lakukan di kantor kamu itu, Sagara," kata Hanna sembari membereskan gelas dan piring."Hanya ingin memberi tahu pada semua orang, kalau aku masih hidup. Akan memberi pelajaran juga ke si Damar kalau aku tidak bisa dibunuh dengan mudahnya.""Tapi, Sagara. Kalau Damar kembali incar kamu, bagaimana? Sedangkan dia ingin sekali kamu meninggal."Sagara menerbitkan senyumnya. "Kamu tenang saja, Hanna. Seperti janjiku seperti yang dulu. Akan baik-baik saja,” ucapnya kemudian mengusap pucuk rambut istrinya itu.Perempuan itu kemudian menghela napasnya deng
Setibanya di kantor.Sagara mengambil alat pel dan menghampiri ruang meeting yang sudah dipastikan sedang membahas masalah yang sama dengan Anumerta. Sebab kedua perusahaan itu tengah bersaing untuk mendapatkan hasil yang baik kemudian bekerja sama dengan perusahaan yang ada di Jerman.“Kita tidak boleh kalah oleh Anumerta itu,” kata Andi—manager produksi di sana.“Mereka bisa menang karena anak dari pemilik perusahaan itu sangat pandai mengukir desain yang diinginkan oleh costumer-nya, Pak Andi. Jelas, kita akan kalah jika bersaing dengan perusahaan itu,” ujar Malik yang sudah putus asa jika mereka tidak akan bisa memenangkan persaingan itu.“Menurut kabar yang beredar, anak dari pemilik perusahaan itu sudah meninggal, Pak Malik. Sepertinya, kita masih memiliki kesempatan untuk memenangkan persaingan ini,” ucap Andi percaya diri.Sementara yang lainnya hanya manggut-manggut. Sebab mereka tak tahu apa yang terjadi sebenarnya dengan perusahaan tersebut.Klek!Sagara masuk ke dalam. Ia
Sagara menghela napas kasar. “Ada apa?” tanyanya datar. “Aku harus kembali bekerja karena sudah jam satu. Tidak perlu banyak basa-basi.”Clara mencelos mendengar ucapan Sagara. “Sagara! Kenapa mau-maunya kamu kerja seperti ini? Ada banyak perusahaan lain yang mau menerima kamu, Sagara!”Pria itu mengendikan bahunya. Kemudian meninggalkan Clara karena tidak ingin mendengar segala ocehan yang akan dikeluarkan oleh perempuan itu.“Sagara, tunggu!” Clara menahan tangan Sagara kembali.Pria itu memijat keningnya. Sungguh. Pertemuan dengan Clara di tempat yang sama sekali tidak dia inginkan itu membuatnya pusing. Ia tak mau sampai Krisna melihatnya.“Clara! Apa lagi yang ingin kamu bahas? Jangan bertele-tele. Aku harus kerja!” gertak Sagara yang sudah kesal kepada mantan kekasihnya itu.Perempuan itu lantas menghela napasnya dengan kasar. “Aku masih cinta sama kamu, Sagara. Kalau sejak awal kamu sudah selingkuh, kenapa sekarang malah ingin mengakhiri perselingkuhan kamu itu?”Sagara terseny
Waktu sudah menunjuk angka lima sore.Cup!Baru pulang ke rumah, pria itu mencium pipi sang istri yang sedang sibuk dengan kue di dalam dapur. Lantas pria itu memeluk sang istri dari belakang dengan kepala ia sandarkan di bahu Hanna.“Lagi buat apa?” tanyanya pelan.“Brownies kukus kesukaan kamu. Tunggu sebentar, yaa. Tiga puluh menit lagi selesai. Sekarang, mending mandi dulu.”Cup!Pria itu kembali mencium pipi sang istri kemudian melepaskan pelukan itu. “Tumben banget, bikinin aku kue. Ada yang kamu inginkan?” tanya Sagara penuh curiga.Hanna menggelengkan kepalanya. “Nggak kok. Lagi pengen bikin kue aja. Tiba-tiba pengen bikinin kamu kue. Murni atas kemauan aku.”“Mungkin bawaan baby. Tau aja, kalau papanya lagi pengen makan makanan yang manis.”Hanna lantas terkekeh dengan pelan. “Mandi dulu, Sagara. Bau asem tau nggak!”“Enak aja.
“Siapa yang sudah mendesain motif furniture ini?”Krisna mengumpulkam seluruh staff yang ikut serta dalam membuat desain furniture setelah tiga hari lamanya mereka menunggu kepastian, apakah berhasil lolos atau tidak. Pertanyaan Krisna membuat jantung kelima orang itu berirama dengan sangat kencang.Karena yang mereka kirimkan adalah desain yang dibuat oleh Sagara. Namun, semuanya masih bungkam lantaran takut hasilnya gagal. Sampai akhirnya Krisna bertanya kembali, siapa yang sudah membuat motif tersebut.Andi lantas mengangkat tangannya. “Sa—saya, Pak,” ucapnya dengan sisa-sisa keberaniannya.Pria itu manggut-manggut kemudian menerbitkan senyumnya dengan sangat lebar. “Luar biasa! Anda sudah mengembangkan bakat Anda dalam seni ukir yang disukai oleh para pengusaha kelas international.”Andi tak mengerti dengan ucapan Krisna. “Ma—maksud Anda? Mohon maaf, saya kurang mengerti.”Krisna menghela napasnya dengan pelan. “Kita berhasil memenangkan persaingan ini. Ketiga motif yang dikirim p